Walaupun puncak Gunung Telomoyo bisa dicapai dengan kendaraan bermotor, yaitu dengan jeep ataupun sepeda motor, namun saya lebih menyukai hiking melalui jalur pendakiannya. Alasannya simpel saja; lebih menantang dan menyehatkan badan.
Hari Sabtu pagi (20/7/2024) menjelang pukul 07:00 WIB saya sudah berada di basecamp Arsal untuk melakukan solo hiking. Lokasi basecamp berada di Dusun Salaran, Desa Tolokan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Basecamp Arsal hanya berjarak 4 menit (1,6 km) berkendara dari Dalangan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang yang merupakan akses paling populer menuju ke puncak Gunung Telomoyo. Dari Dalangan wisatawan bisa naik sepeda motor maupun jeep melalui jalan beraspal sampai ke Puncak Pemancar. Sebagian orang menyebutnya Puncak Tower.
Saya yang memilih jalur Arsal, akan mendaki pada punggungan gunung yang berbeda. Jadi tidak akan bertemu dengan mereka yang ke puncak Gunung Telomoyo via Dalangan karena ada lereng yang sangat curam yang memisahkan kedua puncak.
Basecamp Arsal berupa Rumah Kayu Joglo dengan halaman berumput yang cukup luas. Di bagian dalam ada tikar yang digelar di lantai dan sebuah hammock untuk istirahat para pendaki. Sedangkan di bagian belakang ada beberapa kamar mandi dan toilet.
Untuk mengganjal perut, menu instan bisa kamu pesan di basecamp, yaitu mie rebus telur Rp10.000, mie goreng telur Rp10.000, teh manis Rp4.000, dan kopi Rp5.000.
Ketika saya datang, sudah ada 14 sepeda motor yang diparkir. Ada 6 orang yang camping semalam. Di akhir pekan, jumlah pendaki bisa mencapai 50-an orang per hari. Sedangkan pada hari-hari biasa jumlahnya maksimal hanya 20-an orang pendaki, "kata seorang petugas di basecamp."
Setelah registrasi dan membayar Rp20.000 sudah termasuk untuk parkir sepeda motor, pukul 07:10 saya memulai pendakian ke puncak Gunung Telomoyo yang berada pada elevasi 1.894 meter diatas permukaan laut (Mdpl).
Trek menuju ke puncak melalui ladang warga. Pendakian saya menuju ke puncak gunung diawali dengan mengikuti jalan setapak yang sudah disemen. Sesekali saya menepi untuk memberi jalan warga desa yang melintas dengan sepeda motornya yang lalu diparkir di tepi ladang. Ada beberapa sepeda motor yang diparkir. Pemiliknya sedang bekerja diladangnya.
Masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Telomoyo banyak yang mengandalkan hasil pertanian sebagai mata pencaharian. Mereka menanam aneka sayuran, seperti wortel, buncis, kapri, kentang, kol, tomat dan adas.
Pupuk kandang terlihat dibiarkan menumpuk di dalam gubuk kayu yang menebarkan aroma khas pedesaan. Pupuk kandang menyediakan unsur hara di dalam tanah, akan memperbaiki unsur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal.
Semakin lama berjalan, trek pun mulai menanjak. Jalan setapak yang semula disemen, berubah berupa tanah keras berbatu, sampai akhirnya jalan setapak semakin mengecil berupa tanah yang kanan kirinya ditumbuhi rerumputan hijau.
Menengok ke belakang, Gunung Merbabu terlihat cantik. Disebelah kiri, Gunung Andong terlihat tak kalah eloknya. Panorama yang indah dan udara sejuk dan segar khas pegunungan sungguh bagaikan candu bagiku.
Akhirnya saya pun sampai di batas antara ladang warga dan hutan. Ada gapura yang saat ini kondisinya sudah mulai lapuk dimakan usia. Papan kayu bertuliskan "Gapuro Ismiyo Panganyomaning Lampah" sudah tergeletak di tanah.
Setelah melewati gapuro, saya langsung disambut "hutan bambu." Pohon bambu terlihat dominan daripada vegetasi lainnya. Terasa unik karena suasana berbeda sekali dari ladang warga. Walaupun "hutan bambu" nya tak luas namun memberikan pengalaman yang cukup menarik.
Sejauh ini trek menanjak stabil sampai saya tiba di Pos 1 Bagong. Entah apa pertimbangannya sehingga memakai nama tokoh punakawan dalam cerita pewayangan. Mungkin agar mudah diingat ya? Ia sifatnya menghibur penonton wayang. Anak lelaki Semar ini memiliki karakteristik perut buncit, botak dan bibir dower (id.m.wikipedia.org).
Di Pos 1 yang tidak ada shelternya, saya bertemu dengan beberapa orang pemuda yang turun. Mereka sedang duduk di balok-balok kayu yang ada di pos tersebut. Kami saling menyapa saja. Lalu saya melanjutkan perjalanan.
Trek munuju ke Pos 2 ada bonus jalan landai. Lumayan buat mengatur nafas dan melemaskan otot-otot kaki.Â
Kawasan hutan Gunung Telomoyo dikelola oleh Perum Perhutani. Banyak pohon pinus ditanam disini. Tanggung jawab pengelola Basecamp Arsal, salah satunya adalah merawat jalur pendakian untuk kenyamanan dan keselamatan para pendaki.
Pos 2 Petruk juga tidak ada shelter maupun tempat untuk duduk. Petruk adalah kakak Bagong dengan ciri fisik tinggi, berhidung panjang dan berlengan panjang (id.m.wikipedia.org). Tak ada yang spesial disini. Saya pun melanjutkan perjalanan dengan sesekali berhenti sebentar untuk mengatur nafas dan minum.
Dari Pos 2 menuju ke Pos 3 trek mulai menanjak lagi. Gunung Merbabu bisa terlihat dari sela-sela pepohonan, begitu pula dengan Gunung Andong. Melihat gunung lain yang pernah saya daki sebelumnya, sungguh terasa membahagiakan sekali ketika mengenang pendakian kala itu. Setiap gunung punya daya tarik tersendiri.
Gunung Merbabu yang menjulang tinggi 3.145 Mdpl, seolah sengaja menemani saya ketika trekkung ke puncak Gunung Telomoyo. Itu adalah salah satu gunung paling populer dan favorit para pendaki. Jalur pendakian resmi di bawah pengawasan Taman Nasional Gunung Merbabu yang masih eksis ada 4, yaitu: Selo, Thekelan, Suwanting dan via Wekas. Sedangkan jalur pendakian Cuntel sudah tutup.Â
Gunung lain yang terlihat jelas ketika saya mendaki Gunung Telomoyo adalah Gunung Andong. Puncak tertingginya berada pada elevasi 1.726 Mdpl. Gunung ini selalu ramai dengan pendaki, sehingga dinamakan gunung sejuta umat. Lokasi basecamp pendakiannya (Sawit, Pendem, Gogik) cukup dekat dengan Gunung Telomoyo.
Pukul 08:06 saya sampai di Pos 3 Gareng. Tokoh punakawan yang satu ini berhidung bulat, tangan patah, kaki pincang dan mata juling (id.m.wikipedia.org). Inilah pos terakhir. Disinipun tidak ada shelter maupun tempat duduk.Â
Dari Pos 3 trek masih menanjak dan vegetasi semakin keatas mulai tak begitu rapat. Akhirnya saya menjumpai "Tugu Batas." Sebuah patok kecil yang dicor semen. Disini batas wilayah antara Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang.
Setelah melewati tugu batas kabupaten, sekarang saya sudah berada di wilayah Kabupaten Magelang. Sesuatu hal yang biasa ketika satu gunung berada pada wilayah kabupaten yang berbeda.
Tak lama kemudian, saya menjumpai papan penanda yang bertuliskan Tanjakan Katresnan. Ini tanjakan terakhir, atau tantangan terakhir sebelum mencapai puncak. Saya berada pada spot yang terbuka yang didominasi ilalang. Tubuh pun bermandikan sinar matahari, untunglah udara masih sejuk sehingga tidak terasa panas di badan.
Setelah melewati Tanjakan Katresnan, saya sampai di Sunrise Camp, namun tak ada tenda yang didirikan disini. Pada pendakian saya sebelumnya ada sekelompok pemuda yang camping disini.
Berjalan sebentar saya sudah sampai di Puncak Ismoyo 1.894 Mdpl. Jarum jam saat ini sudah menunjukkan pukul 08:40. Jadi waktu tempuh saya dari basecamp sampai sini 1 jam 30 menit.Â
Ada dua tenda yang didirikan di Puncak Ismoyo. Sekelompok muda-mudi menikmati malam di puncak gunung. Saya mengobrol dengan mereka. Dan seseorang membantu memfotokan saya. Tentu saja saya sangat berterima kasih sekali, sehingga ada kenangan indah yang bisa diabadikan pada pendakian ini.
Dari Puncak Ismoyo terlihat jelas "Puncak Tower." Setelah saya hitung, ada lebih dari sepuluh pemancar diatas sana. Teringat kenangan puluhan tahun silam, semasa masih muda. Ketika itu bersepeda motor dengan teman via Dalangan ke Puncak Tower Gunung Telomoyo melalui jalanan naik berkelok-kelok.Â
Sedangkan kali ini merupakan solo tektok kedua saya ke puncak Gunung Telomoyo via Arsal. Ternyata ada sesuatu yang baru di puncak gunung ini. Tak terlalu jauh dari saya berdiri, terlihat sebuah tugu. Saya pun mendekatinya.
Tugu yang cukup tinggi disemen, sekitar tiga meteran yang dilapisi dengan kayu lapis (tripleks) berwarna coklat dan kuning. Entah lapisannya hanya untuk sementara atau selamanya, karena kalau dibiarkan terkena panas matahari dan hujan, akan cepat lapuk. Di bagian atas ada patung burung rajawali kecil sedang mengepakkan sayapnya.
Tugu dibangun di puncak gunung sebagai identitas, sehingga ketika seorang pendaki berpose di tugu tersebut, menandakan ia sudah pernah mendaki ke puncak gunung itu.
Bisa dibayangkan perjuangan untuk membangun tugu di puncak gunung. Membawa peralatan, pasir, semen, bata dan air. Sehingga untuk kenyamanan bersama, setiap pendaki wajib menjaga aset berharga tersebut. Jangan sampai mengotori apalagi merusaknya.
Walaupun saya tidak mendapatkan lautan awan di puncak Gunung Telomoyo, namun suguhan panorama dari atas gunung cukup indah. Sesuatu yang dilihat dari ketinggian selalu memberikan nuansa yang berbeda.
Awan tipis sedikit menutupi Gunung Merbabu, Andong, Sindoro dan Sumbing. Langit biru berpadu indah dengan hijaunya pepohonan di badan gunung. Gunung Telomoyo cocok untuk ajang olahraga hiking sekaligus healing karena tak butuh waktu lama untuk mencapai puncaknya. Selain itu, trek tanah ke puncak gunung pun nyaman di kaki. Hati pun terasa damai ketika berada di puncak Gunung Telomoyo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H