Ketiganya setuju atas usulan Oki untuk merenovasi rumah dengan dana yang didapat dari menggandaikan sertifikat tanah. Setelah direnovasi, wahana rumah hantu tersebut mulai ramai kembali. Namun belum lagi menghasilkan pemasukan yang cukup, seorang pengunjung yang ternyata seorang politikus justru meninggal di dalam wahana.
Walhasil, Jegel, Boris, Oki, dan Bene harus mencari cara agar kematian sang politikus tak merusak sumber keuangan mereka. Disinilah kelucuan-kelucuan lahir.
Dimainkan oleh sebagian besar komedian alumni SUCI, termasuk para pemeran pembantu dan cameo, Â Agak Laen berhasil menghadirkan ledakan tawa sepanjang film yang juga bisa menjadi pereda stres di tengah suasana memanas politik 2024.
Selain cerita komedi, Agak Laen juga menampilkan drama keluarga yang tampak antara lain dari adegan Oki merawat ibunya yang sedang sakit dan pertengkaran antara Bene dan Oki.
Terdapat pula sekilas masalah percintaan antara Bene dengan pacarnya. Â Keinginan Bene menikahi pacarnya yang bernama Naomi (diperankan oleh Anggito Marito) terhalang permintaan calon bapak mertuanya agara acara pernikahan putrinya dihadiri seribu orang dan menghadirkan hiburan musik live. Sedangkan Bene tidak memiliki cukup uang untuk memenuhi permintaan tersebut.
Terlepas dari jenis film yang bergenre komedi horor, penulis melihat bahwa Agak Laen memuat pesan yang menyentuh tentang aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara nyata seperti kerjasama atau gotong royong, persahabatan dan keberagaman.
Di tengah keterbatasan ekonomi, keempatnya bergotong royong melakukan perbaikan pengelolaan dan inovasi terhadap wahana rumah hantu agar kembali ramai dikunjungi. Di Agak Laen, pesan gotong royong bukan hanya digambarkan di film, tetapi tetapi diperlihatkan secara nyata dari keterlibatan banyak sekali komika, mulai dari produser, sutradara hingga pemain.
Meski sekilas, sejumlah komika hadir di Agak Laen. Mereka adalah Mamat Alkatiri sebagai Beben, Sadana Agung Sulistya sebagai Obet, Arief Didu sebagai Basuki Munandar, Praz Teguh sebagai Bedul, Soleh Solihun sebagai oknum tentara, Ernest Prakasa sebagai ahli bahasa isyarat, Aci Resti, Ardit Erwandha, Denny Gitong, Dicky Mangoy, Kristo Immanuel, dan Nopek Novian sebagai pengunjung rumah hantu, Rais Marasabessy sebagai preman, Ge Pamungkas sebagai pelempar bola dan Yono Bakrie sebagai pria berwajah unik.
Selain pesan gotong royong, pesan lainnya adalah mengenai persahabatan dari keempat Pengelola wahana rumah hantu. Keempatnya bahu membahu daam menyelesaikan masalah yang dihadapi, misalnya mendukung Oki agar terus memberikan pengobatan ibunya yang sedang sakit atau menyemangati Bene agar dapat memenuhi permintaan calon bapak mertuanya.
Pesan berikutnya adalah mengenai keberagaman yang diselipkan dengan apik dalam Agak Laen. Lihat saja komposisi pengelola wahana Agak Laen. Meski  mereka berasal dari etnis dan agama yang berbeda, namun ke empatnya tetap dapat bekerja sama dengan baik tanpa kendala isu identitas.