Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tiongkok Sensor Film yang Tampilkan Belahan Dada

19 Januari 2015   14:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50 1646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_391770" align="aligncenter" width="580" caption="Poster film the Empress of China. (sumber: zh.wikipedia.org)"][/caption]

Sensor terhadap media atau suatu pemberitaan di Tiongkok merupakan suatu hal yang lumrah dan kerap dilakukan guna menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Pelaksanaan sensor di Tiongkok tidak hanya terjadi pada dunia internet. tetapi juga dilakukan terhadap televisi, radio, film, dan buku.

Dan mengakhiri tahun 2014, penyensoran terjadi pada film serial televisi yang sedang populer di masyarakat, yaitu the Empress of China yang dibintangi artis cantik dan paling terkenal Tiongkok Fan Bingbing (pernah tampil dalam film X-Man tahun 2014 dan Iron Man 3 versi Tiongkok). Film seri yang menceritakan kehidupan Kaisar Wu Zetian, kaisar perempuan satu-satunya dalam sejarah Tiongkok, sempat menghilang selama sekitar 4 hari di akhir Desember 2014, setelah penyiaran perdana pada tanggal 21 Desember 2014 di televisi Hunan.

Ketika lanjutan film seri berbiaya termahal dalam sejarah pertelevisian Tiongkok (US$ 49,53 juta) tersebut ditayangkan kembali pada awal tahun baru 2015, beberapa bagian yang dipandang tidak pantas untuk ditayangkan telah mengalami proses penyensoran. Bagian yang mengalami penyensoran atau pengeditan ulang tersebut adalah bagian yang menampilkan gambar-gambar para pemeran perempuan mengenakan busana jaman Dinasti Tang di abad ke-7 yang memperlihatkan sebagian bagian pundak terbuka atau belahan dada terlihat.

Jika pada episode-episode awal, para penonton dapat menyaksikan secara keseluruhan keindahan busana dan kemolekan artis Fang Bingbing (berperan sebagai kaisar Wu Zetian) dan artis-artis lainnya, maka setelah disensor tidak ada lagi gambar tersebut. Adegan yang memperlihatkan bagian pundak terbuka atau belahan dada setiap pemeran perempuan sudah diedit. Sebagai gantinya, pada sisa-sisa episode berikutnya, yang direncanakan akan diputar sebanyak 80 episode, penonton hanya dapat menyaksikan penampilan para pemeran perempuan dari bagian leher ke atas saja, seperti melihat foto close up.

Tidak ada penjelasan mengenai penghentian sementara penayangan film seri tersebut dan siapa yang bertanggung jawab memerintahkan penghentian dan melakukan sensor. Badan Administrasi Negara RRT yang menangani media, publikasi, radio, film dan televisi yang biasa mengontrol dan mengeluarkan larangan pun tidak berkomentar apa pun ke publik. Namun masyarakat Tiongkok meyakini bahwa tindakan penyensoran dilakukan oleh pihak pemerintah.

Penyensoran ini tentu saja memunculkan reaksi luas di kalangan masyarakat Tiongkok, terutama di media sosial seperti Weibo. Banyak yang tidak sependapat dengan penyensoran yang dilakukan karena penggunaan busana dalam film seri tersebut tidaklah berlebihan dan sesuai dengan situasi pada masa itu. Penampakan bagian pundak yang terbuka atau memperlihatkan belahan dada pemeran perempuan karena memang untuk menunjukkan kemontokan para perempuan pada masa Dinasti Tang, di mana salah satu keindahan perempuan pada saat itu memang dilihat dari kemontokannya.

Dari hasil survei terhadap sekitar 13.000 responden diketahui bahwa sekitar 40 persen responden menolak penyensoran karena menganggap langkah tersebut sebagai munafik. Hanya sekitar 25 persen lainnya yang tidak berkeberatan dengan penyensoran dan memandang bahwa dengan melakukan penyensoran maka film seri tersebut dapat disaksikan oleh penonton segala usia.

Reaksi lain adalah munculnya usulan agar dalam melakukan penyensoran hendaknya Pemerintah Tiongkok melibatkan masyarakat antara lain dengan menerapkan sistem rating terhadap program televisi. Tujuannya adalah agar diketahui apakah suatu tayangan yang disukai masyarakat perlu disensor atau tidak. Tidak seperti sekarang ini di mana sensor dapat dilakukan hanya karena pemerintah atau ada anggota partai komunis yang tidak menyukai suatu tayangan televisi.

Usulan ini diperkuat dengan kenyataan bahwa fatwa penyensoran dari pemerintah hanya berupa garis besar saja seperti ketentuan bahwa program televisi hendaknya menyehatkan dan mencegah muatan porno atau cabul yang dapat mengganggu dan mengikis moral masyarakat, khususnya generasi muda. Pemerintah juga melarang plot cerita yang menyangkut one-night stands atau perselingkuhan seorang istri ataupun perempuan protagonis jatuh cinta dengan lebih dari seorang pria serta penggunaan muatan seks dalam kisah-kisah militer.

Lebih lanjut, guna menegaskan penolakan terhadap penyensoran film seri the Empress of China, banyak pula para pengguna media sosial di Tiongkok yang mengunggah berbagai meme pemeran perempuan film seri tersebut di internet dengan maksud untuk mengolok-olok.

Saya yang berkesempatan ikut menyaksikan film seri the Empress of China sejak episode pertama sebenarnya juga tidak melihat adanya sesuatu yang perlu diributkan terkait penggunaan busana para pemeran perempuannya. Para pemeran perempuannya yang memang cantik dan anggun terlihat wajar pada saat mengenakan busana tradisional abad ke-7. Tidak terkesan adanya eksploitasi keseksian dan menunjukkan bagian-bagian tubuh perempuan pada setiap adegan. Penampilan pemeran perempuan masih dalam batas wajar sesuai plot cerita. Bahwa dalam beberapa adegan terlihat gambar belahan dada pemeran perempuan, saya melihatnya masih dalam batas kewajaran juga karena pakaian yang dikenakan mirip pakaian tradisional perempuan Jawa berupa kain atau kemben melilit tubuh.

Bagi saya, film seri tersebut tidak lebih dari film-film seri lainnya, yang umumnya menggunakan resep standar untuk menarik minat penonton dengan menampilkan aktor ganteng dan artis cantik yang sedang populer di masyarakat, meski beberapa di antaranya kurang pas memainkan perannya. Gambar-gambar yang disajikan dalam film juga terlihat glamour dan megah dengan parade busana indah dari para pemerannya. Resep tersebut terlihat sekali diterapkan pada episode-episode awal di mana terlihat parade busana dari setiap pemerannya.

Plot cerita the Empress of China sendiri juga standar seperti film seri Mandarin lainnya yang berlatar belakang kerajaan, yaitu cerita berkutat pada masalah kehidupan di dalam istana kekaisaran beserta intrik-intriknya. Daya tariknya justru pada pemilihan tema cerita yang mengangkat kehidupan Wu Zetian sebagai kaisar perempuan satu-satunya di Tiongkok. Meski bukan film pertama yang mengisahkan kehidupan Kaisar Wu Zetian, tetapi masyarakat tetap menantikannya dan ingin melihat dari sisi yang berbeda.

Kaisar Wu Zetian menjadi kaisar perempuan pertama dan satu-satunya di Tiongkok yang berkuasa pada tahun 690-705 dan mendirikan dinasti tersendiri yang diberi nama DInasti Zhou untuk menggantikan Dinasti Tang. Sebelumnya Wu Zetian adalah selir kesayangan Kaisar Taizong dari Dinasti Tang dan kemudian pada tahun 655 menjadi permaisuri dari Kaisar Gaozong (anak ke-9 Kaisar Taizong) yang naik tahta setelah bapaknya mangkat.

Ceritanya sendiri dimulai dengan diterimanya gadis muda Wu Zetian sebagai penari istana bersama gadis-gadis muda lainnya. Seiring perjalanan waktu, para penari istana ini tumbuh dan berkembang menjadi perempuan-perempuan cantik yang memiliki ambisi yang jauh lebih besar daripada sekedar menjadi penari istana, yaitu menjadi istri atau selir Kaisar Taizong yang berkuasa pada saat itu. Kehidupan menjadi istri atau selir kaisar tentu jauh lebih baik dibanding sebagai penari. Di sinilah intrik kemudian dibangun di antara perempuan-perempuan yang ada di sekeliling kaisar, mulai dari permaisuri, selir hingga gadis-gadis muda yang ingin mendapatkan perhatian kaisar.

Wu Zetian yang sejak awal diceritakan paling cantik dan menonjol akhirnya berhasil masuk ke lingkaran dalam Kaisar Taizong dan bahkan menjadi salah satu istri kesayangan. Bukan hanya itu, Wu Zetian pun akhirnya malah bisa menjadi permaisuri Kaisar Gaozong, setelah kaisar yang usianya lebih muda dari Wu Zetian naik tahta menggantikan bapaknya yang wafat. Setelah itu Wu Zetian tidak tertahan lagi untuk menjadi kaisar perempuan pertama dan satu-satunya di Tiongkok setelah Kaisar Gaozong terkena stroke. Setelah menjadi kaisar, Wu Zetian pun kemudian mendirikan dinasti baru yang dinamakan Dinasti Zhou. Hal itu semua bisa terjadi berkat kepintaran dan kecerdikan serta kemampuannya memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak yang membuat Wu Zetian berhasil lolos dari ujian, hambatan, dan fitnah yang dilakukan orang yang berada di sekelilingnya.

[caption id="attachment_346871" align="aligncenter" width="532" caption="Kaisar Wu Zetian di perpusatakaan / sumber gambar Sina.com"]

14216257041604856847
14216257041604856847
[/caption]

Yang juga menarik bagi saya justru adalah bagaimana dalam film seri ini diceritakan mengenai pentingnya pendidikan pada jaman Dinasti Tang dan diberikannya akses yang sama bagi perempuan untuk belajar dan masuk ke dunia politik serta militer. Hal ini tampak antara lain dari diijinkan Wu Zetian membaca berbagai macam buku, belajar dan berlatih berkuda, memanah dan menggunakan pedang serta ikut serta dalam beberapa pertempuran.

Dalam beberapa adegan juga diperlihatkan bagaimana Kaisar Taizong selalu membaca buku-buku dan berdiskusi dengan orang-orang di sekitarnya, salah satunya dengan Wu Zetian. Begitu pun dengan putra mahkota, yang akhirnya menjadi Kaisar Gaozong, digambarkan sebagai tokoh intelektual yang gemar membaca dan berdiskusi. Bahkan dalam satu adegan digambarkan bagaimana sebelum ditunjuk sebagai putra mahkota oleh Kaisar Taizong, Gaozong muda membuat sang kaisar terkesan dengan pendapat-pendapatnya yang didapat dari hasil membaca buku dan berdiskusi intens dengan Wu Zetian.

Bahwa pendidikan dan kehidupan intelektual pada jaman Dinasti Tang ini begitu maju tampaknya menjadi salah satu faktor yang kemudian membawa Tiongkok sebagai sebuah kerajaan yang maju di segala aspek kehidupan dengan stabilitas politik dan ekonomi yang stabil pada abad ke-7, termasuk penghargaan terhadap peran perempuan. Seperti dikatakan rekan saya yang juga seorang peneliti di CSIS, Christine Tjin, dalam statusnya di Facebook “Perempuan Dinasti Tang beruntung bisa hidup di masa tatanan hidup diwarnai keterbukaan pikiran dan ide-ide liberal. Perlindungan hak perempuan dari aspek ekonomi, hukum hingga politik dan sosial mewarnai sistem bermasyarakat saat itu. Janda, misalnya, mendapat jaminan kepemilikan tanah dan kemudahan pajak untuk bisa hidup mandiri setelah cerai. Status sosial mereka pun lebih terhormat ketimbang masa sekarang.”

Bahwa peran perempuan pada masa Dinasti Tang dipandang sangat penting dan meningkatnya hubungan sosial kemasyarakatan, tampaknya tidak terlepas dari peran kepemimpinan Kaisar Wu Zetian, baik sebelum naik tahta maupun semasa menjadi selir atau istri kaisar, Kaisar Wu Zetian memandang penting kehidupan sosial masyarakat dan memberikan dukungan penuh negara kepada Tao, Buddha, pendidikan dan kesusastraan. Secara fisik, peninggalan Kaisar Wu Zetian yang terkait dengan Buddha adalah patung-patung Buddha raksasa di Provinsi Hunan yang dikenal sebagai Dragon Gate Grottes atau Gua Longmen yang mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Dari segi kewilayahan, Kaisar Wu Zetian pun berhasil melakukan perluasan kerajaan Tiongkok hingga Asia Tengah dan melengkapi upaya penaklukan hingga ujung Semenanjung Korea.

Akhirnya, di tengah pro dan kontra penyensoran bagian belahan dada para pemeran perempuannya, satu hal yang dapat disimpulkan adalah bagaimanapun majunya perekonomian dan semakin terbukanya kehidupan sosial budaya masyarakat Tiongkok, bukan berarti masalah adat tutup menutup area pribadi menjadi lebih longgar. Pemerintah Tiongkok masih sangat kuat menjaga tradisi dan tidak mengijinkan hal-hal yang berpotensi mengganggu stabilitas politik dan keamanan diumbar di publik, termasuk gambar-gambar yang dinilai cabul dalam setiap program televisi dan radio atau di berbagai media lainnya.

Selanjutnya bagi Anda yang berkesempatan menyaksikan film seri the Empress of China ini (bisa disaksikan via youku.com), sebaiknya nikmati saja akting Fan Bingbing sebagai Kaisar Wu Zetian dalam serial sepanjang 80 episode. Bahwa Fan Binbing dianggap terlalu cantik untuk memerangkan tokoh Kaisar Wu Zetian, anggaplah sebagai bonus dan pemanis film seri tersebut.

Pelajari pula sejarah kaisar-kaisar yang ada di Tiongkok. Bagaimanapun, film seri dengan pendekatan sejarah ini jauh lebih baik dibandingkan film-film seri atau sinetron yang hanya mengumbar konflik dan kekerasan rumah tangga. Bahwa penonton tidak dapat lagi melihat belahan dada dari para pemeran perempuannya, anggap saja Anda belum beruntung dan tidak sedang mendapatkan bonus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun