Silvany pun mengungkapkan dirinya bingung dengan sikap Vanuatu, yang selalu berusaha mengajari negara lain, tanpa memahami prinsip fundamental dari Piagam PBB.
"Saya bingung, bagaimana bisa sebuah negara berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB," ujar Silvany
Dua prinsip fundamental itu, lanjut Silvany, adalah tidak mengintervensi urusan domestik negara anggota lain dan menghormati kedaulatan serta integritas wilayahnya. Silvany juga meminta Vanuatu menjalankan terlebih dahulu apa yang tercantum dalam Piagam PBB.
"Sebelum hal itu dilakukan, tolong jangan menceramahi negara lain," tegas Silvany.
Lebih lanjut Silvany mengatakan bahwa tuduhan Vanuatu itu hal yang memalukan. Vanuatu terlalu ikut campur dengan urusan Indonesia.
"Ini memalukan, bahwa suatu negara terus memiliki obsesi tidak sehat yang berlebihan tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau memerintah sendiri," ujarnya tegas.
Hal penting lain yang disampaikan adalah penegasan bahwa Vanuatu bukanlah representasi masyarakat Papua. Vanuatu jangan  berkhayal soal Papua di Indonesia.
"Kalian bukan representasi masyarakat Papua, dan tolong jangan berkhayal mengenai hal tersebut," tegas Silvany.
Menyimak pernyataan tegas diplomat Indonesia di PTRI New York, tampak jelas kegerahan Indonesia terhadap Vanuatu yang terus menerus bicara soal pelaksanaan HAM, seolah-olah hanya dia yang mengerti soal HAM.
Vanuatu jelas tidak paham bahwa jauh sebelum Deklarasi Universal HAM pertama kali diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948, Indonesia sudah mengadopsi nilai-nilai HAM melalui nilai-nilai Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Dalam hal HAM di Papua Barat pun Indonesia melakukan penegakan HAM dengan sungguh-sungguh.