Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12/2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah yang menghapus Pramuka sebagai kegiatan ekstrakulikuler wajib bagi siswa di sekolah, saya jadi teringat dengan pengalaman ketika mengikuti kegiatan Gerakan Pramuka saat menempuh pendidikan di sekolah dasar dan masa awal sekolah menengah pertama.
Di tengah pro dan kontra hadirnya Peraturan MenteriSeperti ditulis dalam situs web Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Gerakan Pramuka (singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Orang Muda yang Suka Berkarya) adalah organisasi pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan yang dilaksanakan di Indonesia.
Sebagai organisasi pendidikan nonformal, maka kegiatan pendidikan "Kepramukaan", prosesnya dilakukan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak dan budi pekerti luhur.
Adapun sebutan bagi menjadi anggota Gerakan Pramuka adalah Pramuka Siaga (7-10 tahun), Pramuka Penggalang (11-15 tahun), Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun). Kelompok anggota yang lain disebut anggota dewasa.
Berdasarkan pengelompokan di atas, saya ingat pernah menjadi Pramuka Penggalang secara aktif ketika duduk di sekolah dasar dan masa awal sekolah menengah pertama.
Saat di sekolah dasar, jika tidak ada alasan lain, setiap hari Minggu saya selalu datang latihan Pramuka di sekolah. Saya mengenakan pakaian coklat muda dan celana pendek coklat tua dengan ikat pinggang hitam berlogo Gerakan Pramuka. Di leher terdapat ikat leher yang dulu saya sebut kacu (sekarang istilahnya setangan) merah putih berbentuk segi tiga. Selain berpakaian lengkap pramuka, saya pun membawa sebatang tongkat bambu setinggi 1,60 cm dan tali pramuka di pinggang.
Saya masih ingat, regu Penggalang saya saat itu adalah Garuda. Selain regu Garuda, terdapat pula regu penggalang putra lainnya di sekolah yaitu kelinci dan rajawali.
Selama berlatih pramuka di sekolah, kami diberikan pembelajaran oleh kakak-kakak Pembina antara lain mengenai etika dan sopan santun, kedisiplinan, gotong royong dan lain-lain. Selain itu, kami juga diajari berbagai ketrampilan seperti tali temali, pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), dan tentu saja baris berbaris.
Selain latihan rutin setiap hari Minggu, hal yang menyenangkan selama mengikuti kegiatan pramuka adalah mengikuti mengikuti perkemahan, baik perkemahan sabtu minggu (Persami) atau Jambore Pramuka. Alhamdullilah saya sudah mengikuti semuanya, baik Persami ataupun Jambore Pramuka tingkat daerah dan nasional (saat itu di bumi perkemahan Cibubur yang baru saja dibangun)
Banyak hal mengesankan setiap kali mengikuti perkemahan, mulai dari mengikuti kegiatan membangun tenda, memasak di alam terbuka ataupun mengikuti serangkaian permainan dan tantangan di alam terbuka, seperti hiking, berburu jejak, membaca kode semaphore, bermain mainan tradisional seperti enggrang dan bahkan mempelajari teknik bertahan hidup sederhana di hutan.
Terkadang ada pula kegiatan lomba lingkungan di sekitar tenda ataupun karnaval dengan rute tertentu. Disini para anggota Pramuka dituntut untuk menunjukkan kreativitasnya dalam membangun dan menata tenda agar tampak rapih dan serasi menggunakan peralatan sederhana yang tersedia atau saat karnaval menampilkan kreasi busana atau kostum dari berbagai daerah di Nusantara.