Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Fantasi: Anjing Liar Part 4

5 Juni 2022   09:25 Diperbarui: 5 Juni 2022   09:29 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagaimana kau menemukanku?" Tanya Ouhm.

"Ayolah, kau sudah pasti tahu bagaimana. Shaid benar-benar orang tua yang menarik. Saat aku dan kelompokku membantai paduka raja serta keturunan terkutuknya, sang Jendral lebih memilih untuk menyelamatkan mahkota Viranthadi. Tidak kusangka benda itu lebih berharga dari pada rajanya sendiri." Jawabnya sembari menyeruput teh.

"Jangan membual kau, anak muda. Mahkota itu sudah dihancurkan oleh paduka Walishiga. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri."

"Untuk seorang pembunuh berdarah dingin, kau lebih picik dari yang kukira. Kau adalah anjing kebanggaannya, tuan Ouhm. Ia tidak mungkin menyingkirkan satu-satunya rantai yang dapat mengekangmu. Setelah aku menghabisi Shaid, benda itu kupersembahkan pada raja yang baru. Bayangkan betapa kagetnya diriku saat ia merasakan keberadaanmu di wilayah ini, dan bahwa kau masih hidup. Tidak butuh waktu yang lama bagiku untuk melacakmu."

Oh Walishiga, apa yang sudah kau lakukan? Pikir Ouhm menyesali keputusan mantan majikannya. Mahkota itu adalah alat yang dibuat oleh sang guru untuk paduka raja atas permintaan Ouhm sendiri. Benda itu memungkinkan pemiliknya memiliki kuasa atas pengguna energi Virant seperti Ouhm. Ia meminta gurunya membuat mahkota tersebut demi memastikan kelompok Viranthadi yang dipimpinnya tidak berhianat setelah memperoleh kekuatan dari ritual penciptaan pasukan Virant. Sebagai bagian dari perjanjian, Walishiga harus menghancurkan mahkota itu setelah seluruh wilayah kerajaan bertekuk lutut dibawah kuasanya.

Setelah perang berakhir dan tahta kerajaan menjadi milik Walishiga, Ouhm meminta paduka untuk menepati janji. Walishiga adalah pria yang ia yakini memiliki kehormatan dan akan menepati perkataaanya.

Jika yang dikatakan Haka benar, mahkota yang Walishiga hancurkan pastilah mahkota palsu. Ia tetaplah sebuah tombak yang dipajang di dinding rumah, siap untuk dipakai kapan saja untuk membunuh.

Selain itu ada satu hal lagi yang mengganggunya. Ia harus memastikan asal usul anak ini. Jika benar bahwa dirinya memiliki hubungan dengan pria itu, maka sudah jelas apa yang bocah ini inginkan. Kepalanya.

"Rodhid Sakila..." Ujar Ouhm.

Haka meletakan cangkir teh. Hawa membunuh memancar dari tubuhnya. Dengan cekatan Ouhm meloncat dari tempat ia bersila, menghindari hantaman dari seruling logam yang menghancurkan teras rumah.

Tidak mungkin. Ouhm sangat mengenal aura yang kini menyelimuti tubuh Haka. Asap hitam transparan meliuk-liuk bag kain sutra yang ditiupi angin, menari mengelilingi tubuh pendongeng itu. Begitu dingin namun begitu familiar, laksana kawan lama yang tidak ingin ia temui. Aura Virant. Bagaimana mungkin bocah ini memilikinya?

"Baguslah..." Seru Haka, "kau mengingat nama ayahku, pembunuh keparat. Kalau kau masih punya rasa malu, serahkan nyawamu tanpa perlawanan!"

Haka meluncur kearah Ouhm bak anak panah sembari mengayunkan seruling. Benda itu memekik tajam, seolah berteriak pada telinga Ouhm ketika ia tunduk menghindarinya. Pengembara itu terus menebas kearah pria yang telah membunuh keluarganya dengan penuh kebencian, namun begitu anggun dalam kebrutalannya.

Itulah salah satu kegunaan dari energi Virant. Selain memberikan kekuatan fisik, ketajaman insting serta daya tahan tubuh yang luar biasa, ia dapat membuat penggunanya jatuh dalam ritme semesta yang disebut 'Vibrasi'.

Pada fase vibrasi, pengguna Virant akan menyerang dengan sangat efektif dan menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak perlu. Setiap gerakan otot dan sendi akan dikontrol oleh pengguna diluar alam sadarnya melalui energi virant.

Ia akan mampu mengendalikan pernafasan hingga dentuman jantung demi memaksimalkan gerakan otot lainnya. Dengan kata lain, tubuh seutuhnya menjadi boneka dan energi virant laksana benang yang digunakan untuk menggerakannya dengan sempurna.

"Kau tahu berapa lama aku memimpikan hari ini?" seru Haka sembari mengayunkan serulingnya, "Kau tahu sudah berapa banyak musuh yang kuhabisi untuk mencarimu? Terkutuklah diriku oleh sang dewi, kau hidup dengan tenang sebagai petani!"

Ia melayangkan tendangan keras ke perut, membuat Ouhm terhuyung-huyung ke belakang. Sebelum dirinya siap berdiri, Haka kembali menyerang dengan seruling ke wajah.

"Kau menikah!" seruling menghantam pelipisnya.

"kau memiliki putri!" Tendangan Haka mendarat di lambungnya.

"dan yang lebih menggelikan, kau bersyair pada sang dewi, bersyukur atas kehidupan busukmu!"

Ouhm sangat kewalahan meladeni serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Haka. Meskipun begitu, ia tidak merambah masuk dan mengakses energi Virant. Ia percaya akan kemahirannya dalam bertarung dan yakin mampu bertahan dari vibrasi milik Haka, setidaknya untuk beberapa detik.

Serangan pria berjubah hitam tersebut semakin cepat sehingga membuat Ouhm merasa terdesak. Ia harus menemukan pola pada serangan sang lawan dan menyerang balik.

Salah satu cara terbaik untuk mengalahkan pengguna Virant adalah dengan merengut keseimbangannya. Meskipun mereka memilik kekuatan fisik serta intuisi yang melebihi manusia biasa, pengguna virant tetaplah mahluk yang harus menapaki tanah.

Sang pengembara terus menebaskan seruling pada Ouhm yang menunggu kesempatan yang tepat untuk membalas. Ketika ayunan benda itu mengincar lehernya, dengan cekatan Ouhm menekukan lutut dan menyapu kaki Haka dengan tumit. Sangat disayangkan serangan balik tersebut tidak berhasil. Haka melompat dengan mudah menghindari sapuan. Namun sebelum kakinya menyentuh tanah, Ouhm merangkul pinggul Haka lalu menjatuhkannya dengan keras. Debu dan kerikil beterbangan ketika tubuh Haka menghantam tanah.

Tanpa menunggu lama, Ouhm berlutut diatas tubuh pria itu dan melancarkan serangkaian pukulan mematikan kearah wajah sang pengembara. Ia harus menyelesaikan ini dengan cepat, ia haru__

"Kau anjing yang jahat.... Kau tidak mempunyai hati." Ujar Haka

Ouhm menghentikan pukulannya.

Seketika seruling Haka menghantam bahu Ouhm dan membuatnya terpental beberapa kaki hingga tubuhnya menabrak pohon cemara. Haka tertawa terbahak-bahak seolah tidak percaya, lalu menghela nafas panjang. Ia bangun berdiri lalu melepaskan jubah hitamnya yang kini dipenuhi debu. Selain lecet pada wajahnya, ia sama sekali tidak terluka. Terang saja, butuh lebih dari pukulan tangan kosong untuk bisa melukai seorang pengguna Virant.

"Jangan bencanda kau, anjing Walishiga!..." teriaknya, "setelah membunuh ayah, ibu dan adik perempuanku, setelah merebut segalanya dariku... beraninya kau mengasihaniku!"

Ouhm merasakan sakit yang luar biasa pada bahu kanannya, tidak, seluruh tubuhnya. Begitu sakit hingga sangat sulit bagi dirinya untuk bergerak. Pandangan sang mantan pembunuh mulai buram dan lebih dari apapun, ia ingin menutup matanya dan menghentikan penderitaan ini. Namun tentu saja ia tidak bisa melakukannya.

Lashwi...

Githa...

Ia harus bangun.

Dengan kekuatan yang masih tersisa, Ouhm melekatkan kedua kepalan tangannya kewajah sembari merunduk kedepan. Tumpuan kakinya kokoh membusur. Kuda-kuda tersebut merupakan kuda-kuda terbaik untuk digunakan jika ingin menyelesaikan pertarungan dengan satu serangan tepat. 

Namun untuk bisa berhasil, ia harus membuka dirinya sekali lagi terhadap energi Virant. Jika ia melakukannya dengan hati-hati, ia tidak akan menarik perhatian raja yang baru. Jika ia masuk terlalu jauh, pria itu bisa mengendalikan pikirannya dan ia tidak akan bertemu keluarganya lagi. Ini perjudian yang akan menentukan hidup dan matinya.

"Aku tahu aku bersalah. Keluargamu tidak sepantasnya mati ditanganku dan aku menyesali perbuatanku. Aku juga tidak pantas meminta maaf pad__" Ia menghentikan perkataanya karena rasa sesak didada yang begitu menusuk. Beberapa saat kemudian darah keluar dari mulutnya bersama batuk.

"Maaf katamu? Kau tahu berapa umur adikku saat kau mencabut nyawanya? Ia bahkan belum bisa membaca. Ia hanya anak kecil, tidak ada hubungannya dengan perang terkutuk padukamu. Tidak bisakah kau membiarkannya hidup?" Ujar Haka setengah menangis.

"Perintah tetaplah perintah..." Ouhm menundukan kepalanya karena malu atas jawaban menjijikan itu. Ia tidak menyangka bahwa dirinya yang dulu begitu bodoh hingga mempercayai idealisme seorang bangsawan seperti Walishiga, sampai-sampai ia membunuh anak kecil yang tidak berdosa, meskipun secara tidak sengaja. Akan tetapi tidak ada waktu baginya untuk menyesal sekarang.

"Jika kau datang mencariku sembilan tahun lalu, dengan senang hati aku akan memberikan nyawaku. Tapi sekarang aku punya orang-orang yang harus kulindungi. Aku tidak akan meninggalkan mereka. Tidak pantaskah sampah sepertiku bahagia?" Jawab Ouhm memantapkan tekatnya.

Tawa Haka semakin menjadi-jadi. Ia meremas kepala dan menyeka rambut panjangnya kebelakang. Sesaat kemudian, seringai dingin menghiasi wajahnya. Angin bertiup kencang merundukan rerumputan padang yang seolah ingin berpaling dari bencana yang akan datang. Sang pengembara mengeluarkan sesuatu dari rompi. Sebuah boneka dari jerami yang terlilit bunga kershang di lehernya. Gerhana.

Tidak, oh dewi, demi kemulian dewi Shid dan tiga pangeran, kumohon jangan....

"Bagaimana kau bisa mendapatkan benda itu, apa yang sudah kau lakukan?" Ouhm berteriak tak kuasa menahan emosi. Sakit ditubuhnya sudah tak lagi dihiraukan, sebab jika yang ia bayangkan adalah kenyataan, tidak ada satupun luka yang bisa menghancurkannya lebih dari pada kehilangan keluarganya.

"Perintah tetaplah perintah, bukankah begitu, tuan Ouhm?"

Ouhm jatuh berlutut. Kekuatannya telah sirna, terbang bersama angin. Sesak, begitu sesaknya sehingga ia sulit bernafas. Dunia seolah menyusut dan mencekik lehernya. Hanya air mata tanpa suara isak tangis yang kini tersisa. Paras cantik sang istri dan senyuman putrinya laksana belatih yang mencabik-cabik hatinya.

Hari ini Ouhm telah mati.

"Aahh, sungguh pemandangan yang luar biasa. Begitu manis, aku jadi ingin secangkir teh lagi." Tawa Haka menggema. Pembalasan dendam yang selalu ia impi-impikan akhirnya tercapai bahkan melebihi ekspektasinya.

"Seharusnya kau berada disana. Putrimu terus-terusan memanggil ayahnya. Sangat disayangkan, kau tak kunjung datang."

Hati-hati? aku? sungguh menggelikan. Awan gelap datang menyelimuti langit bersama angin yang bertiup semakin kencang. Dedaunan meronta, menari-nari bagai lebah yang terusik dari sarangnya.

Ouhm berdiri dan merentangkan tangan, jemarinya terbuka. Seketika aura merah darah mengelilingi tubuhnya dan ia tenggelam didalam energi yang menyambutnya dengan pelukan hangat.

Hari ini surga akan runtuh, penghuni neraka bersorak dan bumi gemetar bertekuk lutut. Samudra hangus dilalap api dan lautan darah akan membasahi setiap rumah di wilayah kerajaan Ganukha.

Hari ini, Qitadhouman Resi terlahir kembali.

Bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun