Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pancasila dan Liga Champions

3 Juni 2019   06:12 Diperbarui: 3 Juni 2019   08:56 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis live di televisi / Foto pribadi

Dengan prinsip tersebut, tidak mengherankan apabila seorang pemain berhasil mencetak gol dan melakukan selebrasi perorangan misalnya dengan bersujud seperti yang dilakukan Salah, teman-teman si pencetak gol akan memeluknya dengan gembira.

Dalam kasus selebrasi Salah yang bersujud di lapangan usai mencetak gol dan tidak ada larangan dari pelatih atau official lainnya, memperlihatkan bahwa dalam sepakbola juga berlaku sila pertama Pancasila yang senantiasa menghormati semua pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda. 

Dalam kaitan ini, pelatih Liverpool Jurgen Klopp yang non-Muslim jelas sekali sikapnya, sejak awal ia memberikan kebebasan kepada Salah yang seorang Muslim untuk menjalankan ibadah puasa sebelum dan selama pertandingan.   

Melalui sepakbola kita juga melihat bahwa pemain-pemain sesungguhnya merupakan anak-anak manusia yang bergulat dengan kerasnya kehidupan. Pergulatan dengan kerasnya kehidupan itu tidak selalu berakhir dengan kemenangan. 

Sering pergulatan mati-matian itu hanya mengantarkan para pemain dan penonton yang terlibat dengan mereka kepada kegagalan yang pahit dan menyedihkan. 

Itulah sebabnya di dalam bola kita dapat melihat dan merasakan tragedi, komedi, ketabahan untuk menerima kegagalan, tekad dan keberanian untuk selalu bangun meraih kemenangan. Memang sepak bola membawa tawa. Tetapi sepak bola juga yang membawa tangis.

Seperti ditulis Sindhunata dalam bukunya "Air Mata Bola", sepak bola dengan amat tegas melibatkan penontonnya untuk senantiasa berani berada di antara kemenangan dan kegagalan. Karena itu, sepak bola dapat mengajari orang untuk menghadapi kenyataan nasib. 

Dan nasib itu, entah kesuksesan entah kegagalan, tidak terbaca dalam suatu pergulatan dalam rentang waktu yang lama, tetapi tiba-tiba terjadi dalam peristiwa tidak terduga, serta dalam waktu yang amat pendek dan sesingkat-singkatnya. Kalah atau menang itu sering ditentukan hanya dalam waktu tiga menit saja.

Sepakbola adalah permainan yang tidak selalu mengandalkan kemampuan fisik, teknik, ketangguhan mental, dan kualitas permainan, sepakbola juga menampilkan sportivitas, aturan main, dan etika. 

Untuk menegakkan aturan main dan etika bermain, dalam pertandingan sepak bola terdapat wasit dan hakim garis yang benar-benar profesional sehingga dapat menegakkan keadilan dalam pertandingan. Wasit dan hakim garis inilah yang menegakkan aturan main dan etika bermain di lapangan.

Seperti halnya sepakbola, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pun, kemenangan dan kegagalan menjadi suatu keniscayaan yang mewajibkan peserta dan pendukungnya untuk berani menerima realita kemenangan dan kegagalan.  Adanya hakim yang professional dan jujur diperlukan untuk menegakkan keadilan dan aturan main.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun