Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Memori Indah di Kampung Nelayan, Sebelum Gempa Mengguncang Lombok

30 Agustus 2018   08:53 Diperbarui: 22 April 2023   09:54 1935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari sabtu siang sekitar jam satu  diakhir bulan Juni, pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandara Internasional Lombok Praya. Setelah mengambil barang bawaan saya segera membeli tiket bus Damri seharga Rp 40 ribu lalu menuju ke arah bus tersebut yang akan membawa saya ke Ampenan. 

Bus itu jurusan Bandara-Senggigi yang tentunya akan melewati tempat tujuanku. Saya sudah dibilang untuk turun di Kebon Roek dimana nanti Fajar, adik istri saya akan menjemput saya.

Dikira Sopir Bus Damri

Saat itu ada dua bus Damri yang diparkir dan setelah memastikan bus yang tepat, saya masuk ke dalam. Saat itu baru ada satu dua penumpang jadi saya bisa memilih duduk paling depan sehingga saya bisa melihat lebih jelas jalanan yang nantinya akan dilalui. 

Cukup lama juga menunggu keberangkatan sampai ada salah satu penumpang yang menanyakan pada saya apakah dia bisa menjalankan ibadah sholat dulu sambil menunggu bus berangkat. Mungkin karena sudah lama menunggu dan saya kebetulan duduk di depan dikirain saya sopir busnya. 

Saya bilang ga tau ini bus mau berangkat kapan karena saat itu penumpang sudah mulai banyak.  Lalu sambil guyon (bercanda) saya jawab," Kalo ada kuncinya udah saya bawa kabur dari tadi busnya biar cepat nyampai hehehe." 

Lalu tidak lama kemudian seorang tourist asing mengetuk kaca jendela sebelah kanan lalu menanyakan kapan bus ini mau diberangkatkan. Tapi yang mengherankan waktu wanita muda itu malah terkejut ketika saya bilang bahwa saya tidak tau karena bukan sopir busnya!!

Menuju Ke Ampenan

Akhirnya saat yang penumpang nanti-nantikan tiba yaitu keberangkatan bus menuju ke Senggigi. Di dekat pintu masuk bus, terlihat beberapa wisatawan asing akrab mengobrol sedangan para penumpang lokal nampak asyik dengan lamunannya masing-masing.

 Saya tak lupa memberitahu pak sopir untuk menurunkan saya di Kebon Roek dan berusaha sok akrab dengan dia dengan mengajaknya mengobrol. Namun hanya seperlunya dia menjawab pertanyaan saya. Nampaknya obrolan dia dengan temanya di Hp lebih menarik perhatiannya sampai akhirnya bus masuk kota Mataram. Dan tak lama kemudian saya diturunkan di suatu tempat dan disuruh berjalan ke traffic lights. Terima Kasih pak sopir akhirnya saya sampai juga di Ampenan.

Kampung Nelayan Pondok Prasi

Tidak lama duduk menunggu di dekat traffic lights di depan post polisi, seorang petugas polisi yang ramah mempersilahkan saya untuk menunggu di dalam namun saya tolak karena sebentar mau dijemput.

Dengan menaiki sepeda motor sambil tersenyum, Fajar datang dengan sepeda motor menghampiri saya. Lokasi saya menunggu ternyata sangat dekat dengan tempat tingggalnya yang terletak di Kampung Nelayan Pondok Prasi, Kelurahan Bintaro, Ampenan, Mataram NTB.

Nama Kampung Nelayan tertempel jelas di gapura masuk kampung tersebut. Fajar menikah dengan seorang wanita Sasak yang baik hati bernama Minah. Mereka dikaruniani seorang anak gadis manis yang bernama Intan. Tidak jauh dari gapura tersebut ada Bong (Pemakaman Tionghoa) atau warga setempat biasa menyebutnya dengan nama "Kuburan Cina". 

Tempatnya nampak serem jika saya membayangkan kalau melewatinya di malam. Ternyata di waktu gempa bumi mengguncang pulau ini yang pusat gempanya berasal dari Lombok Utara dan Lombok Timur, di malam hari warga sekitar mengkonversikan makam ini menjadi sebuah "penginapan" yang luas beratapkan terpal. 

Tak terasa akhirnya sampailah saya di rumah Fajar, yang hanya beberapa meter masuk ke gang. 

Halaman rumahnya berupa pasir, tak terlihat sedikitpun ada tanah semakin menegaskan bahwa tempat ini sangat dekat dengan pantai. Saya hanya bisa membayangkan betapa hari-hari liburan saya di Lombok akan terasa semakin indah.

dok.pribadi
dok.pribadi
Simbol Toleransi

Suasana di Kampung Nelayan Pondok Prasi sungguh mencerminkan suatu bentuk toleransi yang kuat diantara warganya yang heterogen. ini nampak terlihat tidak hanya dengan adanya Bong ditengah mayoritas penduduk yang beragama Islam, namun juga dengan adanya Pura Segara yang berada di bibir pantai. Dan umat Hindu yang tinggal di sini maupun yang datang dari tempat lainpun merasa nyaman dalam menjalankan ibadahnya.

Ternyata Lumba-lumba Bukan Sahabat Nelayan

Pada sabtu malamnya, Udin adik Minah yang berprofesi sebagai seorang nelayan datang ke rumah bersama anak istrinya. Tentu saja kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk mengobrol mengenai kehidupan nelayan. Dia dibesarkan dari keluarga nelayan, sehingga kehidupan sehari-harinya sangat akrab dengan laut. 

Ia sangat piawai menjalankan perahu mesin ditengah terpaan ombak dan tegar dalam menghadapi dinginnya angin laut di malam hari. Itu terlihat jelas diwajahnya ketika menceriterakan suka dukanya sebagai nelayan kepada saya. 

Banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan dari dia. Seperti jenis ikan mempunyai jam-jam operasional tertentu. Jika melaut dimalam hari, dia akan mendapatkan ikan kembung, kalau jam 3 pagi yang didapat adalah ikan tongkol, sedangkan kepiting biasa muncul di pagi hari sekitar jam 7.

Sedangkan kalau dia pergi melaut biasanya sekitar jam 5 sore dan pulang sekitar jam 7 pagi. Dia sering mendapatkan ikan kembung, tongkol, tenggiri dan kadang-kadang cumi-cumi. Ikan-ikan hasil tangkapan akan dijual di pasar berupa ikan segar maupun dipindang supaya lebih awet. 

Kakak perempuan Udin, Minah buka usaha jasa laundry, sering mendapat kiriman ikan-ikan segar darinya. Namun namanya rezeki sebagai nelayan itu tidak menentu. Terkadang cuaca ekstrim sehingga tidak berani melaut maupun gangguan dari kawanan lumba-lumba. 

Inilah yang saya herankan. Ternyata beda ya dengan versi buku cerita yang saya baca waktu kecil. Ternyata lumba-lumba juga merupakan pencuri ikan yang ulung. Mereka dari jarak jauh bisa membaui ikan yang ditangkap nelayan.  Lalu secepat kilat berenang mendekat, dan dengan cerdiknya memakan ikan-ikan yang tertangkap di dalam jaring selagi masih berada di air. 

Masih beruntung mas, kata Udin dengan nada pasrah, jika menjaring dapat seratus ekor ikan dan masih disisakan sepuluh ekor. Sering hanya disisakan kepalanya saja, bagian lainnya habis dimakan oleh lumba-lumba. 

Namun ada satu hal yang menggembirakan ketika sekarang para nelayan telah lepas dari ancaman kapal Pukat Harimau. Dulunya sempat menghabiskan semua sumber daya dilaut termasuk terumbu-terumbu karang yang sangat penting untuk perkembangbiaknya ikan. Dan jika ada laporan dari nelayan, pihak terkait akan segera mengejar kapal-kapal yang diduga Pukat Harimau.

Menikmati Ikan Segar Hasil Tangkapan Udin

Saya baru menyadari kenapa istri saya tidak suka ikan air tawar bahkan tidak mau memakannya. Perlu diketahui , dia menghabiskan masa SMP nya di dekat pantai di Lombok dan sudah "terkontaminasi" dengan nikmatnya ikan laut. Kita mungkin sependapat bahwa ikan laut rasanya memang tidak ada duanya, apalagi kalau dibakar  dan ikan yang segar pula 

Benar-benar mantaaf, dengan rasa agak manis dan segar. Ikan tongkol dari Udin dibakar oleh Fajar disamping rumah. Sementara Minah menyiapkan Plecing Kangkung dengan Sambal Plecing jeruk limau yang pedas asam, serta Sambal Kecap yang pedas manis, sungguh paduan yang sangat pas. 

Kami memakannya beramai-ramai di teras rumah atau di berugak. Merupakan hari Sabtu yang sangat menyenangkan bagi saya. Adik istri saya yang paling bungsu, Wulan yang di Gili Trawangan pun turut bergabung. Duh senangnya bisa kumpul keluarga. 

dok.pribadi
dok.pribadi
Memori indah selama sembilan hari di Kampung Nelayan Pondok Prasi tak akan pernah pudar dalam ingatan ini. Semoga Lombok cepat sembuh, dan gempa bumi cepat berakhir.... ya Tuhan kembalikanlah keceriaan di wajah-wajah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun