Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Trans Jateng, Wisata Kota Lama Semarang, dan Sego Bancakan

21 Desember 2023   16:59 Diperbarui: 8 Januari 2024   23:55 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di dalam Trans Jateng menuju ke Stasiun Tawang (dokpri) 

Sekitar 20 menit berkendara, sampailah saya di Bawen. Lalu saya menuju ke sebuah tempat penitipan sepeda motor di Jl. Palagan, lokasinya tepat diseberang Terminal Bus Bawen, Kabupaten Semarang. 

Di tempat penitipan sepeda motor itu, sudah cukup banyak kendaraan yang diparkir. Keamanan kendaraan terjamin karena tempatnya berpagar tinggi, tertutup, dan dilengkapi dengan CCTV.  Biaya penitipan Rp. 3.000. Namun tempat penitipan tersebut tidak buka 24 jam. Bukanya hanya dari pukul 05:00 - 22:00 WIB.

Pagi itu, saya akan mencoba naik Trans Jateng, Koridor 1 untuk yang pertama kalinya. Dari Terminal Bawen menuju ke Stasiun Tawang, sekaligus berwisata ke Kota Lama Semarang. 

Melansir dari id.m.wikipedia.org, Trans Jateng adalah sistem Bus Raya Terpadu (BRT), pengoperasiannya berada dalam pengawasan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah. Layanan bus ini meliputi wilayah Jawa Tengah dan beroperasi menurut aglomerasi (pemusatan dalam lokasi) perkotaan.

Bus Trans Jateng: sumber ilustrasi joglosemar news.
Bus Trans Jateng: sumber ilustrasi joglosemar news.

Di hari sabtu pagi, lalu lintas sudah mulai padat. Saya yang mau menyeberang ke Terminal Bus Bawen pun agak kesulitan. Pengemudi kendaraan yang lewat pada umumnya tak begitu menghiraukan pejalan kaki yang mau menyeberang.

Setelah menyeberang jalan raya, saya masuk ke Terminal Bus Bawen lalu menuju ke halte Trans Jateng, lokasinya berdekatan dengan parkiran sepeda motor. Namun ketika busnya datang, ternyata halte itu hanya untuk menurunkan penumpang yang datang. 0leh petugasnya saya disuruh untuk masuk ke bagian dalam terminal. Disana ada halte yang menuju ke Stasiun Tawang Semarang. 

Halte Trans Jateng di Terminal Bus Bawen (dokpri) 
Halte Trans Jateng di Terminal Bus Bawen (dokpri) 

Terminal Bawen, adalah terminal bus Tipe A, yaitu melayani bus antarkota antarprovinsi (AKAP). Terminal seluas 3.000 meter persegi di bawah pengawasan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia melalui Direktorat Perhubungan Darat (id.m.wikipedia.org).

Hanya menunggu 5 menit, pukul 08:00 Bus Trans Jateng tiba di halte. Saya dan empat penumpang lainnya pun cepat-cepat memasuki bus berwarna merah tersebut. 

Di dalam Trans Jateng menuju ke Stasiun Tawang (dokpri) 
Di dalam Trans Jateng menuju ke Stasiun Tawang (dokpri) 

Ketika memasuki bus Trans Jateng, area tempat duduk pria dan wanita disediakan secara terpisah. Bagian belakang bus untuk tempat duduk penumpang wanita, sedangkan bagian depan untuk penumpang pria. Menurut saya, pemisahan ini membuat penumpang bus wanita akan merasa lebih nyaman. 

Bus ukuran medium ini ada tersedia sekitar 21 kursi didalamnya, dan dilengkapi dengan hand grip untuk penumpang yang berdiri.

Di kaca bus bagian dalam ditempelkan beberapa informasi yang tentunya sangat bermanfaat bagi para pengguna layanan Trans Jateng, terutama saya yang baru pertama kali naik.

Jam Operasional Trans Jateng

* Pemberangkatan awal pukul 05:00 WIB dari Stasiun Tawang dan Terminal Bawen

* pemberangkatan akhir pukul 19:30 dari Tourist Information Center (TIC) di Jl. Pemuda Semarang, dan pukul 19:10 dari Terminal Bawen.

Selesai operasional sampai pada Terminal Bawen dan TIC pukul 20:50 WIB.

Prioritas Penumpang Yang Duduk

* difabel

* ibu hamil/ibu dengan bayi

* lansia 

Ketentuan Tarif Pada Trans Jateng

* Tarif umum Rp. 4.000;

* Tarif pelajar, buruh, veteran Rp. 2.000;

Untuk akhir pekan dan hari libur nasional, dikenakan tarif umum dan veteran saja. Dan dianjurkan untuk membayar dengan uang pas.

Pembayaran bisa tunai maupun secara digital (cashless) dengan QRIS. Saya membayarnya secara tunai dengan dua lembar uang dua ribuan yang sudah saya persiapkan sebelumnya.

Sepanjang perjalanan, sopir bus menghentikan bus di beberapa halte untuk menurunkan maupun menaikkan penumpang.

Sekitar pukul 09:30 bus sampai di Stasiun Semarang Tawang. Inilah pemberhentian terakhir Bus Trans Jateng dari arah Terminal Bawen. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk sampai ketujuan sekitar 1 jam 30 menit. Waktu tempuh yang masih wajar menurut saya karena cukup banyak penumpang yang naik turun.

Wisata sejarah dan budaya di akhir pekan saya dimulai dari sini.

Kota Lama Semarang merupakan sebuah cagar budaya. Disini terdapat gedung-gedung tua bersejarah yang berusia ratusan tahun peninggalan Hindia Belanda. Arsitekturnya bergaya khas Eropa dengan pintu utama dan jendela yang berukuran besar, serta langit-langitnya yang tinggi.  (visitjawatengah.jatengprov.go.id).

Stasiun Semarang Tawang

Tidak membuang waktu, saya segera berjalan-jalan diseputar Stasiun Tawang. Stasiun ini berada di kawasan Kota Lama Semarang, Tanjung Mas, Semarang Utara.

Stasiun Semarang Tawang (dokpri)
Stasiun Semarang Tawang (dokpri)

Stasiun Tawang dibangun dengan menggunakan kontruksi beton bertulang. Bentuk bangunannya memanjang sekitar 168/175 meter. Stasiun tipe A ini dirancang oleh Sloth-Blauwboer, seorang arsitek Belanda, dan diresmikan pada tanggal 1 Juni 1914 (heritage.kai.id).

Cukup puas saya melihat bangunan bagian depan stasiun kereta api peninggalan Belanda yang masih kokoh itu.  Lalu mata saya tertuju pada sebuah monumen lokomotif tua, dipajang di dekat area parkir kendaraan roda 4. 

Ada keterangan di pondasi alas kereta, seperti ini: 

Lokomotif D 301 59

DKA (Djawatan Kereta Api) mendatangkan lokomotif D301 dari pabrik Fried Krupp (Jerman) sebanyak 80 lokomotif pada tahun 1962-1963. Lokomotif D301 dapat melaju hingga kecepatan 50 km/jam dengan di topang mesin diesel berdaya 340 HP. 

Lokomotif D301 yang kini menjadi monumen ini beroperasi untuk keperluan dinas langsir di stasiun-stasiun besar di pulau Jawa, karena pola operasional kereta api barang maupun penumpang di tahun 1962-an rangkaiannya bervariasi dan berubah-ubah baik di stasiun asal, ditengah perjalanan sampai di stasiun tujuan.

Monunen Kereta Api di Stasiun Semarang Tawang (Dokpri) 
Monunen Kereta Api di Stasiun Semarang Tawang (Dokpri) 

Di depan Stasiun Tawang ada polder atau kolam buatan yang luasnya sekitar 1 hektar. Fungsinya adalah untuk mengendalikan air supaya tidak terjadi banjir di Kota Lama. Kelebihan air akan dipompa keluar dari sistem polder. Komponen sistem polder terdiri dari: tanggul, kolektor, kolam retensi, pintu air, saluran, dan pompa air (tanjungmas.semarangkota.go.id).

Sebelumnya, saya sudah pernah ke Kota Lama. Namun ada sesuatu yang baru, yaitu keberadaan patung Soekarno yang cukup tinggi di tengah-tengah polder. Patung tersebut bisa menjadi landmark baru bagi Kota Lama Semarang. 

Sedangkan hal yang masih sama, setiap saya lewat di polder ini, ada beberapa orang yang sedang mancing di tepi polder di bawah naungan pohon besar. Hobi memancing bisa menjadi sarana healing bagi sebagian orang.

Polder di depan Stasiun Semarang Tawang (dokpri)
Polder di depan Stasiun Semarang Tawang (dokpri)

Tak lama kemudian, saya berjalan menuju ke pusat kawasan Kota Lama, dimana terdapat banyak bangunan kuno. Di jalan yang saya lalui ada tertera petunjuk arah panah ke beberapa tujuan beserta jarak tempuhnya. Saya pun tergoda untuk berjalan menuju Museum Kota Lama. 

Museum Kota Lama

Menurut aplikasi Google Maps, dari Stasiun Tawang ke Museum Kota Lama berjarak 700 meter, dan bisa ditempuh berjalan kaki selama 10 menit.

Untuk masuk ke area Museum Kota Lama, saya perlu berhati-hati. lokasinya dikelilingi jalan yang pada sabtu siang itu cukup banyak kendaraan roda dua dan empat yang lewat. 

Di bagian depan bangunan museum yang berwarna merah bata, ada kolam dan jembatan kaca. Saya melewati jembatan itu namun tumpuan kaki saya ke besinya yang berada di tengah hehehe. Walaupun kacanya berukuran tebal, tapi kok saya agak ragu-ragu ya. Namun kamu tak perlu khawatir, ada akses melipir sebelah kiri tanpa harus melewati jembatan kaca itu.

Museum Kota Lama (dokpri) 
Museum Kota Lama (dokpri) 

Ternyata wisatawan yang ingin masuk ke Museum Kota Lama harus mendaftar kunjungan terlebih dahulu. Tidak bisa langsung masuk.

Jadi jika kamu ingin berkunjung ke Museum Kota Lama, berikut tata caranya:

1. Unduh aplikasi Lunpia via Playstore.

2. Daftarkan diri kamu dan buat akun.

3. Pesan tiket.

4. Datang ke museum sesuai jadwal.

Disana, saya sebenarnya sudah berhasil men- download aplikasi Lunpia. Namun, akhirnya mengurungkan niat ke museum karena proses sampai bisa masuk ke dalam museum tak mungkin bisa secepat yang saya harapkan. Mungkin lain waktu saja saya kesini lagi. Saya lalu melanjutkan berjalan kaki lagi menuju ke Gereja Blenduk. Jaraknya sekitar 7 menit (500 m).

Gereja Blenduk

Ketika sampai di depan Gereja Blenduk, badan saya sudah terasa "gerah." Terlebih lagi setelah jalan kaki. Semarang sebagai kota pelabuhan, terkenal dengan udaranya yang panas. 

Gereja Blenduk (dokpri)
Gereja Blenduk (dokpri)

Di halaman depan Gereja Blenduk yang dipagar, ada informasi yang lalu saya foto, seperti ini:

"Gereja dengan arsitektur yang unik dan langka ini merupakan salah satu dari dua gereja berkubah besar dengan denah segi delapan beraturan yang ada di Indonesia.

Gereja Blenduk (GPIB Immanuel) didirikan pada tahun 1742 dengan gaya Pseudo Baroque, yaitu gaya arsitektur Eropa Klasik dari abad 17-19. Kini, Gereja Blenduk menjadi salah satu landmark Kota Lama Semarang dan menjadi Cagar Budaya Peringkat Nasional."

Taman Srigunting

Hari semakin bertambah siang, suhu udara di Kota Lama semakin terasa menyengat. Untunglah ada Taman Srigunting yang berada di sebelah timur Gereja Blenduk. Taman dengan pepohonan yang rindang, cocok buat ngadem, mendinginkan suhu tubuh.

Taman Srigunting (dokpri) 
Taman Srigunting (dokpri) 

Lokasi Taman Srigunting sangat stategis. Sambil duduk di taman, saya bisa melihat keindahan gedung-gedung tua disekelilingnya, seperti Gereja Blenduk dan Gedung Marba. Taman yang asri ini ramai dengan wisatawan yang duduk bersantai. 

Di dalam dan seputar Taman Srigunting tersedia beberapa spot foto menarik. Kamu bisa berfoto di sepeda atau becak dengan background gedung tua. Disebelahnya tersedia kotak untuk memberikan donasi seiklasnya. 

Dahulu, area Taman Srigunting merupakan area Lapangan Parade Militer. Dibangun saat VOC melakukan perluasan benteng sekitar tahun 1715-an (jatengdaily.com).

Gedung Marba

Gedung Marba, tepat berada di sebelah selatan dari Taman Srigunting, merupakan salah satu bangunan ikonik di Kota Lama. Dibangun pada abad ke 19 oleh Marta Badjunet, seorang saudagar kaya asal Yaman. Gedung Marba bergaya neoklasik yang megah, dan terkesan eksotis dengan arsitektur tropis Hindia Belanda (pariwisata.semarangkota.go.id).

Gedung Marba (dokpri)
Gedung Marba (dokpri)

Rumah Akar

Selama wisata di Kota Lama, saya mengandalkan Google Maps untuk memandu saya ke lokasi yang dituju, termasuk ketika mencari keberadaan Rumah Akar.

Rumah Akar atau Tembok Akar merupakan salah satu spot instagramable di Kota Lama Semarang yang wajib dikunjungi. Dari Taman Srigunting cuma butuh berjalan kaki selama 3 menit (230 m). 

Ada beberapa orang turis lokal sedang bergantian berfoto disamping akar-akar pohon beringin yang melilit bangunan rumah tua.

Runah Akar (dokpri)
Runah Akar (dokpri)

Setelah grup turis lokal itu meninggalkan area rumah akar, dua orang pekerja datang lalu menyapu jalanan yang kotor oleh dedaunan yang jatuh. Seorang pekerja itu bilang ke saya, bahwa pohon beringin yang akarnya melilit tembok, sudah berusia ratusan tahun. 

Ia pun menunjukkan kepada saya salah satu pintu jati besar pada sebuah gedung tua yang dibangun tahun 1870-an, berada diseberang rumah akar. Lalu saya raba dan ketuk pintu jati tebal itu, masih sangat kokoh. Bangunan tua tersebut nampak kosong tak berpenghuni.

Hari pun semakin bertambah siang. Saya merasa tak tahan dengan udara yang terasa panas di badan. Kali ini, cukup sebagian dari Kota Lama yang saya jelajahi. Saatnya untuk makan siang.

Sego Bancakan Pawone Simbah

Dari lokasi Rumah Akar ke Sego Bancakan Pawone Simbah hanya berjarak sekitar 120 meter. Saya tertarik makan siang disana atas rekomendasi istri saya.

Alamat: 

Jl. Letjen Suprapto no. 22, Kota Lama, Semarang. 

Jam Operasional:

Weekday 08:00 - 20:30

Weekend 08:00 - 21:30 

Sego Bancakan (dokpri) 
Sego Bancakan (dokpri) 

Bagi kamu yang mau makan di Sego Bancakan, tersedia tempat parkir yang cukup luas untuk menampung mobil maupun sepeda motor yang berada di lantai dasar.

Sesampainya di gerbang masuk rumah makan itu, saya disambut oleh sederet anak tangga menuju ke lantai dua. Nuansa jadul segera terlihat.

Sego Bancakan Pawone Simbah menempati salah satu gedung tua di Kota Lama Semarang. Sebagian tembok yang dindingnya terkelupas, terlihat batanya, sengaja dibiarkan begitu saja. 

Furnitur dan dekorasi yang ada, semuanya membawa saya kemasa eyang putri dan eyang kakung saya masih hidup. Suasana tahun 70 - 80 an. 

Sego Bancakan mengusung konsep makan prasmanan. Aneka sayur dan lauk pauk sudah tersaji. Banyak sekali pilihannya. Seperti oseng pare, oseng genjer, telor ceplok, mangut lele, paru bacem, ayam rendang dan masih banyak lainnya.

Sego Bancakan (dokpri) 
Sego Bancakan (dokpri) 

Saya mengambil piring seng bermotif bunga. Jadi teringat masa kanak-kanak dulu. Lalu saya mengambil nasi putih. Nasinya lembek, ini yang saya suka.

Untuk sayurnya, saya memilih urap sayur, yaitu aneka sayuran seperti wortel, tauge, kacang panjang, dan bayam yang sudah direbus. Lalu dicampur dengan kelapa parut yang sudah diberi racikan bumbu dan ditumis.

Melihat mangut manyung, sulit saya mengabaikannya. Teringat dulu semasa kuliah di Semarang. Makan di warung dengan lauk mangut menjadi salah satu menu favorit. Manyung merupakan ikan laut yang diasap terlebih dahulu oleh nelayan sebelum dijual. Ikan ini biasa diolah menjadi mangut. 

Lauk lainnya, saya mengambil tahu petis. Tahu petis adalah makanan khas Kota Semarang. Terbuat dari tahu pong yang telah digoreng kering, lalu dibelah dengan pisau dan diisi dengan petis udang yang telah dibumbui. Tahu petis dari Semarang terkenal kelezatannya. Selanjutnya, saya menuju ke konter minuman dan memesan Es Gempol. yang disajikan pada sebuah mangkuk kecil. 

Urap sayur, mangut, tahu petis dan es Gempol (dokpri)
Urap sayur, mangut, tahu petis dan es Gempol (dokpri)

Saat itu keadaan rumah makan Sego Bancakan belum begitu ramai, sehingga saya mudah mencari tempat sesuai selera saya. Di ruangan satunya, dipojok menghadap kearah jendela. Saya menaruh makan siang diatas meja kayu sambil menunggu minumannya selesai dibuat.

Tak lama kemudian, Es Gempol pesanan saya diantarkan ke meja makan. Es Gempol disajikan pada sebuah mangkuk kecil. Minuman ini memadukan rasa manis dan gurih dari santan kelapa. Tambahan es membuat sensasi dingin seger. Isinya berupa gempol, terbuat dari tepung beras yang diberi pewarna lalu dikukus.

Lalu setelah itu seorang pramuji lain mendatangi meja saya lalu mencatat, dan ia memberikan secarik nota. Makan sampai selesai baru bayar di kasir.

Saya cukup menikmati makan siang saya di Sego Bancakan Pawone Simbah. Makanan dan minumannya cukup enak. Dengan Rp. 41.000, perut sudah kenyang dan bisa mengakhiri perjalanan saya di Kota Lama Semarang dengan menyenangkan. 

Saatnya saya berjalan kaki lagi, menuju halte Trans Jateng di depan Stasiun Tawang, menunggu bus merah yang akan mengantarkan saya kembali ke Terminal Bawen. Salam wisata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun