"Seingat saya, di pulau Sangir tidak ada perkebunan kopi dan masyarakatnya sebagian besar adalah nelayan. Atau cuma nama saja seperti bika Ambon yang ternyata bukan dari Ambon, Maluku," pikir saya
"Enggak ada hubungannya dengan masyarakat Sangir bro. Tapi memang singkatan dari "sama-sama mengerti atau saling mengerti"," jawab teman saya.
Teman saya tersebut kemudian menjelaskan bahwa nama 'sanger" muncul konon karena kopi yang disajikan memiliki takaran sedikit dibanding kopi pada umumnya. Katanya, sajian kopi ini memang dibuat dari sebuah ketidaksengajaan.
Dari bersilancar di internet, diketahui bahwa kopi sanger sebenarnya adalah gaya minum kopi yang berasal dari warung-warung kopi di Banda Aceh. Saat itu banyak mahasiswa di Banda Aceh yang ingin minum kopi susu tapi isi kantongnya terbatas. Â Mereka pun kemudian minta dibuatkan kopi susu dengan harga murah meriah.
Mengerti dengan kondisi mahasiswa, para pemilik warung kopi pun kemudian membuat kopi dengan takaran yang disesuaikan (maksudnya dikurangi), misalnya sedikit mengurangi susunya. Karena kebiasaan seperti itu terus berlangsung dari waktu ke waktu, maka lama kelamaan, terbitlah ungkapan 'sama-sama ngerti' yang disingkat jadi 'sanger'.
Dalam perkembangannya, kopi sanger tidak hanya terkenal di Aceh, tetapi surah menyebar ke Medan, Sumatera Utara.
Setelah memahami arti sanger, maka saya pun mencoba menerapkan makna sanger atau sama-sama mengerti dengan tidak protes ke palayannya. Saya mencoba mengerti, mungkin si pelayan salah denger dan salah mengerti (semuanya bisa disingkat sanger).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H