Mohon tunggu...
Aristyanto (Ais) Muslim
Aristyanto (Ais) Muslim Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP

Saya memiliki hobi membaca dan mencari baik ilmu dan pengalaman di buku dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan tentang Pejalan Kaki yang Kesandung Akuntansi dan Penerapan Syariahnya

29 Agustus 2024   09:05 Diperbarui: 29 Agustus 2024   09:05 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dijelaskan pula pada masa negara Islam, tanda terima harus memenuhi persyaratan tertentu, termasuk tanggal, jumlah, tempat transaksi, saksi, nama, tanda tangan, dan alasan pembayaran. Persyaratan ini yang berlaku sejak abad II H. atau abad VIII M. masih relevan hingga akhir abad XX M. Namun, sumber-sumber Barat tidak menyebutkan asal data yang digunakan saat ini, sebagaimana Pacioli tidak mengungkapkan sumber tulisannya.

Ketika tanda terima dikeluarkan pada masa negara Islam, salinannya, yang disebut **thiraz**, diberikan kepada pembayar, sementara yang asli tidak digunakan sebagai dasar pencatatan dalam buku akuntansi. Pencatatan bersandar pada dokumen lain yang disebut **syahid**, yang serupa dengan **journal voucher**. Syahid ini dibuat oleh seorang akuntan dan disetujui oleh pimpinan atau menteri, menandakan izin untuk pencatatan dalam buku. Persetujuan ini dicatat dengan kata "yuktab (dicatat)" pada syahid, yang kemudian disimpan sebagai tanggung jawab akuntan untuk pencatatan transaksi. 

Jika transaksi keuangan terjadi di luar ibu kota wilayah Islam, salinan syahid dikirim ke ibu kota, di mana penguasa memberikan stempel pada salinan tersebut atau menyimpannya untuk pembukuan kantor pusat. Ini menunjukkan adanya pencatatan ganda dalam transaksi keuangan yang terjadi di luar tempat tinggal penguasa. Istilah **Al-Qaidul Muzdawaj** (Pembukuan Ganda/Double Entry) yang dikenal dalam bahasa asing dan dicetuskan oleh Pacioli, mungkin berasal dari praktik ini, meskipun tidak ada bukti langsung yang mendukung penggunaan istilah ini di negara Islam.

Perkembangan akuntansi di negara Islam juga ditunjukkan oleh tuntutan pentingnya penyimpanan dokumen dan buku secara sistematis, serta pembuatan indeks agar mudah diakses setelah pencatatan dan penyimpanan selesai. Membuka kembali buku dan dokumen tersebut setelah tutup buku memerlukan persetujuan dari pegawai senior di kantor. Sistem Pengawasan Intern juga mendapat perhatian besar di negara Islam sebagai bagian yang penting dari sistem akuntansi. 

Sejak awal, negara Islam telah menerapkan pengawasan ketat terhadap pemasukan dan pengeluaran negara yang berasal dari berbagai sumber dan berjumlah besar. Sistem pengawasan ini dirancang untuk segera mendeteksi kekurangan dalam kas negara melalui ketidakseimbangan buku. Contohnya, sahabat Nabi, 'Amir Ibnul Jarrah, melaporkan kekurangan satu dirham di Baitul Mal kepada Khalifah Umar Ibnul Khaththab. Ini menunjukkan keunggulan dan efektivitas sistem yang digunakan. Al Mazindarani juga menyebutkan pentingnya pengawasan intern di seluruh kantor pada tahun 765 H./1363 M., menegaskan bahwa Pacioli bukanlah yang pertama kali menyoroti pentingnya pengawasan intern. Ada kemungkinan Pacioli mengambil inspirasi dari manuskrip Al Mazindarani.

Bagaimana konsep kalian ???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun