Setiap sistem politik, terlepas dari kekuatan atau kelemahannya, mengalami perubahan yang berbeda---beberapa terlihat jelas, sementara yang lain kurang dipahami. Beberapa perubahan disebabkan oleh tindakan disengaja, sedangkan yang lain terjadi secara tidak sengaja, ada yang disebabkan oleh kemajuan, dan ada pula karena kegagalan. Menurut Macridis dan Brown, dinamika politik dibentuk oleh interaksi antara konfigurasi sosial, ideologi, dan pengambilan keputusan pemerintah. Kelompok sosial dan ekonomi, yang dipengaruhi oleh gagasan yang dipegang masyarakat, menekan klaim mereka terhadap pemerintah, dengan partai politik dan kelompok kepentingan berperan sebagai penghubung antara klaim-klaim tersebut dan keputusan pemerintah. Kepemimpinan politik mengubah klaim tersebut menjadi kebijakan dan keputusan, tergantung pada ideologi dan nilai-nilai kekuasaan politik yang dianut.
Huntington membagi perubahan politik menjadi dua kategori: pertama, revolusi yang melibatkan perubahan nilai-nilai dan struktur sosial dengan cepat, menyeluruh, dan penuh kekerasan; kedua, perubahan yang lebih terbatas dalam hal cakupan, yang lebih moderat dalam tempo dan pengaruh pada kepemimpinan, kebijakan, dan institusi politik.
Huntington juga mengamati bahwa dalam proses transisi politik di 35 negara, setiap negara menunjukkan karakteristik yang beragam. Ia membagi proses perubahan besar menjadi tiga: pertama, transformasi terjadi ketika elit penguasa memimpin proses demokratisasi; kedua, pergantian terjadi ketika kelompok oposisi berhasil mewujudkan demokrasi dan menggulingkan rezim otoriter; ketiga, transplacement terjadi ketika demokratisasi adalah hasil dari kerjasama antara pemerintah dan oposisi.
Menurut Terry Lynz Karl, ada empat tipe transisi menuju demokrasi: pertama, transisi dengan perjanjian (pact) terjadi ketika kompromi dicapai karena penguasa lama lebih kuat dari masyarakat, menghasilkan demokrasi korporatis dengan perubahan yang cenderung bertahap; kedua, transisi reformasi terjadi ketika masyarakat lebih kuat dari penguasa, menghasilkan demokrasi kompetitif dengan perubahan yang lebih mendasar namun sulit dicapai; ketiga, transisi yang dipaksakan (imposition) terjadi ketika penguasa lebih kuat dan menggunakan paksaan, menghasilkan demokrasi konservatif; dan keempat, transisi revolusi terjadi ketika masyarakat lebih kuat dan memaksakan perubahan, menghasilkan rezim satu partai dominan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H