4. Kondisi sosial dan budaya yang membuat pembaruan hukum sulit diterima.
5. Pandangan masyarakat bahwa aturan-aturan yang dikeluarkan hanya menguntungkan pemerintah.
6. Persatuan umat Muslim yang terbatas pada gerakan politik akibat agitasi dan propaganda, tetapi tidak pada kesatuan pemikiran untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
CATATAN PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Pertama, terdapat kontradiksi antara gagasan pembaruan dengan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis, padahal sebuah hukum harus berlandaskan pada ketiga unsur tersebut. Kedua, masyarakat sudah terbiasa dengan hukum Islam yang dibentuk oleh para ulama fiqh klasik, sehingga perubahan terhadap kebiasaan ini memerlukan waktu yang cukup lama. Ketiga, kurangnya pemahaman menyeluruh mengenai substansi atau tujuan pembaruan hukum keluarga Islam, karena adanya sudut pandang yang berbeda dalam menggali sebuah hukum. Faktor-faktor yang berperan dalam hal ini termasuk: a) kurangnya sosialisasi dari para tokoh pembaru yang difasilitasi oleh pemerintah; dan b) rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Keempat, kondisi sosial dan budaya juga membuat penerimaan terhadap pembaruan hukum menjadi sulit. Kelima, ada anggapan bahwa aturan-aturan yang dikeluarkan hanya menguntungkan pemerintah. Terakhir, persatuan umat Muslim seringkali terbatas pada gerakan politik akibat agitasi dan propaganda, tanpa adanya kesatuan dalam pemikiran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H