Tidak hanya itu, segmen ini juga memiliki karakteristik yang inklusif yang tercermin dari beragam latar pendidikan yang dimiliki oleh pekerja SKT, yaitu sebagian besar pekerja perempuan di segmen ini memiliki jenjang pendidikan yang tidak sampai tingkat tinggi, tepatnya rata-rata klasterisasi SD atau SMP saja. Namun tenaga dan kepiawaian mereka dalam bekerja dibutuhkan oleh industri hasil tembakau. Lewat kesempatan kerja ini, pekerja SKT turut mengangkat derajat ekonomi keluarganya.
Dengan meningkatnya derajat ekonomi keluarganya, maka segmen SKT ini juga menyumbang pertumbuhan ekonomi di daerah dan melakukan penyerapan tenaga kerja.
Mengatur industri hasil tembakau tidak bisa hanya dilakukan dengan tarik menarik antara kontribusi cukai terhadap kas negara ataupun untuk tujuan pengendalian untuk kesehatan. Dalam industri ini, sebagaimana sektor lain yang beroperasi secara sah, juga terdapat banyak serapan tenaga kerja, bahkan merupakan salah satu sektor yang padat karya.
Setiap tahun, industri hasil tembakau dihadapkan pada carut marut berbagai kebijakan untuk mematikan sektor rokok, termasuk melalui kenaikan cukai setiap tahunnya. Seharusnya, pemerintah perlu benar-benar paham atas nasib para pekerja SKT, yang mayoritasnya adalah perempuan, yang bergantung langsung pada setiap keputusan para perumusan kebijakan terhadap industri hasil tembakau ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H