Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sumurup, Dusun Eksotis di Tepi Danau Rawa Pening

8 Desember 2023   22:37 Diperbarui: 10 Desember 2023   17:52 2443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktifitas warga mengambil kompos eceng gondok (dokpri)

Fenomena alam dan fenomena buatan manusia bertemu. Inilah Dusun Sumurup, berada di tepian Danau Rawa Pening, merupakan surganya penghobi mancing, dan tempat wisata yang murah meriah di Kabupaten Semarang.  

Sumurup merupakan salah satu dusun di wilayah Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. 

Perspektif tiap individu tentang Dusun Sumurup wajar kalau berbeda. Ada yang mungkin tak begitu tertarik, namun tak sedikit juga yang betah berlama-lama, menghabiskan waktunya di tepian Rawa Pening sambil melihat kereta api wisata melintas.

Ada beberapa hal menarik dari dusun Sumurup, sehingga menjadikan tempat tersebut unik yang tidak dijumpai di tempat lain. Saya pun yang sudah berkali-kali kesana, tergelitik tuk menguliknya secara lebih mendalam. Tentunya menurut perspektif saya, penghobi jalan pagi. Mencatat sesuatu sebatas jangkauan kedua kaki sanggup melangkah.

Hal yang menarik bagi saya tentang Dusun Sumurup ialah keberadaan Rawa Pening. Danau alam ini menggerakkan roda perekonomian di dusun tersebut. Selain itu, jalur kereta api tua membelah Rawa Pening melintasi Dusun Sumurup, turut menjadi saksi semasa kolonial Hindia Belanda di Indonesia.

Kali ini saya ingin kembali berwisata ke Dusun Sumurup yang diawali dari Stasiun Kereta Api Tuntang. Sebenarnya bisa langsung menuju ke Dusun Sumurup. Disana ada dua area parkir luas, salah satunya di dekat Jembatan Biru. 

Namun kali ini, saya ingin ke Dusun Sumurup, menikmati keindahan Danau Rawa Pening, sambil menapak tilas jejak sejarah dari Stasiun Tuntang ke Dusun Sumurup. Jaraknya pun tak jauh, sampai ke pemukiman penduduk cuma sekitar 1.4 km.

Pada hari Sabtu pagi (2/12/2023), saya berkendara ke Tuntang, Kabupaten Semarang, lalu memarkir sepeda motor saya pada tempat penitipan sepeda motor di dekat Jembatan Tuntang. Biaya penitipan Rp. 3.000. Disini ada beberapa rumah warga yang difungsikan sebagai tempat penitipan.

Kemudian saya berjalan kaki menuju ke Stasiun Kereta Api Tuntang yang lokasinya cukup dekat, sekaligus mengambil foto stasiun bersejarah tersebut dari depan.

Stasiun Tuntang beralamat di Jl. Raya Stasiun Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Stasiun ini berada di daerah perbatasan antara Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

Stasiun Kereta Api Tuntang (dokpri)
Stasiun Kereta Api Tuntang (dokpri)

Menurut panduan Google Maps, dari Stasiun Tuntang ke Museum Kereta Api Ambarawa, jika mengikuti jalur rel kereta api berjarak 7 km dan bisa ditempuh berjalan kaki dalam waktu 1 jam 37 menit. Tentu saja saya tidak akan jalan kaki sampai kesana, cukup sampai Dusun Sumurup, dan menikmati spot menarik yang saya jumpai disekitarnya.

Melipir disamping pagar kawat di luar area Stasiun, di Jl. Raya Stasiun Tuntang ke arah jembatan, sampai saya memperoleh akses terbuka ke rel kereta api. Perlu di ingat ya, jika kamu masuk ke area Stasiun Tuntang tanpa mendapat ijin terlebih dari pihak terkait, siap-siaplah akan didatangi dan ditegur pak satpam. Disiplin dalam tugas sangat diperlukan untuk melestarikan warisan sejarah. 

Dulu pernah saya mengalaminya. Ketika sedang membuat konten Youtube video, saya berjalan menyusuri rel kereta api dari Dusun Sumurup sampai masuk ke Stasiun Tuntang. 

Saya sempat memvideokan gerbong-gerbong kecil yang nampaknya sudah dipensiunkan dari tugas mengangkut wisatawan. Tiba-tiba pak satpam mendatangi saya, lalu ia menegur dengan nada suara berwibawa sedikit membentak: "Ada apa ini ya?! Masuk sini sudah dapat izin belum?!"  Saya pun cepat-cepat minta maaf, dan tak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah diingatkan, lalu segera kabur keluar dari lokasi.

Pernah sih saya masuk ke lokasi Stasiun Tuntang dengan aman dan nyaman ketika berstatus sebagai wisatawan. Ketika anak-anak masih kecil, saya mengajak mereka berwisata naik kereta api dari Museum Kereta Api Ambarawa - Stasiun Tuntang (pp). Sesampainya di stasiun, kereta berhenti selama 15 menit, waktu yang cukup buat wisatawan untuk menikmati bangunan tua peninggalan Belanda yang terlihat masih kokoh. Saya pun teringat ketika "si jagoan kembar" minta dibelikan es krim disana.

Jalur kereta api wisata (dokpri)
Jalur kereta api wisata (dokpri)

Sebelum memasuki terowongan di bawah Jl. Raya Semarang-Surakarta, saya menjumpai ada dua atau tiga rumah warga nyempil di sini. Dikelilingi area Stasiun Tuntang, rel kereta api, jalan raya, jembatan dan tentunya sungai. Dengan arus lalu lintas yang semakin padat, para penghuni rumah tersebut "dipaksa" untuk berdamai dengan suara bising yang tak mengenal waktu.

Setelah melewati Jembatan Kali Tuntang (Sungai Tuntang), wilayah sudah masuk Dusun Sumurup, Desa Asinan. Rasa penasaran mengantarkan saya ke bawah jembatan. Di atas saya ada dua jembatan yang kokoh, dilalui kendaraan berlawanan arah. Dan satu hal yang saya suka, kali ini kondisi di bawah jembatan terlihat bersih, tidak ada sampah. 

Mata saya pun terarah ke Kali Tuntang. Hujan mulai sering turun, air sungai pun terlihat mulai banyak. Air sungai ini berasal dari Rawa Pening. Dari jauh saya bisa melihat ada perahu dan seseorang berdiri di tepi sungai. Kelihatannya sedang memancing.

Jembatan dan Sungai Tuntang (dokpri)
Jembatan dan Sungai Tuntang (dokpri)

Jalur Kereta Api Wisata

Saya pun kembali berjalan menyusuri jalur rel kereta api yang banyak bebatuan kecil. Perlu diketahui, sepanjang jalur rel kereta api harus rutin dirawat. Dibersihkan dari rumput yang tumbuh. Jika rumput banyak tumbuh, tanah di bawah bantalan rel akan menjadi gembur. Jika keadaan ini dibiarkan, jalur kereta api bisa ambles ketika dilewati kereta api. Resikonya bisa terjadi kecelakaan, gerbong bisa keluar dari rel.

Kondisi rel kereta api didekat Jembatan Kereta Api agak sedikit melengkung. Namun rel baja tersebut tak bisa diluruskan karena beresiko patah. Tapi masih aman untuk dilalui. "Kata Wiji, petugas dari Kereta Api Indonesia (KAI)." Ia pun mengatakan, rel baja buatan tahun 1909, sedangkan bantalan rel terbuat dari besi buatan tahun 1913. Ia pun menunjukkan goresan yang mulai terkelupas bertuliskan angka di rel dan bantalan rel.

Jembatan Kereta Api yang ada di Dusun Sumurup juga merupakan peninggalan Belanda. Per meternya, jembatan tersebut hanya mampu menahan beban lokomotif seberat 20 ton. Sehingga masih mampu dilalui kereta api wisata dengan lokomotif uap dan disel. Perlu diketahui, bahwa lokomotif buatan terbaru beratnya bisa lebih dari 60 ton. Terima kasih, Mas Wiji, sudah berbagi pengetahuan tentang perkereta apian.

Jalur kereta api peninggalan Belanda di Dusun Sumurup (dokpri)
Jalur kereta api peninggalan Belanda di Dusun Sumurup (dokpri)

Legenda Asal-Usul Rawa Pening

Saya kembali berjalan menyusuri rel kereta api sambil melihat aktifitas seputar Rawa Pening, saya pun jadi teringat cerita legenda danau tersebut. Sebagian masyarakat mungkin masih mempercayai tentang legenda terjadinya Rawa Pening dan Naga Baru Klinting. Secara ringkas kisahnya demikan:

Dahulu kala ada seorang wanita melahirkan anak yang menyerupai seekor ular. Lalu dinamakan Baru Klinting. Ketika menginjak remaja, ular naga itu bersemedi di sebuah gunung. Lalu tubuhnya bisa berubah menjadi manusia. Ketika lapar, ia pergi ke desa untuk meminta makanan, namun ia malah diusir oleh warga desa itu. Lalu Baru Klinting menjadi marah. Tempat itu dikutuk menjadi rawa. Sejak saat itu, desa yang telah terendam air itu dinamakan Rawa Pening. 

Danau Rawa Pening (dokpri)
Danau Rawa Pening (dokpri)

Rawa Pening

Rawa Pening adalah danau alam dengan luas 2.670 hektar, terletak di cekungan tiga gunung; Gunung Ungaran, Telomoyo dan Merbabu. Air dari rawa bermuara ke Sungai Tuntang. Secara administratif, Rawa Pening menempati wilayah Kecamatan Bawen, Ambarawa, Tuntang, dan Banyubiru (id.m.wikipedia.org).

Danau Rawa Pening berfungsi sebagai; pengendali banjir, irigasi, tempat wisata dan airnya yang berlimpah, terutama di musim hujan, dimanfaatkan sebagai sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jelok, di Desa Delik, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

Namun ketika musim kemarau yang panjang, air danau surut dan sebagian Rawa Pening berubah menjadi sabana. Seperti di tahun ini 2023. Terakhir fenomena alam tersebut terjadi 5 tahun yang lalu. Saya pun tak menyia-nyiakan mengalami sensasi berjalan di Sabana Rawa Pening yang gembur, namun sialnya kaki kanan terperosok, sepatu jadi kotor terkena lumpur. Salah saya kurang hati-hati. 

Ketika tepian Danau Rawa Pening berubah menjadi padang rumput, sempat viral jadi wisata dadakan. Banyak yang datang sekedar berfoto disini. Warga pun senang karena bisa jualan jajanan dan minuman di area sabana.

Sabana Rawa Pening (dokpri)
Sabana Rawa Pening (dokpri)

Jembatan Biru

Tak terasa saya sudah sampai di lokasi Jembatan Biru. Disekitar sini ada beberapa warung makan, dan area parkir kendaraan bermotor yang cukup luas. Akses kesini melalui jalan lintas Tuntang - Ambarawa.

Di area Jembatan Biru ada beberapa alat berat, seperti excavator, dan kendaraan untuk mengangkut, yaitu beberapa truck. Permasalahan tentang Danau ini adalah pendangkalan. Peralatan berat digunakan untuk membuang eceng gondok dan mengeruk dasar rawa. Revitalisasi ini dilakukan agar danau tetap dalam. 

Dokpri
Dokpri

Melansir dari laman greeneration.org, eceng gondok (Eichornia crassipes), merupakan tumbuhan air yang mengapung, berasal dari Brasil yang biasa dijumpai di waduk, danau, rawa, kolam dan sungai. Tumbuhan ini memiliki akar, batang, daun, bunga dan buah. 

Ancaman Eceng Gondok Bagi Ekosistem 

1. Eceng gondok merupakan tumbuhan invasif. Keberadaannya jika tidak terkendali membahayakan, mengurangi populasi dan keanekaragaman hayati lainnya.

2. Tumbuhan ini banyak menyerap oksigen, sehingga kandungan oksigen di dalam air yang dibutuhkan ikan akan berkurang. Akibatnya banyak ikan yang mati.

3. Eceng gondok yang mati menyebabkan pendangkalan danau atau sungai. Kondisi ini bisa meningkatkan resiko banjir.

Tanaman eceng gondok yang berbunga (dokpri) 
Tanaman eceng gondok yang berbunga (dokpri) 

Manfaat Eceng Gondok

Eceng gondok, setelah melalui pengomposan, dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Kompos eceng gondok dapat membantu memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman dan membantu sifat fisik tanah (ejurnal.untag-smd.ac.id).

Salah satu "oleh-oleh" yang bisa dibawa dari Dusun Sumurup adalah pupuk kompos dari eceng gondok dan media tanam yang bahan bakunya campuran dari kompos eceng gondok dan bahan-bahan lainnya. Saya sudah beberapa kali membelinya. Harganya waktu itu Rp. 10.000 per sak. Banyak warga yang menjualnya disepanjang jalan di Dusun Sumurup.

Kompos endapan enceng gondok di dasar Danau Rawa Pening maupun yang sudah terbawa ke Sungai Tuntang, turut berperan menggerakkan roda perekonomian bagi warga sekitar. Dengan perahu, warga lokal mengambilnya. Buruh angkut dengan keranjang anyaman bambu, "menyunggi" kompos eceng gondok diatas kepalanya. Kompos tersebut dikumpulkan. Saya melihatnya didekat jembatan kereta api wisata.

Aktifitas warga mengambil kompos eceng gondok (dokpri)
Aktifitas warga mengambil kompos eceng gondok (dokpri)

Tak terasa saya sudah berada di atas Jembatan Biru yang warnanya tidak semuanya biru, hanya sebagian yang berwarna biru, namun dinamakan Jembatan Biru. 

Tidak ada tiket masuk ke Jembatan Biru. Gratis! Jembatan ini menawarkan spot foto instagramable dengan latar belakang danau dan pegunungan. Saya pun sempat bertemu dengan seorang gadis, tiktoker dari Magelang. Saya sempat diminta tolong untuk mem-videokannya, untuk buat konten katanya.

Jembatan Biru (dokpri)
Jembatan Biru (dokpri)

Jembatan Biru merupakan sebuah dermaga. Disini kamu akan menjumpai perahu kecil yang disewakan untuk mengantar wisatawan yang ingin menikmati keindahan Danau Rawa Pening dengan berperahu. Maksimal 6 orang per perahu. 

Saya sudah pernah merasakan serunya naik perahu bermesin yang memiliki atap memutari danau ini dua kali. Namun kami naiknya bukan dari Jembatan Biru, tetapi dari Kampung Rawa.

Tarif Perahu Jembatan Biru

Standar   Rp. 100.000

Kampung Rawa   Rp. 150.000

Tabur Bunga   Rp. 150.000

Prewed   Rp. 150.000

Bukit Cinta   Rp. 200.000

Transit   Rp. 300.000

Perahu di Jembatan Biru (dokpri)
Perahu di Jembatan Biru (dokpri)

Jembatan Biru juga merupakan salah satu spot mancing favorit di Danau Rawa Pening. Ketika saya kesini, pemancing biasanya nyempil di bawah dekat jembatan yang berwarna biru. Entah kenapa memilih disitu. Mungkin nyaman dan terlindung dari sengatan sinar matahari.

Saya pun bertemu dengan beberapa orang membawa "senapan angin." Ini pun salah satu cara menangkap ikan. Seperti berburu di hutan. Bedanya, senapan menembak ikan ini ada benang nilonnya sepanjang 30 meter yang dililitkan di ujung senapan. Ketika ikan bisa tertembak, tinggal di tarik saja. 

Penembak ikan lebih memilih berada di atas jembatan sambil mengamati ikan yang naik ke permukaan. Jenis ikan yang mudah ditembak yaitu ikan kutuk (gabus) dan ikan mujaer. "Ikan wader lebih sering berada di dalam air sehingga sulit di tembak," kata Pudjo, seorang bapak dari Salatiga. Ia menembak ikan sebagai hiburan, dan mengakui lebih asyik memancing daripada menembak. Karena ketika memancing ada sensasi ketika umpan dimakan ikan. "Menembak ikan hanya sebagai selingan saja," katanya.

Komunitas penembak ikan di Rawa Pening (dokpri)
Komunitas penembak ikan di Rawa Pening (dokpri)

Tak berlama-lama di Jembatan Biru, saya pun keluar dari jembatan itu. Ke arah kiri kembali menyusuri rel kereta api. Saya tak tahu arah mata angin, namun jalur kereta api ini menuju ke Museum Kereta Api Indonesia, Ambarawa. 

Di pinggiran Danau Rawa Pening, warga lokal banyak membuka warung, termasuk warung apung. Semakin siang, penghobi mancing mulai berdatangan. Ada dua orang terlihat sedang asyik memancing di tepi danau tak jauh dari jalur kereta api wisata. 

Salah satu hal yang bikin saya kangen dengan suasana Dusun Sumurup ialah angsa putih. Angsa lokal berbulu putih selalu berkeliaran di pinggiran danau. Angsa merupakan unggas yang berisik dan agresif, sehingga biasa dijadikan hewan pengawas dan penjaga.

Ketika saya berjalan di rel kereta api, saya melihat beberapa warga lokal yang sedang memanen padi. Danau Rawa Pening yang sempat surut di musim kemarau tenyata membawa berkah bagi petani.

Suasana Dusun Sumurup (dokpri)
Suasana Dusun Sumurup (dokpri)

Warung Apung Rawa Pening

Setelah cukup puas berjalan kaki, menyusuri tepian Danau Rawa Pening di Dusun Sumurup. Saya pun singgah pada salah satu warung apung. Jam tangan menunjukkan pukul 09:10 WIB. Menuju ke warung apung tersebut, saya berjalan diatas jembatan bambu yang sedikit bergoyang ketika kedua kaki saya menapak diatasnya. 

Warung apung Rawa Pening (dokpri) 
Warung apung Rawa Pening (dokpri) 

Warung apung tersebut beralaskan kayu berdiri diatas tong-tong kosong sehingga mengapung. Ada bambu ditancapkan di pinggirnya, sehingga warung tersebut tidak hanyut ketengah danau. Setelah musim kemarau yang panjang, sebagian area Danau Rawa Pening sempat menjadi sabana. Ketika beberapa kali turun hujan. Debit air danau pun mulai bertambah. Di pinggiran danau, kedalaman air sekitar 1 meter.

Di dalam warung apung ada cukup banyak peralatan mancing. Ternyata milik pemancing ikan yang menitipkannya di warung apung tersebut. Mereka pelanggan setia. 

Setelah cukup lama berjalan kaki, saya pun merasa lapar. Namun sayangnya, saya datang terlalu awal. Kuliner khas Rawa Pening belum siap dimasak. Akhirnya saya memesan pop mie dan segelas kopi seharga Rp. 12.000. Tak apalah, yang penting masih bisa menikmati suasana danau dari warung apung.

Warung apung Rawa Pening (dokpri)
Warung apung Rawa Pening (dokpri)

Beruntung pemilik warung yang bernama Madi (52), orangnya ramah. Dia menemani istrinya berjualan. Warung miliknya buka dari pukul 07:00 sampai 17:00, menyesuaikan waktu kunjungan wisatawan ke Dusun Sumurup. Maksimal sampai pukul 18:00 untuk menjaga ketenangan warga.

Saya memanggilnya Pak Madi, asli warga Dusun Sumurup. Hobinya mancing. Ukuran pancing favoritnya 9. Katanya bisa untuk memancing ikan besar maupun kecil.

Di warungnya pun ada orang yang sedang memancing. Ia juga menyewakan perahu buat mancing dengan sewa bervariasi, Rp. 12.000, Rp. 20.000, dan Rp. 50.000 (dengan mesin). Dengan harga sewa tersebut, kamu bisa memakainya sepuasnya. 

Dusun Sumurup juga dikenal sebagai sentra pembuat perahu. Bahan lebih disukai dari kayu suren dan mahoni yang didatangkan dari Parakan dan Magelang. Umur pohon menentukan kualitas perahu. Untuk kayu suren, umur pohon disukai yang 25 tahun, sedangkan mahoni umur pohon 20 tahun. Kayu suren bisa dibuat perahu walaupun umur pohon masih 10 tahun, namun kekuatannya tidak tahan lama, bisa digunakan sekitar 3 tahunan saja.

Kedua jenis kayu, suren dan mahoni memang tidak sekuat kayu jati dan bengkirai. Namun perahu yang terbuat dari kayu suren dan mahoni jika terbalik akan mengapung, sehingga bisa buat pegangan pemancing. Jadi lebih aman.

(dokpri)
(dokpri)

Masih menurut Pak Madi, untuk menjaga kelestarian ikan di Danau Rawa Pening, dua kali dalam satu tahun, komunitas mancing secara bergantian menebar benih ikan ke Rawa Pening. 

Ikan di Rawa Pening banyak jenisnya, seperti ikan wader, gabus, bawal, dan nila. Dan ketika saya mau ke warung apung, saya sempat melihat dua orang pemancing membawa seekor ikan besar. Dan kata Pak Madi, itu ikan tomang berberat 10 kg. Dulu ada yang pernah mendapat seberat 20 kg. Dua kali lipatnya, dan ketika dibeleh, di dalam perut ikan itu banyak ikan-ikan kecil.

Ikan tomang bisa sampai besar, merupakan ikan predator yang memangsa ikan-ikan yang lebih kecil. Ikan ini sangat merugikan nelayan maupun penghobi mancing karena menghabiskan ikan-ikan lainnya.Ikan tomang merusak ekosistem Danau Rawa Pening. Dan yang jadi pertanyaan, siapa orang usil yang dulu melepaskan ikan tomang di Danau Rawa Pening sehingga berkembak biak. Menebar benih ikan di danau ini ada aturannya, tidak bisa sembarangan.

Pemancing dapat ikan tomang (dokpri)
Pemancing dapat ikan tomang (dokpri)

Tak terasa hari sudah semakin siang, suhu udara pun semakin panas. Tiba saatnya bagi saya tuk meninggalkan Dusun Sumurup Rawa Pening. Berjalan kembali menyusuri rel kereta api menuju ke arah Stasiun Tuntang. 

Saat saya pergi, kereta api wisata dari Museum Kereta Api Ambarawa menuju Stasiun Tuntang melintas di tepian Danau Rawa Pening. Terlihat beberapa wisatawan lokal mengambil foto lewat smartphone mereka. Wajah mereka terlihat gembira menikmati akhir pekan yang indah. 

Saya pun punya cara tersendiri untuk menikmati pesona Dusun Sumurup Rawa Pening. Mendokumentasikan perjalanan wisata lewat tulisan. Salam lestari.

Kereta Api Wisata (dokpri)
Kereta Api Wisata (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun