Melalui perspektif Rin sebagai tokoh utama, pembaca disuguhkan oleh malapetaka dari peperangan yang muncul karena konflik rasisme serta perebutan sumber daya. Membaca buku ini tidak terasa seperti sedang membaca fantasi, melainkan membaca buku sejarah yang dibumbuhi kekuatan magis, sesuatu yang jarang saya temui pada buku novel komersil lainnya.
Selain itu, saya sangat menikmati penerapan strategi perang yang ditulis oleh Jendral legendaris China, Sun Tzu dalam bukunya, "The Art of War" dalam cerita ini. Sebagai penikmat sejarah peperangan, saya tidak menyangka ada buku novel yang mampu mengadaptasi karya Sun Tzu secara realistis meskipun harus menambahkan penggunaan kekuatan sihir.
Satu hal dalam buku ini yang sedikit mengganggu saya adalah alur cerita yang terlalu cepat. Saya terbiasa membaca novel yang memiliki pemaparan karakter-karakter yang lengkap, sehingga saya dapat membentuk koneksi emosional dengan cerita mereka. Layaknya seorang yang pergi ke luar kota, buku ini seolah tidak ingin berhenti dipersimpangan untuk minum kopi dan mengobrol sejenak dengan pengunjung lain, tetapi terburu-buru ingin menyelesaikan perjalanan.
Hal tersebut membuat buku ini dapat diselesaikan dengan sekali duduk, namun mungkin itu yang teman-teman inginkan jika kalian pembaca yang tidak menyukai alur yang berbelit-belit. Secara keseluruhan, saya rasa "The Poppy War" adalah novel fantasi yang tidak boleh dilewatkan. Karakter yang menarik serta konflik yang realistis akan menghadirkan sebuah pengalaman membaca yang spesial untuk mengisi liburan natal dan tahun baru kalian kali ini.
rating saya untuk buku ini 8/10Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H