Pembicaraan pro dan kontra seperti tersebut di atas berseliweran di masyarakat, setelah penghitungan suara di TPS pada Pemilu Serentak 14 Februari 2024 selesai. Sejumlah lembaga survei merilis hasil quick count yang mengunggulkan pasangan Prabowo-Gibran di kisaran angka 58 berbanding 24 (Anies-Muhaimin) dan 16 persen (Ganjar-Mahfud).
Terjadinya pandangan yang pro dan kontra soal hasil Pemilu 2024 seperti sekarang ini sesungguhnya bukanlah yang pertama. Dalam setiap pemilu selalu terjadi perdebatan panas yang menguras energi dan pikiran masyarakat, salah satunya terjadi setelah melihat tayangan quick count di televisi.
Menanggapi munculnya perdebatan panas seperti tersebut di atas, pengamat politik Eep Saefulloh Fatah mengatakan bahwa sesungguhnya quick count merupakan metode ilmiah untuk memotret hasil Pemilu dengan sangat cepat menggunakan TPS sampel. Namun demikian, data quick count bukanlah data resmi hasil pemilu karena data yang sesungguhnya adalah data yang dihitung dan diumumkan resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Oleh karena itu, untuk mencegah perdebatan yang berkepanjangan, dalam sebuah tayangan di kanal Youtube miliknya, dengan nada keras Eep menyampaikan bahwa penayangan hasil quick count di stasiun tekevisi harus segera dihentikan. Sebagai gantinya, stasiun televisi menyiarkan secara terus menerus hasil perhitungan nyata (real count) yang dilakukan KPU sesuai jumlah surat suara yang masuk.
Menurut Eep, penayangan real count KPU di stasiun televisi sesungguhnya merupakan bagian dari pertanggungjawaban publik bagi penyelenggara pemilu tersebut. Melalui pertanggungjawaban publik, KPU dapat memperlihatkan bahwa perhitungan suara dilakukan dengan jujur tanpa memanipulasi Formulir Model C1-Plano atau catatan hasil penghitungan suara Pemilu 2024 pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) seperti yang disampaikan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam perbincangan di Rosi Spesial Kompas TV, Jumat (16/02/204).
Sementara itu bagi KPI, sekarang saatnya untuk meminta seluruh lembaga penyiaran untuk memberhentikan tayangan berisi hasil quick count, real count versi lembaga survei, dan klaim kemenangan serta ucapan selamat kepada pasangan Capres-Cawapres tertentu.
Pemberhentian tayangan data quick count perlu dilakukan demi kepentingan publik yang lebih besar dan untuk menjaga integrasi nasional dan tidak meresahkan dan menyesatkan masyarakat. Karena bagaimanapun tayangan-tayangan hasil quick count seolah memaksa masyarakat untuk menerima hasil Pilpres dan menganggap bahwa negara ini sudah memiliki Presiden baru.
Dan bagi KPI, penghentian tayangan hasil quick count sendiri bukanlah yang pertama. Sebelumnya pada Pemilu 2014, KPI pernah memerintahkan seluruh lembaga penyiaran untuk menghentikan siaran quick count, real count, klaim kemenangan dan ucapan selamat secara sepihak kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sampai tanggal pengumuman resmi hasil Pemilu oleh KPU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H