Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gebyar Saparan, Teladan Guyub Rukun dari Kelurahan Tegalrejo, Salatiga

5 November 2018   10:05 Diperbarui: 21 April 2023   15:21 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kirab Saparan di Tegalrejo (DokPri).

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga menggelar acara Gebyar Saparan atau Merti Desa. Ini sudah yang kesekian kalinya sejak dahulu secara turun-temurun. Bermakna sebagai wujud ungkapan syukur kepada Sang Khalik atas berlimpah berkat dan karunia yang telah warga dapatkan selama ini. 

Dan tak kalah pentingnya acara ini juga sebagai sarana menyatukan serta mengakrabkan warga di wilayah Kelurahan Tegalrejo. Bentuk wujud kebersamaan melestarikan budaya tradisi nenek moyang yang luhur.

Delapan RW di wilayah kelurahan Tegalrejo turut berpartisipasi dalam rangka Gebyar Saparan/Merti Desa 2018/1440 M pada hari sabtu tanggal 3 November yang tahun ini. RW 2  bertindak sebagai panitianya, diketuai oleh bapak Budi Darmawan terbilang sukses.  

Acara satu hari penuh, dari pagi sampai menjelang tengah malam. Diawali dengan Kirab Budaya yang menurut jadwal persiapan dimulai jam 07.30 WIB.  Dan kirab mulai dilangsungkan jam 08.00 WIB. Saya sendiri datang sekitar jam 07.45 WIB.

 Antusias warga disetiap RT di Kelurahan Tegalrejo yang ingin berpartisipasi dalam memeriahkan Gebyar Saparan tahun ini nampaknya meningkat. Dan oleh karena jalan didepan Kantor Kelurahan Tegalrejo tak cukup besar, maka sangat dimaklumi jika kirab budaya tersebut baru bisa dimulai pada jam 09.00 WIB 

Pengunduran dimulainya acara Kirab Budaya tersebut justru menguntungkan saya untuk bisa menggali informasi sebanyak-banyaknya.  Dari obrolan dengan beberapa peserta Kirab Budaya itu saya mengetahui alasan sesungguhnya mereka ikut berpartisipasi. 

Secara umum mereka cukup antusias menjadi bagian dari parade budaya tersebut. Bahkan sekelompok ibu-ibu rela wajahnya 'disulap' menjadi tokoh Punakawan--Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka sudah berdandan sejak jam 05.30 WIB. Salah satu diantara mereka sampai dibela-belain tak jualan sayur di hari itu guna bisa ikut menyemarakkan acara tahunan tersebut. 

Selain itu saya juga menemui RT 07/RW 4. Mereka menampilkan replika patung Garuda yang terbuat dari gabus dan dicat yang proses penyelesaiannya butuh waktu sebulan. Ternyata Parade Merti Desa bisa juga untuk memicu kreatifitas karena warga nampaknya ingin menampilkan sesuatu yang terbaik dan unik. 

Untuk sumber pendanaan, setiap KK (kepala keluarga) dimintai iuran sebesar Rp 10.000 guna menanggung biaya keseluruhan gebyar Saparan/Merti Desa. Sedangkan untuk biaya Kirab Budaya  secara swadaya ditanggung oleh masing-masing RT yang mengikutinya.

Kirab Budaya

Kirab Budaya menampilkan beragam budaya tradisional Indonesia dimulai dari Balai Kelurahan Tegalrejo menuju lapangan Bengkok.  Rute jalan yang dilewati dimulai dari jalan Magersari dan belok kiri ke jalan Jodipati. Mobil Voorrijder dari Polsek Argomulya membuka jalannya parade budaya ini dan kemudian diikuti oleh Pasukan Bendera Merah Putih dari SMA Negeri 2 Salatiga. 

Tak kalah semangatnya, Pasukan Marching Band MTs Negeri Salatiga dengan gagahnya memainkan seperangkat alat perkusi. Sehingga para warga yang sudah dari tadi menunggu sudah terlihat menyiapkan kamera maupun ponselnya untuk mengabadikan momen tahunan tersebut. Sedangkan saya sendiri walaupun bukan warga Kelurahan Tegalrejo tak ingin hanya menyaksikan kirab budaya ini dengan berdiam di satu tempat. Saya pun ikut berjalan disepanjang rute yang dilewati iring-iringan kirab budaya tersebut. Saya bisa melihat antusias warga ternyata cukup besar untuk menyaksikanya. 

Sampai akhirnya rombongan kirab budaya itu memasuki lapangan Bengkok sebagai tujuan akhirnya yang saat saya datang sedang dilangsungkan pertunjukkan Barongsai pimpinan pak Teguh dari Gereja Katolik Kristus Raja. Dan setelah tarian Barongsai selesai dilanjutkan dengan hiburan solo organ dari atas panggung dengan membawakan lagu-lagu khas dangdut dan campursari. 

dok pribadi
dok pribadi
Lapangan Bengkok Sebagai Lokasi Perayaan Saparan

Bapak Sudarso, ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), mengatakan; pemindahan lokasi Saparan dari semula di  halaman Kantor Kelurahan Tegalrejo ke Lapangan Bengkok yang lokasinya berdekatan sempat menjadi polemik. Generasi 'sepuh' sempat menolak karena menurut tradisi itu harus dilaksanakan di Balai Desa seperti tradisi Saparan yang sudah dijalankan para Lurah terdahulu.

Pendapat tersebut pun tentunya punya argumen yang kuat  karena budaya Jawa terkenal sarat dengan makna filosofi yang akan memberikan sesuatu yang baik jika dijalankan. Namun animo masyarakat di Kelurahan Tegalrejo untuk menghadiri undangan Saparan terlihat menurun. 

Setelah ditelusuri apa penyebabnya, mereka bukannya tak tertarik menyaksikan pagelaran budaya tersebut namun lebih karena faktor sungkan. Terkesan ada jurang pemisah. Tamu-tamu undangan berpakaian formal terkesan lebih diperhatikan. Selain itu halaman Kantor Kelurahan Tegalrejo pun tak terlalu luas. Sehingga dengan mempertimbangkan berbagai hal terutama guna tetap melestarikan budaya Saparan/Merti Desa, akhirnya lokasi perayaannya dipindahkan ke Lapangan Bengkok dan ini merupakan yang kedua kalinya di lapangan itu. 

Benar juga setelah pindah ke tempat baru yang lebih luas, animo masyarakat setempat maupun dari desa tetangga seperti saya ini hehehe..untuk datang meningkat. Dipinggiran lapanganpun tersedia aneka jajanan dan minuman sebagai pelepas lapar dan dahaga.

Selamatan Saparan

Selamatan Saparan, bertempat di Gedung Serbaguna Kantor Kelurahan Tegalrejo. Tempat tersebut disore hari biasa dimanfaatkan warga sebagai tempat bermain bulutangkis. Selamatan Saparan merupakan salah satu acara inti Saparan. Ini berupa swadaya warga sebagai ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas berkat jasmani maupun rohani yang telah mereka terima selama ini. Mereka mempersembahkan tumpeng putih beserta ubo rampenya seperti tempe goreng, telur rebus yang dipotong dua sehingga warna kuning telurnya terlihat cantik serta gudangan. Dan ada juga pisang dan buah-buahan lainnya. Namun yang tak terlupakan adalah ingkung ayam dan jajanan pasar yang semuanya punya makna filosofi tersendiri. 

Acara Selamatan Saparan dihadiri oleh Lurah Tegalrejo yaitu bapak Edhi Suyatno, Ketua LPMK bapak Sudarso, Ketua Panitia Saparan bapak Budi Darmawan, tokoh agama, Bapak RW, Bapak RT dan tokoh masyarakat. Sekitar 19 orang duduk diatas tikar mengelilingi bancakan yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai hidangan yang disediakan dalam selamatan atau kenduri. 

Acara di mulai jam 16.00 WIB, setelah pembukaan dilanjutkan dengan melantunkan doa ucapan syukur yang dipimpin oleh bapak Ustad. Sayangnya saya lupa menanyakan nama beliau. Setelah doa dilakukan penyerahan potongan tumpeng beserta suwiran ingkung ayam dan lauk lainnya diberikan oleh bapak Lurah Tegalrejo kepada Ketua Panitia Saparan. 

Sayangnya saya tak tahu apa maknanya, setelah itu kami semua makan hidangan Selamatan Saparan bersama-sama. Sebelum jam 17.00 WIB acara Selamatan tersebut selesai.

dok pribadi
dok pribadi
Kirab Pademangan

Dahulu Lurah disebut Demang. Kirab Pademangan adalah merupakan perjalanan seorang Lurah dari balai Kelurahan menuju Panggung Resepsi yang berlokasi di Lapangan Bengkok yang dulu sempat menjadi arena balap merpati kolongan. Namun sejak Gebyar Saparan tahun kemarin, lapangan tersebut telah beralih fungsi menjadi sebuah taman yang ramah dengan anak-anak. Sekarang terlihat lebih baik walaupun masih membutuhkan dana tambahan guna lebih mempercantik lagi.

Sekitar pukul 20.00 WIB Kirab Pademangan dimulai. Lurah didampingi oleh ketua LPMK dan staf kelurahan menuju kelokasi acara utama. Mereka dikawal oleh sepasukan dengan membawa replika senjata, seperti tombak dan pedang dengan diiringi tabuhan perkusi seperti kenong, serta obor sebagai penerang. 

Dalam perjalanan menuju panggung resepsi, dua anak kecil setia memayungi kedua tokoh tersebut. Sungguh merupakan pengalaman yang mengesankan bagi saya bisa melihat langsung pentas budaya ini.

dok pribadi
dok pribadi
Puncak Acara

Setelah menghantarkan bapak Lurah dan ketua LPMK sampai di panggung, acara dibuka dengan pemukulan gong sebanyak tiga kali oleh Bapak Lurah. Setelah itu beliau memberikan sambutannya tentang makna upacara adat Saparan atau Merti Desa. Keinginan beliau yang patut diapresiasi yaitu ingin menjadikan Kelurahan Tegarejo yang warganya senantiasa guyub dan rukun dengan tetap melestarikan budaya daerah  di era digital  ini dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan. 

Dalam puncak acara ini juga dipersembahkan tarian Gambyong dan Tayub yang dibawakan sangat apik oleh para penari dari ISI Surakarta. Tarian mereka yang apik didukung oleh harmonisasi iringan gamelan dan lantunan merdu suara sindennya semakin menambah semarak pesta budaya itu.  Dua tarian tersebut melambangkan kedekatan Demang atau Lurah dengan warganya.

 Acara malam itu juga dihadiri oleh Walikota Kota Salatiga Bapak Yulianto. Beberapa saat setelah memberikan sambutan, beliaupun di daulat untuk menari  dan salah satu dari ledhek menghampirinya untuk diajak 'manggung'. 

Beliaupun menyanggupinya walaupun nampaknya lebih asyik dengan mikrofon ditangannya sambil melantunkan lagu Perahu Layar sambil diiringi alunan gamelan yang syahdu. Trimakasih pak Wali atas kerawuhannya.

Acara berikutnya adalah pertunjukkan Reog. Ini hanya melanjutkan yang sudah dimulai sejak sore sekitar jam 15.30 WIV sampai jam 17.30 WIB. Menghadirkan tiga paguyuban reog--Reog Laras Rejo Budoyo, Reog Trimudo Budoyo, dan Reog Lestari Budi Tamtomo. 

Reog ala Salatiga hampir mirip dengan Jatilan atau Kuda Lumping yang penarinya memegang boneka kuda yang terbuat dari bambu diiringi dengan musik gamelan. Sekarang sudah dikolaborasi dengan instrumen modern seperti drum untuk menambah meriah. 

Ada juga penari yang memakai topeng. Dengan alunan musik yang cenderung monoton seperti mengarahkan para penari untuk mengalami keadaan trance atau kesurupan. Yaitu keadaaan hilang ingatan untuk beberapa saat. Ini salah satu daya tarik yang ditunggu oleh para penonton. 

Acara berakhir pukul 23.00 WIB. Namun 15 menit lebih awal saya memutuskan untuk pulang. Kaki ini terasa kemeng karena kelamaan berdiri. Kesimpulannya saya cukup puas dan terhibur dengan menyaksikan Gebyar Saparan/Merti Desa di Kelurahan Tegalrejo pada hari sabtu minggu kemarin. Pengalaman tersebut saya tuangkan di artikel kali ini semoga bisa bermanfaat bagi anda para sahabat pembaca setia Kompasiana. 

dok pribadi
dok pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun