Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Melongok Petruk Berkuasa dan Lupa Daratan Lewat Pameran Melik Nggendong Lali

23 Mei 2024   07:30 Diperbarui: 23 Mei 2024   07:37 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertanyaan Ngawur, sumber gambar: Aris Heru Utomo

"Iya, benar. Tapi kemarahan yang saya kemas dalam karya seni," jawab BK

Apa yang disampaikan BK ada benarnya karena semua kemarahan atau kegelisahannya dan hasil dari laku wirid visualnya diwujudkan dalam karya seni yang apik. Sebagai contoih bagaimana BK menggambarkan kondisi perpolitikan saat ini lewat karya "Koalisi Indonesia Mundur". BK sepertinya ingin menggambarkan kelucuan perpolitikan tanah air lewat sosok-sosok badut sedang berakrobat. Dihadirkan pula sosok badut berpeci sedang menggigit sendal jepit.

Ada juga karya seni berbahan kramik berjudul "Pertanyaan Ngawur" yang menampilkan pertanyaan "apa agamamu" dan dijawab "Mbuh".

Pertanyaan Ngawur, sumber gambar: Aris Heru Utomo
Pertanyaan Ngawur, sumber gambar: Aris Heru Utomo

Menyaksikan karya-karya seni BK dalam pameran ini, pengunjung seperti dihadapkan pada pilihan-pilihan bebas dalam menafsirkan setiap karya yang ditampilkan. Dalam kajian hermeneutis, salah satu kajian filsafat bahasa yang mencoba meletakkan teks dalam perspektif yang lebih substansial yang disebut "inner meaning of the text", penafsiran ini pasti melampaui makna-makna tekstualis litterer ad hoc bahkan melampaui relasi teks dengan konteks atau kontekstualisasi teks.

Disinilah bisa disebut bahwa pengarang itu telah terbunuh dalam pameran. Makna dari seni itu bukan lagi berasal dari seniman, pengarang, atau pembuatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun