Ouhm jatuh berlutut. Kekuatannya telah sirna, terbang bersama angin. Sesak, begitu sesaknya sehingga ia sulit bernafas. Dunia seolah menyusut dan mencekik lehernya. Hanya air mata tanpa suara isak tangis yang kini tersisa. Paras cantik sang istri dan senyuman putrinya laksana belatih yang mencabik-cabik hatinya.
Hari ini Ouhm telah mati.
"Aahh, sungguh pemandangan yang luar biasa. Begitu manis, aku jadi ingin secangkir teh lagi." Tawa Haka menggema. Pembalasan dendam yang selalu ia impi-impikan akhirnya tercapai bahkan melebihi ekspektasinya.
"Seharusnya kau berada disana. Putrimu terus-terusan memanggil ayahnya. Sangat disayangkan, kau tak kunjung datang."
Hati-hati? aku? sungguh menggelikan. Awan gelap datang menyelimuti langit bersama angin yang bertiup semakin kencang. Dedaunan meronta, menari-nari bagai lebah yang terusik dari sarangnya.
Ouhm berdiri dan merentangkan tangan, jemarinya terbuka. Seketika aura merah darah mengelilingi tubuhnya dan ia tenggelam didalam energi yang menyambutnya dengan pelukan hangat.
Hari ini surga akan runtuh, penghuni neraka bersorak dan bumi gemetar bertekuk lutut. Samudra hangus dilalap api dan lautan darah akan membasahi setiap rumah di wilayah kerajaan Ganukha.
Hari ini, Qitadhouman Resi terlahir kembali.
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H