Produksi bijih nikel (Ni) di Indonesia sekitar 1,6 juta ton di tahun 2022. Jumlah ini terpaut jauh dengan Filipina yang menduduki peringkat kedua dunia dengan produksi 330.000 ton, dan Rusia di peringkat ketiga dengan produksi 220.000 ton. Perkiraan produksi tambang nikel global meningkat sekitar 20%, dengan hampir semua peningkatan produksi terjadi di Indonesia. Bagian terbesar dari peningkatan tersebut disumbang oleh komisi berkelanjutan dari proyek besi kasar nikel dan produksi stainless-steel.
Sejak Januari 2020, Pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel mentah, bertujuan agar industri pertambangan Indonesia mendapat manfaat lebih dari nikel, daripada hanya sekedar diekspor dalam bentuk bijih nikel. Semua investor lokal dan asing menjadikan Nikel ini sebuah komoditas tambang yang paling primadona sebagai bahkan banyak pelaku tambang batubara dan logam lainnya mengalihkan modalnya untuk menambang atau trading nikel.
Data USGS dan ESDM, Cadangan Nikel di Indonesia 4,5 miliar ton nikel kadar tinggi (saprolite nickel), umur cadangan disebutkan hanya cukup untuk sekitar 27 tahun ke depan dengan kebutuhan kapasitas pengolahan (smelter) di dalam negeri sebesar 24 juta ton per tahun dan akan semakin meningkat pada tahun berikutnya. Sebanyak 70 persen nikel digunakan untuk pembuatan baja antikarat (stainless steel), diikuti oleh penggunaan lainnya seperti logam campuran (8%), pelapisan logam (8%), pengecoran (8%), baterai (5%), dan lainnya (1%)
Mineral nikel ini merupakan batuan logam yang termasuk sebagai material tidak terbarukan dimana cadangan makin habis. Ini dibuktikan dengan semakin turunnya spesifikasi kadar Ni yang dipersyaratkan oleh pabrik atau smelter dari kadar Ni 1.8%, menjadi  kadar Ni 1.4% sudah diterima oleh pabrik. Kondisi tersebut terjadi akibat tingginya permintaan ore-nikel yang semakin meningkat dan pertumbuhan smelter yang terus banyak sebagai respon positif terhadap kebijakan hilirisasi dari pemerintah.
Persediaan nikel di Indonesia diprediksi akan cepat habis seiring dengan peningkatan permintaan untuk produksi Electric Vehicle (EV) dan memenuhi transformasi energi hijau secara global yang menuntut bahan baku Nikel sebagai bahan dasar transformasi energi tersebut.
Implikasi lain yang juga terjadi, kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pembukaan tambang terbuka (open pit) yang saat ini umumnya dilakukan di area yang tidak jauh dari pantai untuk kemudahan dan terjangkaunya hauling ore nikel ini yang diangkut menggunakan barge atau tongkang. Belum lagi praktek "selective mining" merupakan metoda yang dipakai oleh tim penambang dalam mempertahankan kadar Ni agar diterima oleh smelter, sehingga sisa material tambang baik itu berupa over burden ataupun material pengupasan lahan lainnya yang masih memiliki kadar Ni < 1.4% akan dibiarkan terbengkalai begitu saja.Â
Padahal struktur lapisan tanah asal tersebut sudah di acak-acak demi mempertahankan kadar minimum  Ni > 1.6%.
Strategi cerdas dan solutif yang harus segera wajibkan oleh pemerintah dan pemilik IUP Nikel untuk mulai menerapkan konsep "AGROMINING" pada area IUP Operasi Produksi, yang diterapkan sebagai bagian dari implementasi pasca tambang secara progresif, jangan menunggu area ini habis cadangannya yang kemudian ditinggalkan begitu saja.
Agromining atau dikenal sebagai 'PHYTOMINING' merupakan kegiatan budidaya tanaman yang mampu mengakumulasi kandungan dari tanah atau substrat yang kaya logam di pucuknya, yang pada akhir periode pertumbuhan dapat dipanen dan dibakar untuk menghasilkan abu atau "bio-ore yang kaya akan logam". Kegiatan ini layak secara komersial dalam aplikasi pada komoditas tambang yang bernilai tinggi seperti Ni, Co, atau Au. Adanya contoh kegiatan serupa dilakukan di Malaysia yang telah mengumumkan hasil produksi bio-ore antara 200 - 300 kilogram Ni per Hektar, setiap tahun dengan kadar Ni 10-20% dari hasil panen "bio-ore" tersebut.
Sampai saat ini terdapat 700 spesies plantae yang memiliki sifat hiperakumulasi, sekitar 66% Â mendapatkan nikel dari getah timbuhan ini, sekitar 34% dari stek dari tumbuhan berkayu yang dapat dikeringkan dan dibakar menjadi abu yang dikenal sebagai 'bio-ore'. Sebanyak 70 persen nikel digunakan untuk pembuatan baja antikarat (stainless steel), diikuti oleh penggunaan lainnya seperti logam campuran (8%), pelapisan logam (8%), pengecoran (8%), baterai (5%), dan lainnya (1%).
Justru alasan dibalik tanaman ini untuk membangun kemampuan mengasimilasi banyak logam mungkin memerlukan beberapa komponen kecil untuk dikembangkan. Tumbuhan menyimpan logam yang terkumpul (seperti nikel) di bagian udaranya (daun, batang, bunga, buah) setelah secara aktif menariknya dari tanah melalui akar. Jenis vegetasi yang saat ini terbesar dalam mengextraksi logam nikel adalah Alyssum murale, Sarcotheca celebica, dan Knema matanensis.
Dari segi proses, kegiatan ini bersifat simultan yang memadukan ilmu tanah, agronomi, mikrobiologi dan rekayasa proses agar keberhasilan program agromining ini dapat  ini berjalan dengan sukses. Pertimbangan memilih jenis tanaman yang mampu menyerap kandungan nikel atau "hiperakumulator" yang kemudian tanaman diproses melalui sistem pengolahan untuk mendapatkan abu yang mengandung Ni dengan kadar tertentu.
Di setiap wilayah di Indonesia yang tanahnya kaya akan nikel (khususnya di Sulawesi, Maluku dan Papua), terdapat spesies endemik yang memiliki kemampuan hiperakumulator pada unsur mineral logam ini. Plantae tersebut  adalah aktor keanekaragaman hayati, sehingga tantangan berikutnya adalah bagaimana implementasi budidaya tanaman "agromining" pada area bekas tambang Nikel, dan tahapan selanjutnya penyiapan "smelter" dari bio-ore yang hasil panen tanaman tersebut.
Dengan kata lain, agromining merupakan langkah strategis dalam wujud menyelamatkan cadangan ore-nikel sebagai energi tidak terbarukan yang terbuang, dengan memanen akumulasi bio-ore yang diserap oleh tanaman. Selain itu, konstribusi budidaya tanaman hiperakumulator ini akan memberikan dampat positif terhadap perbaikan iklim global bahkan dapat juga dikombinasikan sebagai pengusahaan jasa karbon yang memiliki nilai ekonomis tinggi melalui program "carbon trade" yang juga dorong oleh pemerintah saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H