Mohon tunggu...
Ratu Langit
Ratu Langit Mohon Tunggu... -

nothing to display\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sanggupkah Tuhan Menerima Musibah

2 Juni 2012   04:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Hahahahahaha…………………..”
Mbah Maridjan tertawa terkekeh2, sampai terbatuk2, sambil melihat dengan pandangan lucu kepadaku.

“ Kamu ini Le, produk jaman modern koq berpikirnya idiot kaya gitu. Kalau banyak orang berdosa, dosa mereka kan kepada alam dan sesama manusia. Minta ampun lah kepada alam, dengan merawat mereka dengan baik, menjadi bagian dari alam bukan malah memperkosanya. Minta ampunlah kepada manusia2, berhenti korupsi, bantulah para fakir miskin, peliharalah yatim piatu, jalankan negara dengan jujur dan bersih. Itu yang namanya mohon ampun, kalau mohon ampunnya cuma sama Tuhan, kamu malah akan ditertawakan sama Dia.”

“ Ya, tapi Mbah Maridjan, kita perlu pertolongan Tuhan untuk bisa lepas dari derita ini.”

“ Percayalah Le, Tuhan itu egois. Kita harus membantu diri kita sendiri, kamuboleh minta tolong sampai air matamu habis, tapi kalau kamu tidak memperbaiki dirimu sendiri, ya percuma. Lihat itu orang Jepang, kena gempa mereka itu, tapi terus mereka belajar, bikin gedung dan rumah yang tahan gempa. Lihat orang Belanda, kena banjir banding mereka itu, tapi mereka bangkit, bikin dam2 raksasa, sekarang selamatlah mereka dari petaka banjir. Lihat orang2 Eropa, dikaruniai penyakit pes, sampai separuh penduduknya
mati, tapi mereka memperbaiki diri, dan hidup sehatlah mereka sekarang. Bencana itu untuk dipelajari, bukan untuk disesali.”

Dongkol hatiku bukan main sama Mbah Maridjan, dari dulu dia selalu bisa membolak-balik perpektif. Dan dia sudah berani mempermainkan syaraf otakku sekarang, tapi aku berusaha menguasai diriku.

“Mbah, kita ini manusia yang egois. Tuhan telah menciptakan alam dengan sempurna, dan menitahkan kita sebagai kalifahnya di dunia ini. Kitalah yang telah tidak sanggup memegang amanat Tuhan itu.”

Mbah Maridjan kembali meringis, seolah mengejek. Matanya yang kecil bulat itu menatap jauh ke hamparan sawah di depannya.

“ Oalah Le, kalau mau jujur sih. Karena konsep Tuhan itu diejawantahkan oleh manusia yang egosentris, akhirnya manusia tambah kelihatan egois. Seharusnya kau yang sekolah itu tahu hal kayak gitu, dan itu pandangan antroposentrismu, kuno sekali cara berpikirmu Le. Manusia itu bagian alam Le,
bukan penguasa alam.”

“ Ya biarin Mbah, pandangan antroposentris kan lebih baik daripada percaya hal2 mistis kaya sampeyan,  da Nyi Roro Kidul, Tombak Kiai Plered, Kebo Kiai  Slamet hahahaha………., kebo koq dianggep kiai.”

“ Lho siapa bilang Mbah percaya sama Nyi Roro Kidul, Nyi Roro Kidul itu kan cuman mitos Le, para kawulo cilik seperti kita ini kan sering ditipu sama para penggede2 istana. Raja2 Mataram jaman dulu malu karena di Segoro Lor (Laut Jawa= red) mereka kalah dengan tentara Kumpeni Walanda dan tentara Portugis, jadi mereka menghibur diri dengan menciptakan mitos Nyi Roro Kidul,  seolah2 mereka masih menguasai  Segoro Kidul (Samudra Hindia= red), memperistri penguasa Segoro Kidul. Cilokone, kita semua percaya adanya Nyi Roro Kidul, kekuatan pusaka2, kita ini memang bodho koq Le, wis bodho mbodhoni wong mesisan.”

Lagi2 Mbah Maridjan bikin aku klenger, dia bilang dia tidak percaya Nyi Roro Kidul, ngoyoworo (mengada2) saja Mbah tua satu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun