Ada yang menarik saat menyaksikan tayangan Mata Najwa di salah satu TV swasta pada 26 Desember 2018 jam 20.00. Pada tayangan Mata Najwa dengan judul "Pelobi Nyawa,"Najwa Shihab sebagai host acara memperlihatkan tugas-tugas diplomat yang tidak dibayangkan orang pada umumnya.
Umumnya orang membayangkan diplomat adalah suatu profesi yang kerjanya jalan-jalan ke luar negeri, menghadiri sidang-sidang internasional di ruang yang ber-AC dan melakukan lobi-lobi dengan mengenakan jas dan dasi yang mahal, pintar bermain kata dengan bahasa diplomatis, terikat dengan aturan-aturan protokol, dan makan makanan enak beralkohol dan berkolesterol.
Pada tayangan Mata Najwa malam itu, publik justru diperlihatkan bagaimana para diplomat mesti berjibaku untuk menyelamatkan nyawa WNI yang terancam oleh hukuman mati, berada di daerah konflik atau mengalami penyanderaan yang kejam. Dalam pelaksanaan tugas melindungi dan menyelamatkan WNI, tidak jarang para diplomat mesti bertaruh nyawa.
"Ketika kami akan memasuki Yaman lewat kota Al Tuwal di Arab Saudi, petugas imigrasi Arab Saudi heran. Ketika banyak orang justru berusaha meninggalkan Yaman, para diplomat Indonesia kok malah ingin masuk Yaman', ujar Sapto Anggoro, mantan Ketua Tim Percepatan Evakuasi di Yaman 2015, Â menceritakan pengalamannya saat memasuki Yaman untuk mengevakuasi WNI yang berada disana. Saat itu Yaman sedang mengalami konflik hebat akibat perang.
"Misi kita adalah kemanusiaan untuk membawa WNI yang masih ada di Yaman," jawab Sapto menanggapi keheranan petugas imigrasi Arab Saudi tersebut.
Sempat tertahan karena isu rompi, Sapto dan tim pun kemudian berhasil masuk ke wilayah konflik di Yaman. Bekerjasama dengan para mahasiswa disana, Sapto dan anggota timnya lantas menjalankan misinya mengumpulkan WNI yang ada disana dan menampungnya di suatu tempat yang aman, sebelum para WNI dikeluarkan dari Yaman dan diterbangkan ke Indonesia.
Pengalaman berbeda dialami Diah Asmarani dan Mahkya Suminar, dua orang diplomat wanita Indonesia yang pernah bertugas di Ankara, Turki dan Damaskus, Suriah. Keduanya menceritakan pengalamannya antara lain mengamankan TKW yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang atau karena kabur dari majikan.Â
Agar misinya melindungi WNI berjalan lancar, kedua diplomat wanita tersebut harus bisa melobi berbagai pihak dimana mereka ditugaskan seperti  kepolisian, imigrasi, majikan si TKW ataupun agen pengerah tenaga kerja.Â
Permasalahan yang harus diselesaikan tidak semudah yang dibayangkan karena kondisi dan aturan yang berbeda antara Suriah dan Turki.
Pengalaman lain lagi dikisahkan Joshi Iskandar yang pernah bertugas di Nairobi, Kenya. Pada saat itu ia harus menyelamatkan WNI yang disandera di kapal Nahman 3. Dengan penuh kesabaran dan menerapkan strategi yang hati-hati dan terukur akhirnya WNI yang disandera selama empat tahun dapat dibebaskan dengan selamat tanpa membayar uang tebusan.
Yoshi bercerita bahwa ia harus sangat berhati-hati dalam berunding dengan penculik dan pemberontak agar WNI yang disandera tidak dihukum mati atau disiksa oleh para penculik. Pengalaman negara lain yang kurang berhati-hati dalam perundingan dan mengkibatkan para sandera dihukum mati, menjadi pembelajaran yang berharga agar tidak terulang saat melakukan perundingan dengan penyandera.
Menutup acara, Menlu Retno Marsudi yang turut hadir sejak awal acara bersama Dirjen Protkol dan Konsuler Kemlu Andri Hadi dan Direktur Perlindungan WNI/BHI Lalu Muhammad Iqbal memberikan penjelasan mengenai tugas-tugas diplomat. Ada lima tugas pokok diplomat yaitu representing (mewakili negara), promoting (melakukan promosi dimana diplomat ditugaskan), negotiating (melakukan perundingan), reporting (melakukan pelaporan tentang berbagai hal di tempat tugasnya) dan protecting (perlindungan).
Menurut Menlu Retno, selama ini yang menonjol di publik adalah tugas yang terkait dengan negotiating (perundingan). Dimana publik melihat diplomat duduk di meja perundingan dengan berpakaian jas rapih, berpidato, bersalaman dan sering terlihat tersenyum. Padahal ada empat tugas lainnya yang tidak kalah pentingnya yang tidak terekspose.
Khusus Indonesia, saat ini tugas-tugas protecting (perlindungan) kepada WNI menjadi salah satu tugas yang sangat penting. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa tingkat mobilitas WNi saat ini telah sedemikian cepat dan luas, menyebar ke seluruh belahan bumi, termasuk ke kawasan konflik.
Karenanya, agar para diplomat Indonesia dapat maksimal melaksanakan tugasnya dalam memberikan perlindungan terhadap WNI yang berada di luar negeri, Â sejak awal mengikuti pendidikan diplomat, para diplomat muda dibekali pengetahuan mengenai perlindungan WNI yang jauh lebih banyak dibandingkan diplomat jaman Menlu Retno.
Bukan hanya itu, memperhatikan kompleksitas permasalahan perlindungan WNI, tidak jarang kendali jalannya operasi perlindungan dipimpin langsung oleh Menlu seperti yang dilakukan saat melakukan evakuasi 2000-an WNI dari Yaman. Dalam operasi ini Menlu Retno memimpin langsung jalannya operasi dan mengikuti perkembangannya dari menit ke menit. Bahkan karena perbedaan waktu, bisa tidak tidur selama dua hari.
Dengan keterlibatan langsung tersebut, maka jika muncul hambatan-hambatan yang tidak bisa diselesaikan di level teknis di lapangan, bisa diselesaikan di level pimpinan yang lebih tinggi.Â
Menlu Retno menceritakan pengalamannya saat harus menghubungi Menhan Arab Saudi ketika pesawat yang akan digunakan untuk mengangkut WNI yang dievakuasi dari Yaman tidak boleh mendarat di Arab Saudi. Â Padahal para diplomat Indonesia yang berada di lapangan sudah minta ijin dan menjelaskan tujuan kedatangan pesawat karena alasan kemanusiaan.Â
Setelah melakukan pembicaraan tingkat tinggi dan lobi ke Menhan Arab Saudi dan mengemukakan alasannya, tidak sampai 30 menit diperoleh ijin mendarat bagi pesawat yang akan mengangkut WNI.
Mendengar penjelasan Menlu Retno, tidak heran jika Najwa Shihab pun menyebut Menlu Retno sebagai "Ketua para Pelobi Nyawa" saat hendak menutup acara.
Sebagai penutup acara, apa yang dikatakan Najwa di akhir acata layak dicatat "Diplomasi untuk menyelamatkan warga menjadi misi mulia diplomat kita. Â Inilah ujian ketrampilan diplomasi yang membutuhkan bujuk dan strategi tingkat tinggi. Dengan atau tanpa tebusan, dengan atau tanpa tukar tahanan, diplomat mesti menyelamatkan. Menjadi bukti bahwa negara masih bergigi. Bahwa Indonesia masih punya taji".
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H