Konsep keaksaraan haruslah menumbuhkan rasa ingin tahu dan kosakata baru tiap hari melalui penididikan yang bermakna, bukan hanya menghafal huruf atau mengajarkan aksara yang belum sesuai jangkauan usianya.Â
Pemahaman seperti ini haruslah di induksikan sekolah pada orang tua sehingga sikap perilaku orang tua bisa mengajarkan keaksaraan dengan benar melalui teladan dan contoh-contoh setiap harinya.
Baca juga : Menelusuri Jejak Kuno Aksara di Nusantara
Mengembangkan komunitas masyarakat setempat mengajarÂ
Komunitas masyarakat belajar artinya ada keterlibatan masyarakat guna mengatasi permasalahan keaksaraan. Komunitas yang di bangun tidak harus berjumlah besar namun bisa dalam jumlah 2 atau 3 orang saja.
Misalkan seorang siswa yang rumahnya bertetangga atau bersaudara dengan orang yang bisa mengajari membaca menulis berhitung maka orang dewasa yang bisa mengajar haruslah berperan aktif pada pembelajaran keaksaraan ini, komunitas kecil seperti ini akan menekan resiko penularan wabah Covid-19 sekaligus memiliki manfaat transfer pengetahuan keaksaraan bagi anak usia belajar.
Pembentukan komunitas ini sangat bergantung pada komitmen pengajar dan siswanya, semakin tinggi komitmen yang yang dimiliki oleh orang tua, siswa dan masyarakat maka akan tinggi pula tingkat keberhasilannya.
Tentu kita ingin virus Corona akan segera pergi dari Bumi Pertiwi. Namun ibarat vaksin maka hendaknya kita memiliki payung agar kita bisa terus berjalan meskipun hujan deras melanda.Â
Demikian juga pendidikan keaksaraan harus terus dikembangkan meski dalam kondisi sulit sekalipun. Karena mendidik generasi di masa pandemi akan membekas di ingatan dan menjadi generasi yang luar biasa di masa depan
Aris Kukuh Prasetyo, S.Pd.M.Pd
Top 50 Guru Dunia 2020 (Global Teacher Prize)