"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" -- Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer atau akrab dipanggil Pram lahir di Blora 06 Februari 1925 kemudian kembali memeluk bumi pada 30 April 2006, Pram adalah penulis serta novelis angkatan '45 yang dipelopori oleh Chairil Anwar. Pada angkatan ini tema-tema yang dikemukakan berisikan revolusioner dan perjuangan karena rasa cinta tanah air yang begitu pekat. Tema ini sejalan dengan novel-novel karangan Pram yang berfokus pada sejarah berdasarkan pengalaman beliau, salah satunya "Di Tepi Kali Bekasi" yang akan dianalisis menggunakan teori pengkajian fiksi, Robert Stanton. Unsur Intrinsik yang akan dikaji terkait tema, fakta, dan sarana cerita.
Pada bagian akhir novel, diberikan sebuah fakta bahwa novel ini diterbitkan dalam dua bentuk, yang pertama berjudul "Krandji-Bekasi Djatuh" tahun 1947. The Voice of Free Indonesia merupakan penerbit buku Jakarta ini separuh yang terakhir. Separuh pertama pernah diterbitkan oleh Penerbit Gapura tahun 1950 kemudian habis terjual pada tahun 1953. Namun, pengedaran novel "Di Tepi Kali Bekasi" berhenti karena penerbit Gapura tak punya niat untuk meneruskan usahanya, karena hal ini penerbitan Balai Pustaka mengambil alih. Penerbit pertama disita Belanda yang mengakibatkan hanya sebagian kecil saja dari novel "Krandji-Bekasi Djatuh" dapat diedarkan. Novel ini baru satu per-empat saja dari naskah yang asli, tiga per-empat disita oleh Nefis dan tidak pernah dikembalikan.
Novel "Di Tepi Kali Bekasi" mengisahkan tokoh Farid yang nekat menjadi tentara bersama dua temannya, Amir dan Soerip. Bapaknya Farid sungguh tak mengizinkan sebab takut Farid disangka pelopor (barisan Jepang, musuh Belanda setelah masa proklamasi) dan cemas apabila Farid menjadi kurban peluru garis depan. Jelas bapaknya Farid melarang, karena beliau pernah mengalami hal serupa ketika pertempuran kecil atau besar di Aceh. Tapi, rasa nasionalis Farid kuat, ia bergegas pergi ke Cikampek menggunakan kereta bersama dua temannya. Mereka adalah sekumpulan pemuda tidak berpengalaman dalam militer atau sekadar pernah mengalami melalui perang. Soerip si penakut dan Amir si darah perajurit. Maka dari itu, tak lama mereka tiba Amir sudah dipanggil oleh Kapten. Amir pun tampak di kepala barisan bagian senapan mesin untuk berangkat ke stasiun.
1. Tema
Menurut Stanton (2007:7) tema adalah gagasan utama yang memiliki kekuatan dalam menyatukan kejadian-kejadian yang sedang diceritakan bersamaan dengan mengisahkan kehidupan dalam konteks yang paling umum. Tema dalam novel "Di Tepi Kali Bekasi", yaitu:
a. Rasa kasih sayang terhadap anak
"Hatinya mulai bimbang. Ia merasa tidak senang diberi makan orang, barangkali. Pada suatu hari ia minta permisi pergi ke Tjikampek. Katanya hendak menemui kamu, Farid. Tetapi entahlah, saja tidak tahu, apakah ia pergi ke sana atau tidak."
b. Kompleksitas Romansa
Farid adalah Amir. Tak berbeda. Terus-terang sikapnja. Tindak-lakunya sepeti potret jang seklise dengan Amir. Memang tak djarang gadis itu bertanja dalam haitinja, mengapa demikian rapuh tjinta itu? Tetapi keras djuga ia membantah: Tjintanja pada pemuda itu adalah landjutan tjintanja kepada Amir. Kedua-duanja masih muda, bunga bangsa. Keduanja-duanja bertjita-tjita tinggi: untuk kemuliaan bangsa dan tanah-air. Nanny belum insaf bahwa ia dibohongi oleh hatinja sendiri.