Hal itu tidak saya temui dari sekian banyak karakter baru yang muncul pada film maupun serial televisi MCU. (ehhrm ehhrm.. She Hulk) Mereka seolah membawa nilai-nilai progresif liberalisme andalan Amerika Serikat tanpa fondasi konflik yang menarik selain "kami pahlawannya" dan menyuruh penonton peduli akan keberadaan mereka.
Selain protagonis, MCU juga memiliki masalah pada karakter antagonis utama, Kang yang saya rasa perlu dibahas secara terpisah. Penasaran? tunggu saja tulisan saya berikutnya.
- Film = Konten
Jika kita melihat jumlah media yang diproduksi MCU pada setiap fase, terdapat peningkatan yang sangat pesat dan menghawatirkan. Pada fase pertama, MCU mengeluarkan 6 film dalam waktu 5 tahun, lalu 6 film dalam waktu 3 tahun pada fase kedua, kemudian 11 film selama 4 tahun pada fase ketiga, hingga phase ke empat yang mencapai 17 proyek film dan televisi dalam kurun waktu 2 tahun saja.
Perkembangan ini tentu saja mempengaruhi kualitas karya yang dibuat oleh tim kreatif MCU. Mulai dari kualitas CGI, sinematografi, Â hingga narasi terkesan dikerjakan secara terburu-buru agar proyek selanjutnya segera direncanakan.Film MCU diproduksi dengan cepat seperti seorang kompasianer yang memposting tulisan setiap detik demi mengejar jam tayang dan mendapat K- Rewards yang banyak, tanpa memperhitungkan kualitas dari karyanya.(oh, self burn)
Pada tahun 2019 sutradara kenamaan Amerika, Martin Scorsese berpendapat bahwa film-film MCU tidak lebih dari "taman bermain" dimana orang-orang bisa datang dan tertawa selama dua jam lebih, lalu lupa akan apa yang baru saja mereka tonton. Entah teman-teman setuju atau tidak dengan pendapat sutradara The Godfather itu. Namun satu hal yang pasti, Marvel membuat kesalahan dengan mengubah film mereka menjadi konten.
Menonton film MCU terasa seperti mengkonsumsi mie instan setiap hari dengan toping yang sedikit berbeda, hingga akhirnya muntah karena perut tak lagi mau menerima makanan tidak bergizi terus-menerus.
 Itulah ulasan singkat saya tentang kemunduran MCU. Sebagai penggemar superhero, sesungguhnya saya tidak ingin Marvel kehilangan pamornya di mata penikmat film.  Saya juga membantah argumentasi bahwa film superhero sudah kehilangan kreativitas dan tidak lagi dapat dibuat secara menarik. Keberhasilan film The Batman pada tahun 2022 kemarin menjadi bukti bahwa cerita pahlawan super masih memiliki ruang untuk terus berkembang secara narasi.Â
Oleh karena itu, saya tidak ingin kehilangan harapan bahwa film-film superhero Marvel akan kembali pada masa kejayaannya. Terimakasih sudah membaca.
Sumber:
 Â