Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Duel! Uel! El! L!

14 Januari 2011   09:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:36 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Adegan berkelahinya sudah bagus, belum?" tanya Arif, anak berumur 8 tahun yang merupakan ketua di kelompok mereka itu. Darinyalah sering lahir ide-ide untuk bermain yang mengasyikkan seperti yang mereka lakukan tadi, memainkan adegan perkelahian seperti yang sering mereka tonton di televisi. Dia pula yang membuat skenario untuk cerita tadi sekaligus menjadi sutradaranya.

"Top," kata Naim,anak yang paling kerempeng di antara mereka dan berusia 7 tahun, "editannya mulusss..!"

"Bagus, udah menjiwai banget..kaya pilem Si Pitung yang diperanin ama Dedi Mizwar," sahut Mamar yang asli Betawi, berusia 8 tahun.

"Dicky Zulkarnaen, Mar!" sergah Dhani, anak yang paling tua di antara mereka berusia 9 tahun.

"Iye, gua maksud juga ntu, Drakula!" sahut Mamar lagi.

"Menurut Daku kurang banyak berkelahinya. Sehabis ini, Dhani mati lalu Naim dan Mamar kelahi juga dengan Arif karena mereka juga suka sama aku," kata Reni, satu-satunya anak perempuan di antara mereka, usianya 7 tahun.

"Huuu...!" serempak semua anak lelaki di kelompok itu tidak terima dengan usul Reni itu.

Lalu mereka asyik bercakap-cakap seperti sore-sore biasanya sambil membahas kiranya adegan apa lagi yang akan mereka mainkan kemudian. Yang jelas tidak akan jauh dari perkelahian sebelumnya, karena kelompok anak-anak yang lebih banyak laki-lakinya itu sangat menyukai adegan perkelahian.

Seseorang mengamati mereka dari jarak yang tidak seberapa jauh, terlindung oleh pagar teh-tehan dan rimbun pohon Bougenvile di depan rumah di mana dia menempati dan menyewa sebuah kamar. Sesekali dia tertawa dan mengangguk-angguk melihat polah anak-anak yang lucu itu. Setiap sore anak-anak itu memang bermain di sana. Kadang mereka berlari berkejar-kejaran, kadang hanya duduk-duduk saja, tapi paling sering mereka memainkan adegan perkelahian dengan bumbu cerita seperti dalam film-film aksi.

Matanya tidak pernah lepas dari pemandangan itu, mengingatkan dia akan beberapa bulan yang lalu, saat dia belum datang ke kampung ini. Ah, dia rindu saat-saat itu lagi. Oleh karena itu dengan mantap kini dia berjalan ke arah anak-anak itu. Sedikit banyak anak-anak itu sudah mengenalnya, seorang yang baru saja datang ke lingkungan itu dan menyewa sebuah kamar di rumah Haji Zabur.

"Kenapa tidak diteruskan? Adegan yang kalian buat bagus sekali. Om sampai selesai melihatnya dari sana," katanya menyapa anak-anak yang sedang bermain itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun