Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

San Wardan Tidak Bisa Mati

17 November 2017   09:32 Diperbarui: 17 November 2017   09:47 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*****

Bagi saya dan Makmun, sakit San Wardan justru jadi obyek mengasyikkan. Akan mati benar-benar atau lagi-lagi bangkit, kami jadikan taruhan. Satu juta tiap orang. Awalnya itu memang ide kami, tapi kemudian banyak yang tertarik untuk ambil bagian.

"Mati!" kata saya percaya diri.

"Hidup lagi!" balas Makmun. Dari sekitar 20 orang di halaman rumah San Wardan, hanya saya sendiri yang punya pilihan lain. Sedikit gentar juga karena jika saya kalah, jujur, saya tidak punya uang lebih selain tabungan buat menjelang kawin. Saya sendirian melawan semua, jelas bukan main-main. Apalagi ludah tidak bisa dijilat kembali walaupun ingin.

"Berani?" tanya Makmun. Saya melamun. Masih tidak percaya jika seseorang akan dapat bangkit kembali, jika memang akibat sakitnya yang sekarang San Wardan benar-benar mati, empat kali beruntun.

"Berani!" jawab saya nekat. Begiu saja lalu taruhan ditetapkan.

Tapi malam itu tidak ada yang terjadi. San Wardan terdengar masih batuk-batuk hingga dini hari sewaktu akhirnya kami semua memutuskan untuk membubarkan diri.

*****

Penyesalan timbul kemudian. Bagaimana jika San Wardan dan ilmu hitamnya mampu membuktikan lagi satu keajaiban? Jika berada di posisi saya, yang ada dalam benak saya mungkin segera terpikirkan pula olah orang lain. Bayangan kekalahan yang menari-nari dalam kepala, pengaruh minuman keras semalam yang masih terasa, membuat saya kemudian menyiapkan sebuah rencana.

Saya akan mencekik orang tua yang sedang sakit itu untuk meyakinkan dia mati, lalu menyumpal kerongkongannya dengan potongan busa kasur. Dalam perhitungan saya, jika pun nanti dia mampu bangkit kembali, dia tidak akan bisa bernapas lagi sampai benar-benar mati.

Maka, siang itu saya mendatangi lagi rumah San Wardan. Potongan busa kasur bekas saya sembunyikan di balik pakaian. Kakek tua ajaib yang memilih hidup melajang itu selama ini hanya tinggal dengan seorang kemenakan. Rumahnya hanya ramai jika sore dan malam, itu pun hanya beberapa orang yang menjagainya bergantian. Kesempatan bagus seperti itu tidak akan saya sia-siakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun