Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

KBRI Meksiko Berbagi Tips Menulis bersama Ahmad Fuadi

25 Oktober 2018   06:42 Diperbarui: 25 Oktober 2018   08:42 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahmad Fuadi kemudian mulai belajar secara otodidak dengan membaca berbagai referensi seperti buku-buku "How To Write a Novel" dan novel-novel yang terkait dengan rencana penulisannya. Bukan hanya membaca, ia pun mempraktekkan apa yang dibaca dengan berlatih menulis setiap hari untuk "melatih otot menulis", hingga akhirnya berhasil menulis novel pertamanya "Negeri 5 Menara."

Dari pengalaman menulis novel Negeri 5 Menara dan novel-novel berikutnya, Ahmad Fuadi bisa menyusun tips praktis menulis dengan mendasarkan pada upaya menjawab pertanyaan 3W1H: Why, What, When dan How.

Untuk menjawab pertanyaan pertama Why (mengapa), langkah yang harus dilakukan adalah menemukan jawaban mengapa kita akan menuliskan mengenai sesuati hal tertentu. Ketika menulis Negeri 5 Menara dengan latar belakang pesantren, Ahamd Fuadi menemukan alasan mengapa harus menulis tentang kehidupan pesantren. Alasannya sederhana, karena cerita atau novel tentang kehidupan pesantren belum ada yang menulis. Padahal banyak peristiwa dalam kehidupan di pesantren yang dapat dituliskan dan layak diketahui publik.

Langkah kedua adalah menentukan "what (apa)" yang harus ditulis. Banyak hal-hal yang terdapat di sekeliling kita yang sesungguhnya bisa dijadikan tulisan menarik dan bermanfaat, namun kerap seseorang tidak menyadarinya. Untuk itu, mulailah menulis dari hal-hal yang paling dekat dengan kehidupan si penulis. Di novel Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi menulis tentang kehidupan pesantren karena hal itu sangat dekat dengan kehidupannya. Selama 4 tahun Fuadi tinggal di pondok pesantren Madani Gontor, tentu banyak pengalaman yang membekas.

Langkah ketiga adalah menentukan bagaimana (how) mengeksekusi rencana menulis? Untuk mengawalinya bisa dilakukan dengan mengumpulkan data dan fakta agar penulisan berjalan lancar dan tulisan berisi. Lakukan riset dengan baik. Dalam Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi mulai melakukan riset antara lain dengan mengumpulkan kembali buku harian yang dibuatnya sejak SMP dan surat-surat yang dikirim ke ibunya. Ia juga membaca novel-novel yang menceritakan kehidupan di sekolah berasrama seperti Harry Potter.

Melalui buku harian dan surat lawas  yang disimpan rapih oleh ibunya, Ahmad Fuadi bisa membangun kembali ingatan akan masa-masa ia berada di kampung halamannya di Maninjau ataupun saat berada di Pesantren. Dengan munculnya kembali ingatan-ingatan tentang masa lalu maka ia lebih mudah untuk menuangkan gambaran yang diinginkannya dalam bentuk tulisan.

Sedangkan dengan membaca novel-novel yang menceritakan kehidupan di sekolah berasrama, Ahmad Fuadi berharap mendapat gambaran mengenai cara bertutur dan menuangkan imajinasi tanpa bermaksud untuk mencontek.

Langkah keempat adalah menentukan kapan penulisan dilakukan, apakah dilakukan setiap hari satu halaman atau sesuai mood? Ahmad Fuadi menyarankan sebaiknya penulisan dilakukan setiap hari, setidaknya satu hari satu halaman, daripada harus menunggu mood dan menulis secara maratahon. Ibarat menabung, sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit.

Dokpri
Dokpri
Dengan menulis setiap hari maka sama saja dengan melatih otot menulis. Semakin sering berlatih semakin lentur kita menulis dan menuangkan kata-kata. "Setidaknya begitulah yang saya alami. Buku pertama saya, Negeri 5 Menara, meski menjadi buku populer namun dinilai kurang terkesan sebagai sebuah karya sastra. Pada buku selanjutnya barulah kesan sastranya lebih kuat," ujar Ahmad Fuadi saat mengakhiri diskusi.

Dokpri
Dokpri
Semua peserta terlihat puas dengan apa yang disampaikan Ahmad Fuadi mengenai tips menulis. Setelah penyerahan tanda kenang-kenangan dari KBRI Mexico City dan berfoto bersama, beberapa warga masyarakat Indonesia, khususnya yang berlatar belakang pendidikan sastra (ada beberapa orang Indonesia yang merupakan alumni Sastra UI dan ada yang menjadi profesor di sebuah universitas di Meksiko) kemudian melanjutkan perbincangan dan bertanya langsung ke Ahmad Fuadi.

Aris Heru Utomo, Mexico City, 24 Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun