Tentu saja sangat disadari bahwa upaya memperkokoh ideologi Pancasila bukanlah tugas yang mudah. Banyak tantangan yang mesti dihadapi, baik internal maupun eksternal.
Secara internal, kita dihadapkan pada masalah kesenjangan sosial dan ekonomi; perbedaan agama, budaya dan etnis; kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang Pancasila; pengaruh globalisasi dan perubahan sosial dan konflik politik dan ideologi.
Sementara tantangan eksternal yang mengemuka antara lain pengaruh ideologi asing yang bertentangan; ancaman terorisme dan ekstremisme; perubahan geopolitik dan ekonomi global; pengaruh media sosial dan teknologi dan ketergantungan pada kekuatan asing.
Memperkokoh Pancasila Melalui Pendidikan
Menyikapi tantangan yang mengemuka perlu strategi terpadu dan efektif dalam memperkokoh ideologi Pancasila, salah satunya melalui pendidikan. Melalui pendidikan, nilai-nilai Pancasila dapat diperkenalkan sejak dini dan membentuk kesadaran dan pemahaman yang mendalam.
Melalui pendidikan dapat pula dikembangkan kemampuan kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang tepat, dapat dilakukan peningkatan kesadaran nasional dan cinta tanah air, dilakukannya pengajaran toleransi dan menghormati keberagaman dan dilakukannya pengembangan kemampuan sosial dan empati.
Untuk dapat melaksanakan strategi terpadu dan efektif diperlukan peran aktif semua pihak terkait yaitu Pemerintah yang memiliki peran penting dalam penyusunan kebijakan, Masyarakat yang memiliki peran aktif dalam memperkokoh Pancasila, Pendidik yang berperan dalam mengajarkan nilai-nilai Pancasila, Tokoh masyarakat dalam hal keteladanan dan sebagai penggerak dan Media yang berperan dalam penyebaran informasi yang akurat.
Dalam kaitannya dengan peran Pemerintah sebagai penyusun kebijakan pendidikan dan penguatan karakter Pancasila, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pemerintah telah memasukkan kembali mata pelajaran Pancasila dalam kurikulum pendidikan nasional. Dimasukkannya kembali Pendidikan Pancasila ke kurikulum pendidikan telah mengakhiri kekosongan pembelajaran Pancasila di sekolah sejak Reformasi 1998 atau lebih dari dua dekade. Â
Sebagai tindaklanjutnya, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi saat itu, telah mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan formal, khususnya di dalam Kurikulum Merdeka Belajar. Selanjutnya, melalui Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah disusun dan diterbitkan Buku Teks Utama (BTU) Pendidikan Pancasila yang terdiri dari dua buku, yaitu Buku Siswa dan Buku Panduan Guru. Pembuatan buku ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila di kalangan siswa dan guru.
Berbeda dengan buku teks pendidikan Pancasila di masa lalu yang hampir semua berisi materi pengetahuan Pancasila (kognitif), peserta didik cenderung dididik untuk lebih banyak menghafal pengetahuan Pancasila dibandingkan mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, maka di dalam BTU Pendidikan Pancasila yang disusun BPIP ini komposisinya dirombak total.
BTU Pendidikan Pancasila versi baru hanya memuat 30 persen aspek kognitif seperti Sejarah Pancasila, Nilai-nilai Pancasila dan kedudukan Pancasila. Sisanya 70 persen memuat aspek afketif (perilaku) tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan peran serta peserta didik dalam memperkuat Pancasila. Dengan komposisi seperti ini, peserta didik dituntut untuk lebih banyak mempraktikkan pengetahuan yang didapat ke dalam perilaku sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, keluarga, RT, RW dan lingkungan lebih luas lagi.