Siapa yang memasak bagi pesta kemenangannya sang pemenang?
Â
Setiap sepuluh tahun muncul sebuah sosok yang hebat?
Siapa yang membayar tagihannya?
Begitu banyak berita.
Begitu banyak pernyataan.
Â
Begitu banyak yang bisa kita lihat betapa banyak perjalanan sebuah bangsa dalam mengukir masa-masa emasnya, terlepas dari siapa rajanya, penguasa, presiden, atau pun lainnya, tetap buruh atau apapun itu namanya, selalu menjadi yang terdepan dalam mengawali sebuah peradaban yang begitu amat masyhur.
 Apakah yang tinggal di istana itu yang membangunnya? Sekali-kali tidak, mereka yang duduk di kursi-kursi bertahtakan permata itu tidak membangun suatu apapun, mereka memerintah dengan tujuan yang benar, tapi sejarah selalu menghapuskan peran siapa yang membangunnya, hanya sedikit yang dengan beraninya mengukir nama-nama mereka dalam buku-buku sejarah yang amat begitu tebal.
Pada mereka yang dengan tenaganya membangun sebuah peradaban yang begitu amat gemilang, masyhur hingga ke negeri-negeri terjauh di ujung dunia ini, sebagai bukti kecintaanya kepada yang berkuasa, walau dengan panas teriknya mereka terbakar, tapi begitu rasa kecintaanya menggelora hingga ke ujung dasar hati mereka, tidak ada satupun yang dapat menghalangi mereka dengan tenaganya untuk membuat peradaban yang begitu amat gemilang.
Sejatinya, bukan karena mereka menggunakan baju seadanya, telapak tangan mereka yang kasar karena terlalu sering digunakan, atau begitu terhinanya mereka karena melakukan pekerjaan yang begitu banyak orang hindari. Namun, bagi mereka-mereka yang mempunyai hati, mereka yang melihat jauh melampaui pemikiran manusia lainnya, mereka para buruh atau apapun namanya adalah pahlawan-pahlawan yang sejatinya melebihi para tuan, puan, raja-raja, penguasa lainnya di dunia ini.