Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Susu #10 (Secara Yuridis Formal, Kali Ini Benar-benar Tamat)

10 April 2011   12:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:57 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mau apa kalian?!" teriakan Nisa menggelegar.

Aris dan Naim yang sedang berjingkat-jingkat mendekati ibunya yang sedang tertidur dengan dada tanpa susu itu terkejut setengah mati. Tidak mereka sangka, ternyata ibu yang tengah dilanda tekanan batin yang berat itu terbangun. Pisau di tangan Aris jatuh berkelontangan di lantai.

"He, buat apa pisau itu?" tanya Nisa menyelidik lalu bangkit dan memungut pisau yang jatuh itu.
Aris dan Naim diam tetapi tubuh mereka bergetar hebat, ketakutan setengah mati.

"Jawab!" bentak Nisa lagi sambil memainkan pisau itu di tangannya.

Dua anak yang menyimpan dendam kepada ibu mereka sendiri itu surut beberapa langkah ke belakang berniat melarikan diri, tapi Nisa sigap dan mendahului mereka dan menutup pintu kamar itu lalu menguncinya.

"Aku ibu kalian, aku tahu apa yang ada di benak kalian. Kalian menganggapku pembawa sial yang membuat keluarga ini berantakan dan aku anggap saja pisau ini akan kalian gunakan untuk melakukan sesuatu yang bisa melepaskan kemarahan kalian pada ibu kalian sendiri. Begitu, kan? Baiklah, kalau itu yang kalian mau, kita lakukan semua bersama-sama."

Selepas berkata itu, Nisa mendekati kedua anaknya yang paling besar itu yang sudah merapatkan tubuh mereka ke pintu kamar yang tertutup. Kegelapan menyelimuti matanya.

*****

Nisa membereskan tubuh terakhir, tubuh Iin anaknya yang ke-tiga, merapat kepada tiga tubuh yang lain. Ditutupinya tubuh-tubuh yang diam dan bersimbah darah itu dengan tikar pandan yang diambilnya dari dipan bambu di ruang tamu. Pikirannya kosong dan tanpa emosi.

Kurang dari satu jam yang lalu, pisau di tangannya telah digunakannya menghabisi anak-anaknya sendiri. Aris dan Naim, dua anak terbesarnya menjadi yang pertama. beberapa tusukan di lambung dan dada mereka membuat anak-anak itu bergelimpangan. Lalu dua anaknya yang lain, Iin dan Suri yang tengah tertidur di dalam kamar itu, menyusul kemudian.

Kini dia hanya termenung manatap hasil kebiadabannya. Dia adalah seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya, tapi tekanan berat yang dialaminya membuat dia berubah. Semua itu ditambah pula dengan pikiran bahwa tidak ada lagi kehidupan untuk mereka sehingga dibenarkannya tindakannya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun