"Permisi, kursi ini kosong?" Ucap seorang wanita pada Antony yang sedang menggariskan kata pada jurnalnya.Â
Perlahan mata pria itu menerawang si gadis berambut panjang yang menyelipkan helaiannya pada belakang telinga sembari tersenyum ramah. Seketika Antony menegakkan badan, memalingkan wajahnya pada kursi kosong di meja tempat ia menikmati secangkir teh.Â
"Ia, silakan. " Ucapnya sambil menunjuk kursi, meminta gadis itu duduk dengannya.Â
"Terimakasih." Jawab sang gadis.Â
Di luar dugaan, gadis itu tidak berniat menemani Antony. Jemarinya menarik kursi dari meja dan membawanya pergi ke arah meja lain di sudut ruangan kafe. Tawa menggelegar ketika sang gadis mengobrol dengan teman-temannya dan meninggalkan Antony.Â
"Sialan.. " Gerutuh Antony sembari menundukkan kepala, telinganya memerah.
Segera ia meneguk teh yang sudah mulai dingin, mencoba menghilangkan rasa malu yang menggerogoti kulitnya.Â
Sesaat kemudian ia menoleh ke kiri dan kekanan, menatap setiap sudut cafe yang lebih ramai dari sejam yang lalu, ketika ia datang kemari.Â
Tak satupun dari pengunjung yang duduk sendirian sepertinya. Biasanya hal itu tidak mengganggu Antony. Tetapi karena kejadian barusan, pria itu menyadari bahwa ia selalu duduk di kursi yang sama setiap hari, menorehkan kalimat di jurnal yang sama, dan memesan minuman yang sama juga.
Tak ada yang ingin menemaninya.Â
"Kenapa melamun?" Seru seorang wanita sambil menepuk halus pundak Antony.Â