Bagaimana dengan umat Islam? Apakah  akan menunjuk syeikh atau perwakilan tinggi lainnya untuk mengeluarkan statement yang sebenarnya hampir sudah pasti mudah ditebak, bagaimana responnya? Tentu tidak hanya serta merta dengan hal seperti itu. Inilah salah satu konsep dakwah dalam Islam, cakupannya luas. Tak hanya mencakup sesama muslim, muslim juga dituntut untuk (bisa) mengabarkan, menyampaikan dan menjelaskan, "What Islam is" untuk orang-orang yang sama sekali tidak mengetahui Islam. Bukan cuma tugas profesional pendakwah, tetapi tugas seorang individu muslim yang harus bisa menjadi cermin untuk muslim lainnya.
Apa yang Ditakutkan?
Sebuah istilah bernama Islamofobia kembali dihembuskan di kala insiden yang melibatkan hanya seper sekian persen umat muslim tersebut dikabarkan hampir ke seluruh pelosok dunia. Kembali ke sebuah pemaknaan secara harfiah, islamofobia berasal dari kata islam dan phobia. Fobia ini berarti rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Dan Islam sendiri berasal dari bahasa Arab dengan akar kata sa-la-ma, salam yang berarti damai (peace). Ketika kedua kata ini direkatkan, menjadi suatu hal yang sangat tak logis dimana manusia pada hakikatnya menyukai pada suatu yang indah-indah, yang baik-baik, kali ini dituntut untuk takut terhadap hal yang sangat diidam-idamkan, kedamaian.
Ketidakdalaman pengetahuan orang-orang yang secara sembarangan mengambil kata yang bermakna indah ini menjadi pemicu asal muasal hal yang sungguh amat sangat sembarangan, yang berarti ngawur! Ya, saya sampaikan sekali lagi dengan jelas, ngawur! Bagaimana bisa sebuah nama yang dipetik dari akar kata yang bermakna begitu indah, memiliki efek yang sangat buruk, negatif bahkan sampai bisa menakut-nakuti.
Islam mengajarkan hal-hal yang indah menyangkut kedamaian. Untuk kasus yang melibatkan terbunuhnya 12 orang di Perancis di atas, sudah sangat jelas hal tersebut dikutuk dengan keras oleh sebuah kitab suci umat Islam (Al Quran)
"Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu. sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi...."
(QS. Al Maa'idah : 32)
Sangat begitu jelas! Bagaimana sebuah petikan ayat  yang begitu memberikan rasa aman ini, menyeret nama induknya (Agama Islam) atas sebuah penunjukkan (lagi-lagi) terhadap suatu aktivitas dari minoritas umat muslim. Ketika Islam disematkan bersama terorisme, ini sungguh justifikasi yang sangat tidak adil. Bahkan istilah jihad yang nyata-nyata adalah ungkapan paling keren di kalangan muslim, dimodifikasi sedemikian rupa sehingga maknanya jadi sangat rancu dan terkesan menyeramkan. Bukan dari kalangan di luar muslim saja, sayapun menyadari mungkin banyak umat muslim juga tidak tahu makna sesungguhnya kata jihad, alih-alih kata Islam.
Hanya Rekaan, Ini Tidak Benar
Ketika makna sejati dari Islam dihancurkan dengan penggabungan kata lain, dan satu contoh lainnya jihad dimaknai secara bebas sebagai perang suci (arti sebenarnya : berjuang, bersungguh-sungguh, struggle), ini tak lain adalah sebuah upaya sistematis yang sangat ingin mengoyak keyakinan dan bahkan kondisi umat muslim saat ini agar tidak bisa bangkit dan berjaya. Anggapan-anggapan yang ditujukan kepada Islam selalu beraroma sinekdoke pars pro toto. Ketika ada terorisme dari minoritas dan sudah menjadi "kambing hitam" di kalangan muslim, lantas Islam secara keseluruhanlah yang dianggap sebagai biangnya.
Seorang guru mengatakan kepada seluruh 20 siswanya, bahwa katak adalah hewan amfibi. Bahkan guru tersebut memberikan buku kepada 20 siswanya yang jelas menyatakan bahwa katak adalah hewan amfibi. Ketika ujian, 20 siswa tersebut mendapati soal tentang katak. Dari 20 siswa, hanya satu siswa yang menjawab katak adalah hewan reptil. Hingga terjadi demikian, apakah gurunya yang disalahkan? Atau buku pelajarannya yang disalahkan? Apakah 19 murid lain yang disalahkan? Cukuplah ini menjadi analogi sederhana, ketika di antara muslim sudah mengakui bahwa kambing hitam yang perlu disalahkan dari sebuah kesalahan (yang tentunya akan terus diminimalisir dan dicari sebabnya), apakah layak menjadi perdebatan bahwa Islam menuntun ke jalan kesalahan dan jauh dari kebenaran? Apakah layak ketakutan itu di arahkan ke sebuah ajaran yang benar-benar menjunjung tinggi perdamaian dan penghapus rasa takut? Apakah sumber ketakutan ini sengaja diciptakan dengan mendompleng nama Islam? Atau memang mereka salah mengalamatkannya? Cukuplah ketika satu orang siswa salah dalam menjawab soal, maka perbaikannya adalah bagaimana agar tidak muncul siswa yang seperti ini lagi. Tentunya ini dibutuhkan upaya ekstra baik dari internal umat Islam sendiri dan tentunya tak perlu dari eksternal Islam membuat kekacauan pandangan, sehingga tidak berfokus pada solusi dan seakan menambah kompleks permasalahan.