Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lawan!

15 Mei 2012   10:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:16 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1337076605142481217

Lawan!

Oleh: AK Basuki

Kubangunkan anakku yang masih tertidur nyenyak seperti tak terganggu dengan pertengkaran dan keributan yang terjadi antara aku dan suamiku hampir satu jam lalu. Dia membuka mata dan bangkit dengan malas-malasan, tapi ketika aku memakaikannya baju hangat dia merengek.

"Sssh ... tidurlah lagi," bujukku. Dia justru menangis keras.

"Kau masih ingat apa yang pernah Ibu ceritakan dulu? Tentang sebuah rumah yang besar dengan halaman yang luas dan penuh dengan pohon-pohon buah? Sekarang kita akan berangkat ke sana. Kita pergi ke sana malam ini juga. Diamlah," bisikku berkali-kali di telinganya. Aku bersyukur karena tangisnya itu tidak berapa lama kemudian berhenti.

"Ngantuk," katanya masih sedikit terisak. Aku menggendongnya.

"Tidurlah saja," kubenamkan kepalanya ke bahuku lalu dia pun diam. Saat aku mengambil pakaian-pakaian kami yang telah kukemas ke dalam tas, tak sengaja mataku menangkap refleksi wajahku dalam cermin. Seraut wajah pucat dengan garis-garis luka dan lebam di matanya .....

Suamiku memukuliku lagi tanpa alasan malam ini, menjadikanku sebuah kantung pasir untuk mengasah tinju dan memanjakan kepengecutannya. Kepasrahan dan ketakutanku selama ini sudah habis dan hatiku memang telah bersiap sejak lama, sejak siksaannya yang terakhir, bahwa aku akan pergi meninggalkannya bersama anak kami satu-satunya pada saat yang tepat. Inilah saat yang tepat itu.

Telah sering kuceritakan pada anakku itu sebuah tempat yang indah, sebuah rumah berhalaman luas dengan pohon-pohon buah di mana kami akan tinggal berdua tanpa ketakutan dan siksaan, jauh sebelum malam ini.

"Hanya berdua, Ibu?" dia melonjak-lonjak kegirangan. Terbayang selalu sinar mata dan ekspresi wajahnya yang penuh keriangan jika mendengar ceritaku itu.

"Ya. Hanya kita berdua."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun