Sebagaii seorang proklamator kemerdekaan dan Presiden pertama Indonesia yang berkuasa penuh selama 20 tahun, Ir. Soekarno atau Bung Karno memiliki kesempatan besar untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan untuk diri sendiri dan keluarganya. Tidak heran jika setelah beliau tumbang dari kekuasaannya dan wafat pada tahun 1970 dalam status tahanan rumah, banyak pihak yang kemudian memburu harta warisan kekayaan Bung Karno dan ingin menikmatinya, bahkan hingga ke luar negeri. Hal ini dilakukan karena konon Bung Karno memiliki simpanan jutaan dollar Amerika di sebuah bank di Swiss dan menyimpan beberapa ton emas batangan di suatu tempat.
Kini, guna merayakan hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71, untuk pertama kalinya masyarakat memiliki kesempatan untuk menikmati warisan kekayaan Bung Karno. Hal ini bisa terjadi karena sepanjang Agustus 2016 ini sejumlah kekayaan Bung Karno dibuka dan dipamerkan ke publik oleh Sekretariat Negara RI. Benarkah? Iya, benar sekali, tapi bukan warisan kekayaan berupa uang atau emas yang dipamerkan ke publik, karena hal itu mungkin hanya isapan jempol semata, melainkan kekayaan seni dan budaya dalam bentuk koleksi lukisan yang tak ternilai harganya.
Sebanyak 28 koleksi lukisan Istana Kepresidenan, dari sekitar 3.000 lukisan, yang tersimpan di beberapa Istana Kepresidenan Indonesia, antara lain Istana Kepresidenan di Jakarta, Bogor, Cipanas, Yogyakarta, dan Tampaksiring-Bali dan sebagian besar adalah koleksi Bung Karno yang dikenal memiliki selera seni sangat tinggi. Sebagian koleksi itu adalah hasil upaya Presiden Soekarno sendiri, yang tak segan langsung berbelanja ke berbagai galeri atau sanggar seni. Sebagian lukisan itu juga hadiah dari pemimpin negara-negara lain saat berkunjung ke Indonesia.
Ke-28 karya lukis tersebut dipamerkan ke masyarakat lewat pameran yang bertajuk "17/71: Goresan Juang Kemerdekaan” koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia yang digelar selama sebulan penuh dari 2-30 Agustus 2016 di Galeri Nasional Indonesia di Jakarta.
Pucuk di cinta ulam pun tiba, sudah sejak lama saya ingin melihat lukisan-lukisan Istana Kepresidenan, khususnya koleksi Bung Karno, yang legendaris dan menjadi bagian dari tonggak sejarah, tak hanya kesenian, tetapi juga Republik Indonesia. Ada beberapa karya asli maestro lukis Indonesia yang ingin saya lihat di antaranya adalah lukisan legendaris “Penangkapan Pangeran Diponegoro” oleh Raden Saleh dan lukisan “Kawan-kawan Revolusi” karya S. Sudjojono yang dijadikan sebagai cover buku Bung Karno “Di Bawah Bendera Revolusi”. Selain itu, saya juga penasaran ingin melihat langsung lukisan Bung Karno yang juga dikenal memiliki hobi melukis.
Alhamdullilah kedua lukisan yang saya sebutkan di atas dan juga lukisan Bung Karno menjadi bagian dari 28 karya yang dipamerkan selain karya maestro lukis Indonesia lainnya seperti Affandi, Basoeki Abdullah, Sudjono Abdullah, Dullah, Hendra Gunawan, Gambiranom Suhardi, Harijadi Sumadidjaja. Selain itu ada pula karya pelukis asing seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet dan Diego Riviera.
Lewat karya maestro lukis tersebut, saya menapak tilas sejarah perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaan dan menyelami kondisi sosial masyarakat masa revolusi, potret tokoh perjuangan, dan jejak mereka hingga 1950-an.
Dipilihnya lukisan potret diri Pangeran Diponegoro sebagai lukisan yang dipajang paling depan sepertinya bukan tanpa alasan, karena setelah lukisan ini terdapat dua lukisan lain yang menggambarkan Pangeran Diponegoro yaitu lukisan “Pangeran Diponegoro Memimpin Perang” karya Basoeki Abdullah (1949) dan tentu saja lukisan legendaris “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh (1857).
Bersama dengan tiga lukisan Pangeran Diponegoro ini, kita juga dapat menikmati lukisan lain yang menggambarkan potret tokoh penting perjuangan kemerdekaan Indonesia lainnya, seperti “H.O.S Tjokroaminoto" karya Affandi, "Potret Jendral Sudirman" karya Gambiranon Suhardi, dan “Potret R.A Kartini” karya Trubus Sudarsono (1946).
Bintang atau iconic dari kelompok lukisan yang bertema potret tokoh penting perjuangan kemerdekaan tentu saja lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh. Dibuat di Belanda pada 1857 dan diserahkan kepada Ratu Belanda sebagai bentuk protes atas kolonialisme negeri kincir angin tersebut, lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” menjadi lukisan tertua yang dipajang di pameran Goresan Juang Kemerdekaan. Lukisan ini terinspirasi dari lukisan pelukis Belanda, Nicholaas Pienemaan berjudul “Penyerahan Diri Dipo Negoro” kepada Letnan Jendral H.M de Kock. Hanya saja Raden Saleh tidak menyebutkan Pangeran Diponegoro “menyerahkan diri” tetapi “ditangkap Belanda".