Mohon tunggu...
ArissaShaumi
ArissaShaumi Mohon Tunggu... Model - Mahasiswa

I love my self

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Manajerial Perempuan dalam Dunia Hubungan Masyarakat (Public Relations) di Lembaga Pemerintah

6 Februari 2024   19:55 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:12 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERAN MANAJERIAL PEREMPUAN DALAM DUNIA HUBUNGAN MASYARAKAT (PUBLIC RELATIONS) DI LEMBAGA PEMERINTAH

Arisa Shaumi Novianti -- Ilmu Komunikasi 4

International Women University

ABSTRACT

The aim of this research is to assess the roles played by public relations practitioners (PR or public relations) in Indonesian government institutions. As more and more women work in public relations, public relations has become known as a gendered profession. In general, women have communication skills that are in accordance with feminine principles to help build relationships with the public to support the image of the institution. The hypothesis of this research is that female public relations practitioners carry out their activities managerially. with the role model of public relations as a tool. This research encourages the government public relations sector to provide female practitioners with opportunities to participate more actively in managerial roles to encourage women.

Keywords: Communication Gender, Governmen Public Relations, Managerial Roles, Technician Roles. Women Empowerment.

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai peran-peran yang dimainkan oleh praktisi hubungan masyarakat (humas atau public relations) di lembaga pemerintah Indonesia. Karena semakin banyak perempuan yang bekerja di bidang humas, humas telah dikenal sebagai profesi bergender. Secara umum, perempuan memiliki kemampuan komunikasi yang sesuai dengan prinsip feminim membantu membangun hubungan dengan publik untuk mendukung citra lembaga. Hipotesis penelitian ini adalah bahwa praktisi humas perempuan melakukan aktivitasnya secara manajerial. dengan model peran kehumasan sebagai alatnya. Penelitian ini mendorong bidang kehumasan pemerintah untuk memberi praktisi perempuan kesempatan untuk berpartisipasi lebih aktif dalam peran manajerial untuk mendorong perempuan.

Kata Kunci: Gender, Humas Pemerintah, Komunikasi, Pemberdayaan Perempuan, Peran Manajerial, Peran Teknis.

1. PENDAHULUAN

            Jumlah perempuan dalam bidang hubungan masyarakat mengalami peningkatan yang cukup banyak melebihi jumlah praktisi laki-laki dibeberapa negara. Seiring dengan berkembangnya zaman jumlah dari perempuan diarena publik akibat kesadaran terhadap kesetaraan gender dalam masyarakat. Jumlah peran hubungan masyarakat pun didominasi perempuan yakni 70% sampai 75% dari data terbaru dan juga berita. Selain itu, perempuan juga mendominasi jumlah akademis di bidang kehumasan atau biasa disebut hubungan masyarakat.

            Penelitian tentang Hubungan Masyarakat sebagaian besar  ialah penelitian dikaitkan dengan gender. Beberapa studi kasus dan peran perempuan telah dilakukan di sejumlah negara. Hasilnya dari profesi Hubungan Masyarakat ini dipersepsi female concentrated atau female dominated yang artinya lebih pada konsentrasi terhadap perempuan dan didominasi perempuan. Terkait dengan adanya analisis lainnya dengan katakter perempuan adalah fleksibel, ramah, dan lebih mampu membujuk yang sangat diperlukan oleh peran Hubungan Masyarakat dengan karakter perempuan yang seperti ini dapat mencuri perhatian atau mengambil hati massa atau banyak orang.

            Menurut penelitian humas pemerintah cenderung menerapkan model informasi publik, sedangkan organisasi komersial cenderung menerapkan model komunikasi dua arah dalam praktik kehumasan. Di Indonesia, dengan berkembangnya demokrasi, komunikasi dua arah antara humas pemerintah dan dunia usaha telah tercapai. Komunikasi dua arah adalah model yang dicirikan oleh peran manajerial dan merupakan indikator praktik hubungan masyarakat yang efektif.

Temuan-temuan penelitian-penelitian terdahulu di atas perlu diperluas dengan mengkaji secara khusus aktivitas kehumasan yang berkaitan dengan isu gender. Tujuannya untuk memperkaya penelitian kehumasan dalam konteks Indonesia yang masih didominasi penelitian Barat. Peran alat kehumasan juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan secara komprehensif temuan-temuan terkait isu gender dalam praktik kehumasan. Alasan lain perlunya penelitian pendahuluan adalah ketika penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1984, Indonesia belum memasuki era demokrasi. Era reformasi baru yang terjadi pada tahun 1998 membuka pintu demokratisasi di Indonesia, dan demokrasi diyakini akan mendorong para praktisi humas untuk memberikan informasi secara terbuka karena demokrasi mendorong masyarakat untuk aktif mencari informasi dibandingkan hanya menerima informasi secara pasif.

Berbagai penelitian menemukan bahwa perempuan mendominasi tenaga humas namun tidak diterapkan secara optimal dalam peran manajerial. Misalnya di Amerika, status dan peran perempuan masih berada di bawah laki-laki, yakni praktisi laki-laki masih mendominasi posisi puncak di departemen humas. Hal serupa juga terjadi di Asia, Australia, dan Eropa yang selama ini laki-laki berada di posisi teratas. ditemukan lebih dapat dipercaya. Jumlah orang yang menempati posisi manajemen lebih banyak dibandingkan perempuan. Mempelajari buku teks menemukan bahwa buku teks yang ditulis oleh perempuan berkontribusi lebih besar pada pekerjaan teknis, sementara laki-laki berkontribusi lebih besar pada peran manajerial seperti konsultasi, pengambilan keputusan, dan menjadi bagian dari kelompok koalisi dalam organisasi.

Beberapa penelitian di atas menyimpulkan bahwa humas sebagai profesi yang gender seringkali mempunyai konotasi negatif bagi praktisi perempuan. Tampaknya praktik humas juga mencakup hal ini.

Relasi kekuasaan terkait dengan gender, dan di sebagian besar perusahaan, praktisi laki-laki memegang kekuasaan dalam koalisi dominan, sementara perempuan dipandang mewakili kelemahan, irasionalitas, ketidakberdayaan, dan lebih emosional. Perbedaan gender dan perbedaan peran yang menimbulkan ketidaksetaraan gender menimbulkan stereotip terhadap perempuan dan laki-laki, domestikasi, marginalisasi dan subordinasi perempuan, beban berat terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan pelecehan seksual.

Dapat dikatakan bahwa peran antara praktisi laki-laki dan perempuan dibentuk oleh sudut pandang laki-laki yang dominan dalam organisasi karena menurut mereka, maskulinitas dan feminitas dikonstruksi melalui komunikasi dalam organisasi. Misalnya, nyatakan bahwa "manajer yang baik adalah manajer yang agresif, berwibawa, tegas, dan adil dia tidak feminim". Di Indonesia, praktik humas merupakan industri feminis yang menekankan keindahan (penampilan) dan kekuasaan. Ketertarikan adalah inti dari praktik hubungan masyarakat. Namun kenyataannya, peran dalam praktik humas bisa saja dilakukan baik oleh praktisi laki-laki maupun perempuan. Salah satu dari sepuluh prinsip humas yang baik, yaitu keberagaman peran, diperkenalkan dengan menekankan pada penghindaran diskriminasi gender, ras, dan etnis dalam praktik humas. Praktik humas tidak boleh ditentukan oleh daya tarik fisik tetapi juga harus menonjolkan pengetahuan, keahlian dan etika.

Selain itu, di Indonesia, peraturan mengenai kehumasan juga tidak membeda-bedakan manajemen hubungan masyarakat berbasis gender. Hal ini diatur dalam Peraturan Permenpan-RB Nomor 30 Tahun 2011 tentang Manajemen Hubungan Masyarakat Pada Instansi Pemerintah. Hal ini juga tertuang dalam kesepakatan bersama antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Menteri Lembaga Berwenang Nomor 41 Tahun 2007, Nomor 373/M.Kominfo/8/2007, Nomor KB/ 01/M.PAN/8/2007 Terkait dengan revitalisasi fungsi kehumasan pada instansi pemerintah, seluruh instansi tersebut tidak membeda-bedakan praktisi berdasarkan gender. Pernyataan di atas berkaitan dengan penelitian yang menemukan bahwa perempuan mempunyai peran ganda, baik di ranah publik maupun di ranah domestik sehingga perempuan dianggap memiliki kepemilikan. Kemampuannya sama dengan laki-laki.

Lebih lanjut, era demokrasi di Indonesia harus mampu mengurangi diskriminasi gender karena demokrasi merupakan sistem yang membangun peran dan partisipasi seluruh masyarakat. Oleh karena itu, demokrasi mendorong aktivitas komunikasi dengan masyarakat yang semakin bersifat kritis. Komunikasi dengan masyarakat merupakan tanggung jawab praktisi humas, sebagai suatu kegiatan pengelolaan komunikasi internal maka dapat dikatakan bahwa "humas adalah manajemen kredibilitas".

Situasi ini menuntut praktisi humas untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Meskipun praktisi laki-laki dan perempuan mempunyai kemungkinan yang sama untuk memiliki kemampuan ini, praktisi perempuan dipandang lebih mampu berbicara, lebih menarik, lebih mampu membangun hubungan, melakukan banyak tugas, dan lebih mampu bernegosiasi.

2. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana kinerja seorang perempuan sebagai praktisi humas dilembaga pemerintah yang dimana profesi humas saat ini didominasi perempuan. Perempuan yang selalu dianggap lemah dalam hal memimpin tetapi tidak dengan hal itu bahwa perempuan bisa. Dalam profesi humas ini atau biasa disebut "public relations" ini banyak sekali para perempuan berkontribusi karena dengan lemah lembutnya, ramah juga serta fleksibel dapat menarik perhatian lebih publik.

Peran Humas: Praktisi Humas mempunyai hubungan dekat dengan manajemen senior dalam organisasi dan berperan aktif dalam proses penciptaan.  Praktisi Humas mempunyai tanggung jawab manajerial untuk mengatur, mengendalikan, dan mengawasi respons Humas yang dihadapi secara internal dan Praktisi yang menangani tantangan eksternal (seperti ancaman atau krisis yang dihadapi organisasi) berkaitan dengan aktivitas pemantauan dan dalam banyak kasus melakukan tugas komunikasi teknis (termasuk hubungan dengan media).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

            Hubungan masyarakat adalah bidang yang berkembang, seiring dengan semakin populernya penggunaan media sosial. Semakin banyak hal yang perlu dilakukan untuk memenuhi tingginya permintaan akan humas, namun orang sering salah memahami apa arti sebenarnya dari humas. Hubungan masyarakat pada dasarnya adalah tentang membangun hubungan dan menjaga kredibilitas antara organisasi atau individu dan publik yang berkepentingan. Hal ini dicapai melalui berbagai bentuk komunikasi. Untuk memahami mengapa perempuan mendominasi bidang humas dan dampak sosial dari peran gender, penting untuk memahami definisi humas.

            Proporsi perempuan yang bekerja di bidang humas adalah sekitar 63%, namun ada yang mengatakan jumlah ini telah menurun hingga mendekati 73%. Proporsi ini juga kemungkinan akan meningkat di tahun-tahun mendatang karena siswa mengambil jurusan yang dapat mengarah pada pekerjaan humas. Hal ini juga berarti lebih banyak perempuan berencana untuk bekerja di bidang humas, padahal di masa lalu perempuan akan pindah ke bidang humas setelah bekerja di lingkungan yang sama.

            Saat tumbuh dewasa, gadis-gadis muda sering kali didorong untuk bersikap ramah dan menyenangkan. Mereka diminta tersenyum dan menampilkan diri sebaik mungkin. Gambar adalah segalanya. Banyak gadis yang menguasai ciri-ciri ini dan menjadikannya bagian dari dirinya sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ketika memilih karier, humas secara naluriah adalah yang paling cocok karena mereka selalu ramah dan kolaboratif. Faktanya, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa perempuan dilahirkan seperti itu, namun yang pasti tekanan sosial memaksa mereka untuk melakukan hal tersebut. Namun, ada penelitian yang membuktikan bahwa perempuan kurang peduli terhadap pendapatan dibandingkan laki-laki, itulah sebabnya mereka lebih memilih seni liberal dibandingkan matematika dan sains.

            Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, namun hal ini seharusnya membuat orang bertanya-tanya bagaimana kita dapat berubah dan membiarkan generasi muda meninggalkan batasan sosial dan tradisi serta menemukan jati diri mereka sendiri. Cara yang baik untuk memulai adalah dengan mendorong mereka untuk tetap berpikiran terbuka dan mencoba sebanyak mungkin hal baru. Citra Anda secara alami harus menjadi milik Anda sendiri, bukan yang Anda buat untuk orang lain.

"Hubungan masyarakat adalah fungsi manajemen khusus yang membantu membangun dan memelihara saluran komunikasi, pemahaman, penerimaan, dan kerja sama antara organisasi dan publiknya" - Rex F. Harlow. Frasa ini merupakan definisi umum dari PR, walaupun sebenarnya terdapat banyak definisi yang berbeda.

4. PENUTUP

Penelitian ini mendukung hipotesis bahwa perempuan praktisi humas di instansi pemerintah menerapkan peran manajerial yang sama dengan praktisi laki-laki. Namun, praktisi laki-laki lebih cenderung menduduki posisi manajerial dibandingkan perempuan. Studi ini juga menunjukkan bahwa visi demokrasi tidak memberikan peluang yang cukup. Hal yang sama juga berlaku untuk jenis peran yang dimainkan oleh praktisi humas laki-laki dan perempuan. Laki-laki mendominasi dan dipercaya dalam posisi manajemen, perempuan mendominasi masih lebih dipercaya dalam staf teknis. Meski jumlah praktisinya terus bertambah. Tetapi, jumlah perempuan melebihi laki-laki namun status dan peran mereka dalam Hubungan Masyarakat masih dalam posisi subordinal laki-laki. Hal ini diperkuat dengan dominasi praktisi Hubungan Masyarakat didominasi perempuan, namun lebih didominasi oleh laki-laki dalam hal kekuasaan dan tanggung jawab.

Melalui penelitian ini, hasilnya dapat memberikan rekomendasi kepada instansi pemerintah. Memberi perempuan lebih banyak kesempatan untuk mengelola Hubungan Masyarakat. Sifat pengelolaannya sesuai Permenpan RR No.30 Tahun 2011 tentang Tata Kelola dengan mengelola Hubungan Masyarakat untuk lembaga pemerintah. Hal ini juga diatur dalam kesepakatan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nasional Nomor 41 Tahun 2007, Nomor 373/M.Kominfo/B/2007,Nomor KB/01/M.PAN/B/2007 Tentang Merevitalisasi fungsi kehumasan instansi pemerintah yang selama ini tidak bisa dibedakan berdasarkan gender.

Penelitian ini tidak fokus pada motivasi praktisi dalam melakukan aktivitas humas. Penelitian ini juga tidak fokus pada dampak kegiatan humas terhadap kredibilitas institusi dan tentang kepuasan publik. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap motivasinya dan efektivitas hubungan masyarakat secara lebih rinci. Penelitian tentang motivasi ini dapat diselesaikan secara online. Analisis kualitatif dengan menganalisis keseluruhan stuktur informasi dalam setting wawancara dalam pada saat yang sama. Penelitian mengenai dampak dan efektivitas Hubungan Masyarakat dapat dilakukan melalui metode survei yang lebih luas.

Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk membandingkan aktivitas humas berdasarkan faktor-faktor lain yang dianggap memengaruhi Hubungan Masyarakat. Selain itu, perlu juga dilakukan perbandingan Hubungan Masyarakat di berbagai bidang bisnis organisasi untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai praktik Hubungan Masyarakat di Indonesia. Para peneliti juga melakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan uji statistik inferensial serta uji deskriftif untuk menguji perbedaan laki-laki serta memperoleh ukuran signifikasi statistik bisa disarankan agar hal-hal berikut dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

BEST PRACTICE HUMAS : Rachmat Kriyantono, Ph,D,

PARADIGMA BARU PUBLIC RELATIONS TEORI, STRATEGI, DAN RISET : Prof. Dr. Anwar Arifin Andipate

MANAJEMEN HUMAS DI LEMBAGA PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL : Dr. Dakir, MA

Jurnal:

Rachmat Kriyantono, Ph.D. : JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA

Rachmat Kriyantono, Ph.D. Vol. 23 No. 2 Tahun 2019: Jurnal Studi Komunikasi dan Media

Rachmat Kriyantono, Ph.D. /01/Vol. 6. No. 1. Tahun 2018: Peran Manajerial dan Teknisi Humas Lembaga Pemerintah dan Swasta

Aldoory, L., (2008). Provocation in public relations: a study of gendered ideologies of power-influence in practice. Journalism and Mass Communication Quarterly, 4, 737-738.

Berger, B. K. (2005). Power over, power with, and power to relations: Critical reflections on public relations, the dominant coalition, and activism. Journal of Public Relations Research, (5)17.

Cutlip, S.M., Center, A.H., & Broom, G.M. (2011). Effective public relations 9th ed. New Jersey: Prentice Hall.

De Santo, B., Moss, D., & Newman, A. (2007). Building an understanding of the main elements of management in the communication/public relations context: A study of U.S. practitioner practices. Association for Education in Journalism and Mass Communications, 84(3), 439-454. doi: 10.1177/107769900708400303.

Dozier, D.M. (1988). Breaking public relations glass ceilling. Public Relations Review, 13 (3), 6-12.

Erzikova, E., & Berger, B. K. (2016). Gender effect in Russian public relations: A perfect storm of obstacles for women. Women's Studies International Forum, 56, 28-36.

Fakih, M. (2000). Membincang feminisme, diskursus gender perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti.

Grunig, E., Grunig, L., & Dozier, M.D. (2008). Organization of public relations function. Dalam J.E. Grunig, dkk (Eds.). Excellence in public relations and communication management. New Jersey: Lawrence Erlbaum.

Grunig, L. A., Toth, E. L., & Hon, L. C., (2002). Women in public relations: How gender influences practice. The southern Communication Journal 68 (1) 58-59.

Grunig, J.E., & Hunt, T. (1984). Managing public relations. New York: Holt, Rinehart & Winston, Inc.

Hon, L.C., Grunnig, L.A., & Dozier, M., (1992). Women in public relations: Problem and opportunities. Dalam Grunnig, J. E., (Ed.). Excellence in public relations and communications management. Hillsdale, New Yersey: Lawrence Erlbaum.

Horsley, J. S. (2009). Women's contributions to American public relations, 1940-1970. Journal of Communication Management, 13(2) , 100-115.

Janus, J. M., (2008). Gender roles, leadership and public relations (Master's Thesis). Diakses dari Proquest Dissertations &Thesis.

Jayanti, F. S. D. (2011). Peran dan konsep posisi public relations dalam perspektif gender. Universitas Atamaja Jaya Jogyakarta.

Kasiyan. (2008). Manipulasi dan dehumanisasi perempuan dalam iklan. Yogjakarta: Ombak.

Kriyantono, R., & McKenna, B. (2019). Crisis response vs crisis cluster: A test of situational crisis communication theory on two crisis clusters in Indonesian public relations. Malaysian Journal of Communication, 35(1), 222-236.

Kriyantono, R., & McKenna, B. (2017). Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia. Malaysian Journal of Communication, 33(1), 1-16.

Kriyantono, R., Amrullah, A., Destrity, N.A., & Rakhmawati. (2017). Management of public relations to socialize anti-corruption program. International Journal of Applied Business & Economic Research, 15(20).

Kriyantono, R. (2017). Teori public relations perspektif barat dan lokal: Aplikasi penelitian dan praktik. Jakarta: Prenada media.

Kriyantono, R. (2016). Public relations writing: Teknik produksi media public relations dan publisitas media. Jakarta: Prenada media.

Kriyantono, R. (2015). Public relations & crisis manajement: Pendekatan critical public relations, etnografi krisis, & kualitatif. Jakarta: Prenada media.

Lee, S., & Rodriguez, L. (2008). Four publics of anti-bioterrorism information campaigns: A test of the situational theory. Public Relations Review, 34, 60-62.

Magdalena A., Kriyantono, R., & Pratama, B.I. (2015). Identifikasi Publik berdasarkan persepsi situasional pada isu seputar pemilihan umum presiden tahun 2014 pada publik kota Malang, Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika, dan Media Massa, 18(1), 37-44.

Kriyantono, R., Ramadlan, M. F., Setiawan, A. (2015). Hidden advertising in local election era: Reducing the public's right of information and critical power of media in Indonesia, International Journal of Development Research, 5(10), 5875-5880.

Kriyantono, R. (2014). Teknik praktis riset komunikasi: Disertai contoh praktis riset public relations, komunikasi organisasi, media massa dan pemasaran. Jakarta: Prenada media.

Lattimore, D., Baskin, O., Heiman, S T., & Toth, E, L. (2010). Public relation, profesi, and praktek. New York: McGraw-Hill.

Nugroho, R. (2008). Gender dan strategi pengarus-utamaannya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Place, K. R., & Vardeman-Winter, J. (2018). Where are the women? An examination of research on women and leadership in public relations. Public Relations Review, 44(1), 165-173.

Pompper, D. & Jung, T. (2013). Outnumbered yet still on top, but for how long? Theorizing about male public relations practitioners working in a female-concentrated communication subfield. Public Relations Review, 39, 497-506.

Putra, I. G. N., (2004). Perempuan dalam dunia public relations' jurnal ilmu sosial dan ilmu politik, Universitas Indonesia, 7, 393-412.

Searson, E.M., & Johnson, M. (2010). Transparency laws and interactive public relations: An analysis of Latin American government Web sites. Public Relations Review, 36, 120-126.

Simorangkir, D, N. (2013). Lookism in Indonesia's public relations industry. Women's Studies International Forum, 40, 111-120.

Siregar, M. L. C. (2011). Konsep feminisme menurut praktisi public relations perhotelan di Balikpapan. Universitas Atmaja Jaya Jogyakarta.

Siriyuvasak, U. (2005). People's media and communication rights in Indonesia and Philippines. Inter-Asia Cultural Studies, 6(2), 245-265.

Smith, G. (2007). The prodeminance of women in public relations. PhD Thesis. Central Queensland University.

Vardeman-Winter, J., & Place, K. R. (2017). Still a lily-white field of women: The state of workforce diversity in public relations practice and research. Public Relations Review, 43(2), 326-336.

Wimmer, R. D., & Dominick, J. R. (2013). Mass media research: An Introduction. California: Wadsworth.

White, C., & Imre, I. (2013). Acceptance of democracy and public relations: Attitudes in a transitional country. Public Relations Review, 39, 394-397.

Yaxley, H. M. L. (2013). Career experiences of women in British public relations (1970--1989). Public Relations Review, 39(2), 156-165.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun