"Jadi berapa pendapatan seorang nelayan yang menjadi pekerja di sebuah perusahaan perikanan?," tanya penulis
"Nelayan mula-mula yang tugasnya hanya bantu membantu, bisa memperoleh sekitar RM 1.000 -- RM 2.000 (sekitar Rp 3,5 Juta -- Rp. 7 Juta) per bulan. Kalau hasil tangkapan lagi bagus, bisa lebih dari itu. Mereka bisa dapat tambahan insentif dan persentase pembagian hasil" ujar Antoni, salah seorang WNI yang sudah lama dipercaya menjadi kapten kapal.
"Pendapatan tersebut relatif bersih karena makan dan minum selama bekerja di tanggung perusahaan," tambah Antoni.
Sebuah pendapatan yang tidak kecil bagi seorang nelayan pemula, apalagi bila dibandingkan dengan pendapatan yang tidak menentu di daerah asalnya.Â
Dengan keadaan seperti ini maka tidak mengherankan apabila banyak WNI dari berbagai daerah seperti NTT mencoba peruntungan dengan bekerja di Malaysia, termasuk di Sabah. Entah menjadi nelayan ataupun pekerja perkebunan sawit.
"Dengan pendapatan yang relatif cukup, apakah terdapat masalah yang dihadapi selama menjadi nelayan?," tanya penulis
"Permasalahan utama adalah keluarga. Pemerintah Malaysia tidak memberikan ijin tinggal bagi keluarga. Sehingga mereka harus tinggal di luar Sabah dan karenanya kami harus berpisah sementara untuk waktu yang lama. Karena kalau sering-sering kembali ke kampung halaman untuk bertemu keluarga, pendapatan kami bisa habis di ongkos," ujar Silaus.
"Tapi beruntung wilayah Kunak ini tidak jauh dari Pulau Sebatik, sehingga kemudian sebagian dari keluarga kami bisa menempatkan keluarganya di sana dan dikunjungi sebulan sekali," tambah Silaus.
Sebagai informasi, Pulau Sebatik adalah sebuah pulau yang terletak di perbatasan Indonesia -- Malaysia, antara Tawau dan Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan.
Tiga perempat bagian pulau ini merupakan wilayah Indonesia dan seperempatnya wilayah Malaysia. Terdapat transportasi laut yang menghubungkan Tawau -- Nunukan setiap harinya.
"Lalu permasalahan lainnya apa?," tanya penulis lagi