Mohon tunggu...
Aristoteles
Aristoteles Mohon Tunggu... Penulis - Penulis amateur

Hidup terlalu singkat untuk melihat kehidupan orang lain, jalani aja menurut perspektif kita sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Contoh Cerpen Singkat: Pagar Jodoh

19 Juli 2022   08:40 Diperbarui: 19 Juli 2022   08:43 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagar Jodoh

oleh: setiawan

Malam ini aku begitu antusias lantaran beberapa temanku telah berpulang dari tempat perantauannya dan mengajakku untuk berkumpul bersama. Kesempatan seperti ini tentu tak pernah akan kulewatkan karena aku sudah lama tak pernah bertemu kawan-kawanku lagi. Tiga tahun sudah semenjak kami semua lulus dari bangku sekolah, kami tak pernah bertemu lagi. Kami semua berpencar, mencari kehidupan masing-masing untuk mencapai sebuah kata kesuksesan.

Malam ini aku segera mengambil motor kepunyaanku yang telah lama berada di gudang setelah tertinggal oleh penunggangnya beberapa bulan ini. Terlihat motor itu dipenuhi laba-laba yang mulai menganggapnya sebagai sebuah rumah. Dengan berat hati aku pun mengusir semua laba-laba itu, karena ini adalah motor milikku. Bodinya dipenuhi debu dan bahkan aku tak bisa melihat cat biru dari motor itu. Aku masih bersukur motor itu masih utuh dan mesinnya masih menyala. Aku bergegas memandikan motor itu, setidaknya walaupun motor ini butut tapi akan terlihat bersih dan pantas digunakan, hanya itulah yang terlintas di pikiran ini. Aku segera menyalakan mesin motor itu dan mulai menjalankannya untuk memulai petualangan malam ini.

Malam ini jalanan terasa begitu sepi, sesepi hati ini yang belum sempat terisi. Aku terus menarik gas motor untuk segera mencapai titik perkumpulanku dengan kawan-kawanku. Kini aku hanya melihat kegelapan yang ada di kiri dan kanan jalan. Bahkan di desaku masih jarang ada lampu penerangan jalan yang bisa membuat malam terlihat sedikit ramah. Aku mulai melewati sebuah gang yang sangat sepi. Suasana di tempat itu seakan mengajak bulu-bulu di badanku untuk berdiri. Ketakutan juga sesekali terlintas di diri ini tatkala mengingat cerita-cerita mistis di desa ini.

Beberapa waktu yang telah terlewati dengan hawa sepi yang membuat takut diri, akhirnya aku telah tiba di tempat teman-temanku berada. Tak kusangka disana telah ramai teman-teman masa sekolahku yang sudah lama tak pernah kulihat. Canda tawa mulai menghiasi malam itu, menghapus ketakutanku kala melewati gang sepi itu. Kami mulai bercerita tentang kehidupan dan masa-masa sekolah yang selalu terkenang. Sampai di suatu cerita, salah seorang teman wanitaku menceritakan keresahannya karena ia tak kunjung mendapatkan jodoh, sedangkan untuk teman-temann yang seumurannya sudah pada menikah. Ia bercerita tentang kisah cintanya yang selalu putus di tengah jalan. Seketika salah seorang temanku spontan mengatakan "Mungkin jodohmu dipagari".

Mendengar kata temanku tersebut, seketika aku teringat dengan kejadian yang pernah ku alami waktu itu. Tahun lalu aku sempat mengenal seorang wanita. Ia Adalah wanita yang kutemukan di media sosial kala aku sedang putus asa. Ia adalah wanita yang sering memberikan aku solusi untuk mencari tempat dimana aku harus bekerja kala aku sempat menjadi pengangguran tahun lalu. Dia seorang wanita berparas cantik yang sangat elok dipandang mata. Umurnya mungkin sekitar 30 tahunan namun dia belum pernah menikahi seorang pria. Hal ini mungkin terdengar sangat aneh di telinga kita karena kebanyakan wanita justru menikah di usia muda bahkan baru lulus sekolah sekalipun.

Aku sangat berhubungan sangat baik dengan wanita itu, meskipun hanya kenal lewat media sosial tapi ia selalu berbuat baik padaku. Ia beberapa kali menawarkan pekerjaan padaku waktu aku menjadi seorang pengangguran dulu. Rumahnya juga tak jauh dari desaku yang membuat aku dengan mudah menemuinya kala membutuhkan sebuah motivasi dalam hidup ini. Bahkan orang tuanya juga sangat baik dan selalu menyambutku ketika aku berkunjung ke rumahnya. Sampai pada suatu hari ia meminta sebuah bantuan padaku. Tentu aku tak bisa menolak permintaannya itu.

Suatu hari ia memintaku mengantarkannya untuk mencari sebuah alamat seseorang. Entah alamat siapakah itu, aku tak pernah menanyainya. Kami mulai mencari alamat itu yang ternyata jaraknya cukup jauh dari desaku. Sekitar 20 kilometeran kira-kira jarak yang aku lihat dari peta yang ada di handponeku. Tigapuluh menitan berlalu dan kini aku merasa telah menemukan tempat yang ada pada alamat itu. Terlihat sebuah rumah tua bergaya Jawa yang ada di hadapanku. Wanita itu kini turun dan mulai menghubungi seseorang untuk memastikan alamat itu. Dan benar, ternyata tempat inilah yang kami tuju.

Kami mulai melangkah menuju ke pagar rumah itu yang di penuhi rerumputan yang mulai menyatu dengan besi yang berjejeran itu. Sesampainya di sana, ternyata kami telah di sambut oleh orang-orang yang tinggal di rumah itu. Mereka terlihat sangat ramah namun aku tak mengenali siapa mereka. Kami mulai memasuki halaman dari rumah yang cukup luas itu. Wanita itu menyuruhku menunggu di luar dan ia mulai memasuki rumah itu. Aku terduduk di bangku yag ada di luar rumah dan bertanya-tanya pada diri sendiri, mengapa rumah bagus seperti ini kok seperti tak terurus. Pagarnya dipenuhi rumput yang menjalar dan bahkan pepohonan yang ada di sekitaran rumah membuat rumah ini terasa gelap. Aku mulai merasakan hawa aneh yag ada pada rumah ini. Padahal ini siang hari tapi kenapa bulu kudukku berdiri.

Diantara rasa takut yang mulai menampak, aku justru penasaran tentang apa yang dibicarakan oleh wanita itu dan siapakah orang yang punya rumah menyeramkan seperti ini. Dari balik pintu aku mulai menempelkan telinga ini untuk mendeteksi beberapa suara yang akan memberiku informasi. Aku mulai mendengar percakapan wanita itu dengan salah seoarang pemilik rumah ini. Dia seperti menceritakan keluh resahnya tentang nasibnya yang tak kunjung mendapatkan pasangan untuk menjalani sisa hidup. Kata-kata itulah yang bisa aku rangkum dari semua percakapan wanita itu. Seketika aku mendengar sebuah kata yang masih asing di telingaku dari seorang pemilik rumah itu. Kata itu adalah kata "Pagar Jodoh". Orang itu mengatakan bahwa jodoh wanita itu telah dipagari oleh orang lain. Seketika aku bertanya-tanya siapa orang ini kok ia bisa tahu tentang hal seperti itu. Sampai aku hanya bisa menafsirkan bahwa orang ini adalah seorang dukun.

Beberapa menit kemudian, wanita itu keluar dari rumah dan mengajakku untuk segera pulang. Ia seperti membawa air yang ia taruh di tasnya. Mungkin air itu adalah pemberian dari pemilik rumah yang semakin membuatku yakin bahwa ia adalah seorang dukun. Aku merasa lega karena akhirnya bisa meninggalkan rumah menyeramkan itu. Rasa penasaranku pun kini semakin bertambah mengenai apa itu pagar jodoh dan mengapa temanku ini pergi ke tempat dukun. Apakah ia memiliki masalah yang tak bisa diselesaikan secara logika dan malah memilih pergi ke tempat dukun.

Sesampainya di jalan, aku mulai bertanya pada wanita itu karena rasa penasaranku benar-benar tak tertahan. Ia dengan senang hati menceritakan segalanya kepadaku. Ia bercerita bahwa ia memiliki sebuah penyakit yang membuatya batuk terus-terusan, namun berkali-kali ia ke rumah sakit dokter tak pernah menemukan penyakit yang dialaminya. Ia juga bercerita bahwa ia beberapa kali telah gagal tatkala hampir dinikahi oleh seseorang. Entah karena beberapa alasan, tapi selalu ada saja yang menghalanginya untuk menikah. Sampai ia beberapa kali datang ke tempat seorang dukun dan ia mendapat jawaban bahwa jodohnya telah dipagari oleh seseorang yang pernah ditolak olehnya. Artinya dia tidak akan pernah mendapatkan jodoh jika pagar itu masih belum di buka. Dan naasnya penyakitnya juga berasal dari guna-guna yang terbawa oleh pagar itu. Dia juga bercerita bahwa dia sudah berkali-kali pergi ke dukun dan kiyai, namun belum ada orang yang bisa menyembuhkannya.

Aku terkejut karena aku tak pernah mendengar cerita seperti ini sebelumnya. Aku turut prihatin pada wanita itu, karena aku juga mengetahui bahwa ia memang telah lama memiliki sebuah penyakit. Bahkan ia selalu terbatuk kala aku bercakap dengannya. Penyakit itupun seakan menggerogoti dirinya. Bulan demi bulan aku melihatnya justru semakin bertambah kurus dan mungkin ini dampak dari penyakitnya. Aku juga tak menyangka bahwa mengapa ada pria yang melakukan hal-hal seperti ini kepada wanita. Aku mulai bertanya siapakah pria itu yang tega mengirimkan sebuah penyakit pada temanku. Temanku juga tak keberatan untuk memberitahuku tentang identitas pria itu yang ternyata adalah orang yang tinggal di desa yang sama denganku.

Sebulan setelah kejadian itu, aku mendapat kabar bahwa penyakit temanku kini bertambah parah. Bahkan ia kini tak memiliki daya lagi untuk beranjak dari tempat tidurnya. Aku mengunjunginya dan melihatnya terbaring lemas di tempat tidurnya. Ada suasana yang berubah dari rumahnya itu. Dulu aku merasa rumah ini selalu dipenuhi oleh kesenangan yang hadir dari keramahan penghuninya. Namun kini semua itu telah hilang berganti sedih dan tangisan dari orang tuanya. Aku tak kuasa melihatnya menjadi seperti itu, tubuhnya bertambah kurus dan bahkan kini seperti tulang yang hanya terbungkus kulit. Aku benar-benar tak tega melihatnya seperti itu. Aku hanya bisa memberikan motivasi untuknya agar tetap semangat dan berusaha menjalani semua ini. Aku berharap ia bisa sembuh seperti sedia kala.

Aku semakin yakin bahwa penyakitnya merupakan penyakit yang berasal dari guna-guna orang lain. Sebab aku pernah melihat salah seorang temanku juga bernasib seperti ini. Ia adalah teman masa kecilku. Kami dulu pernah bermain bola di depan rumah tua. Kami bermain seperti biasanya, namun tatkala sampai di rumah temanku tiba-tiba sakit. Aku mendapatinya menjadi kurus dan seperti tulang yang terbungkus oleh kulit saja. Aku bersyukur waktu itu temanku masih bisa sembuh setelah orang tuanya membawanya kepada orang pintar. Ternyata ia telah diganggu oleh makhluk gaib yang menunggu di depan rumah tua itu, yang kebetulan tak sengaja terkena bola yang ditendangnya. Mungkin hal seperti inilah yang dialami oleh teman wanitaku itu.

Seminggu setelah aku menengoknya, terkirim sebuah kabar yang tak kuharapkan darinya. Kabar yang membuatku terduduk lemas dan meneteskan beberapa air mata. Kabar bahwa temanku itu telah tutup usia. Kabar itu sangat memukulku hari itu dan membuat sedih kini mulai menguasa dalam diri. Di satu sisi aku merasa sedih karena kehilangan sosok teman yang bahkan telah aku anggap sebagai kakakku sendiri. Di sisi lain aku juga mencoba ikhlas dan meyakini ini adalah jalan terbaik yang di pilihkan Tuhan untuknya. Mungkin ia akan memiliki hidup yang lebih baik di alam sana daripada ia harus terus-terusan menderita di dunia. Aku juga berharap semoga Tuhan mempertemukannya dengan jodohnya di alam sana.

Keesokan harinya, aku pergi ke rumahnya untuk menghadiri acara pemakamannya. Suasana haru benar-benar menyelimuti tempat itu. Tangisan keluarganya mengiringi prosesi pemandian jenazahnya. Tangisan keluarganya seakan mengajak mataku juga mengalirkan air mata. Namun aku mencoba tegar dan terus membendungnya. Kini aku akan mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Mungkin ini adalah terakhir kali aku bisa mengantarnya. Kali ini aku tidak memakai motor, aku hanya akan memikulnya bersama dengan orang-orang dan berjalan kaki menuju tempat yang terbaik untuknya dengan iringan doa yang selalu terbaca.

Pemakamannya telah berakhir, namun keluarganya masih tetap setia di sana dan mencoba ikhlas akan kepergiannya. Aku mulai beranjak meninggalkan tempat pemakaman itu dan tak lupa berpamitan padanya. Sesampainya di jalan, aku melihat seseorang pria yang juga mengikuti prosesi pemakaman itu. Aku mulai mengenalinya dan ternyata ia adalah orang yang selama ini mengirimkan pagar jodoh pada temanku. Aku tak pernah berniatan menegurnya apalagi membalas akan perbuatan yang dilakukannya. Dia kini telah berkeluarga, namun sepertinya ia telah lupa akan perbuatan yang pernah dilakukannya dulu yang bahkan sampai membuat orang menderita. Aku hanya berharap bahwa pengadilan Tuhan itu ada. Aku berharap ia segera sadar dan bertaubat.

Itulah pengalaman pahit yang pernah aku alami yang seketika terlintas diingatanku kala temanku mengungkapkan kata "Pagar Jodoh" di tengah obrolan dengan teman-temanku malam ini. Aku berharap hal itu tidak pernah terjadi lagi, apalagi pada temanku yang kini duduk di sampingku. Aku hanya bisa memberinya motivasi bahwa mungkin jodohnya masih belum ketemu dan apalagi kita ini masih muda dan masih bisa  menikmati bergembira bersama sebelum berkeluarga. Malam ini semakin menyenangkan, candaan dan permainan mulai menemani kami menikmati sebuah hal yang dinamakan reuni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun