Tidak lama duduk menunggu di dekat traffic lights di depan post polisi, seorang petugas polisi yang ramah mempersilahkan saya untuk menunggu di dalam namun saya tolak karena sebentar mau dijemput.
Dengan menaiki sepeda motor sambil tersenyum, Fajar datang dengan sepeda motor menghampiri saya. Lokasi saya menunggu ternyata sangat dekat dengan tempat tingggalnya yang terletak di Kampung Nelayan Pondok Prasi, Kelurahan Bintaro, Ampenan, Mataram NTB.
Nama Kampung Nelayan tertempel jelas di gapura masuk kampung tersebut. Fajar menikah dengan seorang wanita Sasak yang baik hati bernama Minah. Mereka dikaruniani seorang anak gadis manis yang bernama Intan. Tidak jauh dari gapura tersebut ada Bong (Pemakaman Tionghoa) atau warga setempat biasa menyebutnya dengan nama "Kuburan Cina".Â
Tempatnya nampak serem jika saya membayangkan kalau melewatinya di malam. Ternyata di waktu gempa bumi mengguncang pulau ini yang pusat gempanya berasal dari Lombok Utara dan Lombok Timur, di malam hari warga sekitar mengkonversikan makam ini menjadi sebuah "penginapan" yang luas beratapkan terpal.Â
Tak terasa akhirnya sampailah saya di rumah Fajar, yang hanya beberapa meter masuk ke gang.Â
Halaman rumahnya berupa pasir, tak terlihat sedikitpun ada tanah semakin menegaskan bahwa tempat ini sangat dekat dengan pantai. Saya hanya bisa membayangkan betapa hari-hari liburan saya di Lombok akan terasa semakin indah.
Suasana di Kampung Nelayan Pondok Prasi sungguh mencerminkan suatu bentuk toleransi yang kuat diantara warganya yang heterogen. ini nampak terlihat tidak hanya dengan adanya Bong ditengah mayoritas penduduk yang beragama Islam, namun juga dengan adanya Pura Segara yang berada di bibir pantai. Dan umat Hindu yang tinggal di sini maupun yang datang dari tempat lainpun merasa nyaman dalam menjalankan ibadahnya.
Ternyata Lumba-lumba Bukan Sahabat Nelayan
Pada sabtu malamnya, Udin adik Minah yang berprofesi sebagai seorang nelayan datang ke rumah bersama anak istrinya. Tentu saja kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk mengobrol mengenai kehidupan nelayan. Dia dibesarkan dari keluarga nelayan, sehingga kehidupan sehari-harinya sangat akrab dengan laut.Â
Ia sangat piawai menjalankan perahu mesin ditengah terpaan ombak dan tegar dalam menghadapi dinginnya angin laut di malam hari. Itu terlihat jelas diwajahnya ketika menceriterakan suka dukanya sebagai nelayan kepada saya.Â