Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menengok Jejak Nenek Moyang Bangsa Tiongkok

6 Januari 2015   19:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:42 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ratusan tahun kawasan di Gunung Longgu tersebut tidak tersentuh penelitian ilmiah dan tulang belulang yang ada sebagian besar terkubur di bawah tanah dan terserak di dalam gua, hingga akhirnya sarjana Barat seperti Johan Gunnar Andersson dari Swedia dan asistennya asal Austria yang bernama Otto Zdansky melakukan penggalian pada tahun 1921 dan menemukan barang-barang peninggalan manusia purba seperti gigi dan bekas tempat penggunaan api manusia kera di gua sepanjang 140 meter yang kemudian dinamakan sebagai “Gua Manusia Kera”.

Selanjutnya Davidson Black, seorang ahli anatomi dan antropologi asal Kanada yang bekerja pada Institut Kedokteran Xiehe Beijing, pada tahun 1927 melakukan studi dengan seksama terhadap fosil gigi yang ditemukan dan memberikan nama ilimiah “Peking Species of Chinesese pithecantrophus”. Oleh ahli geogologi dan paleothologi asal Amerika Serikat, A.W. Grahau, nama ilmiah yang diberikan Davidson Black kemudian dipopulerkan dengan nama “Manusia Peking” dan digunakan hingga saat ini.

Dugaan bahwa di kawasan Gunung Longgu tinggal manusia Peking diperkuat dengan ditemukannya tempurung kepala manusia Peking yang utuh pada tahun 1929 oleh arkeolog Tiongkok Fei Wenzhing. Penemuan ini sempat menggemparkan kalangan keilmuan di dunia. Namun sangat disayangkan, tulang tempurung “Manusia Peking” tersebut  hilang tanpa diketahui jejaknya dalam perang agresi Jepang terhadap Tiongkok selama Perang Dunia II. Tulang tempurung kepala itu sampai sekarang masih belum diketahui di mana beradanya.

Kemudian dalam penggalian-penggalian arkeologi setelah itu, para sarjana Tiongkok dan asing telah menemukan 6 tempurung kepala, 12 pecahan tempurung kepala dan 150 lebih gigi di Gunung Longgu. Selain itu ditemukan pula lebih 100 ribu alat-alat batu yang pernah digunakan “manusia Peking” untuk menyalakan api dan berburu.

Dari benda-benda yang ditemukan diketahui Volume otak manusia Peking lebih kecil daripada manusia zaman modern. Dari tempurung kepala manusia Peking yang tergali ternyata volume otaknya hanya 1059 miligram, sedang manusia zaman modern 1400 miligram. Manusia purba itu sudah bisa berjalan dengan berdiri tegak. Dihitung berdasarkan fosil yang tergali, tingga badan lelaki rata-rata 156 sentimeter, sedang wanita 144 sentimeter. Usia harapan mereka sangat pendek, 70 persen meninggal sebelum berusia 14 tahun, jarang sekali yang bisa mencapai 50 tahun.

Memperhatikan pentingnya situs manusia Peking Zhoukoudian bagi pengembangan pengetahuan sejarah manusia, maka pada tahun 1987 situs ini dimasukan ke dalam Daftar Warisan Budaya Dunia oleh Komite Warisan Dunia. Dalam penilaiannya, Komite Warisan Dunia menyebutkan bahwa “Situs Manusia Peking di Zhoukoudian menyediakan banyak bukti yang meyakinkan, menguak sejarah manusia dan menandai waktu penggunaan api oleh manusia sejak ratusan ribu tahun yang lalu. Situs itu juga menyediakan bukti-bukti untuk studi mengenai perubahan lingkungan ekologi di Beijing dan mengakhiri debat apakah manusia yang berdiri tegak adalah manusia atau kera, sebuah topik perdebatan hangat di kalangan ilmuwan selama lebih dari setengah abad sejak ditemukannya “Manusia Jawa” pada abad ke-19”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun