Mohon tunggu...
Aris Budiyanto
Aris Budiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan Pemperhati Pendidikan

Metacognition, Mathematics Education, Teacher Development, Educatinal Policy, Islamic Eduction

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaknai Kehidupan "Mengenal Diri"

24 Oktober 2020   20:44 Diperbarui: 24 Oktober 2020   20:51 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tak jarang kita temui ada seseorang tidak mengetahui arah kemana kehidupan mereka akan dijalani. Terdapat ungkapan bahwa Biarkan Hidup Seperti Air Mengalir. Makna dari ungkapan ini bukan berarti seseorang mesti ikut saja dengan alur kehidupan tanpa mempunyai kontrol terhadap diri sendiri, karena akan terkesan orang seperti ini sudah menyerah terombang ambing dengan kehidupan dan tidak mempunyai gairah kehidupan menjadi lebih baik dalam pencapaian prestasi, ekonomi maupun pribadi lebih dewasa.

Pemaknaan yang tepat adalah bagaimana seseorang mengalir puas dengan ketentuan yang tuhan berikan melalui petunjuk-petunjuk kehidupan, menerima setiap takdir dan keputusan dengan tetap memaksimalkan usaha memerikan yang terbaik. Karena hakikat tertinggi dari sebuah harapan adalah ketika bisa memaksimalkan  setiap usaha sementara pencapaian harapan adalah bonus.

Sangat penting sekali seseorang mengetahui tentang dirinya untuk bisa menentukan arah kehidupan. Bidang apa dia akan bisa berprestasi, memaksimalkan setiap potensi yang dimiliki, bahkan mau mengorbankan seluruh yang dimilikinya mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Para orang besar yang telah mencapai titik tertentu dalam kehidupan dalam proses berjuangnya bahkan tidak merasakan lagi kerasnya jalan perjuangan yang harus dilalui, rasa sakit, kecewa, kegagalan seakan menjadi bumbu dan terus fokus pada satu titik meraih mimpi besar yang dicitakan. Mengenal diri maka memahami potensi untuk memaksimalkan kelebihan yang dimiliki dan memperbaiki kekurangan diri.

Dunia Psikologi menggunakan "Konsep Diri" untuk memberikan istilah keadaan seseorang mengenal dirinya. Cara yang bisa dilakukan untuk mengenali diri sendiri adalah dengan mengajukan pertanyaan yang berusaha kita jawab secara jujur. Pertanyaan untuk membentuk konsep diri antara lain:

"siapakah sebenarnya saya ini?"

"peran seperti apa yang saya lakukan dalam kehidupan ini?"

"nilai-nilai apa yang saya anut dalam kehidupan ini?"

"ingin jadi seperti apa saya kelak?"

Agama islam sendiri telah mengajarkan pemahaman mengenai konsep diri atau hakikat kehidupan melalui perenungan mendalam terhadap dirinya. Dr. Yusuf Qardawi yang merupakan salah satu Cendikiawan Muslim dari Mesir mengajukan 3 (tiga) pertanyaan besar manusia untuk mengetahui hakikat kehidupan yaitu:

"dari mana kita berasal?"

"mengapa kita diciptakan?"

"mau kemana kita setelah mati?"

Nabi Ibrahim A.S dalam proses mencari tuhan tak lepas dari pengajuan pertanyaan-pertanyaan kehidupan, yang pada akhirnya beliau menemukan bahwa tuhan itu adalah dzat yang kekal, tidak diciptakan, tidak musnah, tidak tergantung dengan sesuatu apapun yang intinya adalah konsep ketahuidan.

Pengenalan tehadap diri atau menemukan konsep diri akan menuntun seseorang pada pemahamanya terhadap hakikat kehidupan. Dilihat dari sudut pandang pencitaan tentu akan sangat beragam peran manusia didunia ini. Salah satu dalil Al-Qur'an mengungkapkan dalam surat Al-Baqarah 30-37 yang intinya Allah SWT menyebut kepada para Malaikat bawa penciptaan manusia di bumi sebagai khalifah.

Istilah Khalifah digunakan bukan berarti bahwa manusia menggantikan peran Allah SWT dalam mengurus kehidupan bumi, namun manusia diberikan kemampuan untuk bisa hidup dan mencari penghidupan di bumi. Dalil ini tentu belum memuaskan pemahaman akan hakikat kehidupan, karena hakikat kehidupan semestinya dapat membuat seseorang merasa tenang, puas, kebahagiaan yang hakiki dan tidak hanya sekedar kebahagiaan yang bersifat temporer.

Argumen lainya disebutkan "Allah menciptakan Jin dan Manusia tak lain adalah untuk beribadah" (QS. Ad-Dzariat: 56), dalil ini tentunya akan lebih memberikan pemahaman yang utuh tentang hakikat kehidupan. Ketika seseorang memahami bahwa setiap detik waktu yang diberikan tuhan di dunia ini adalah untuk beribadah maka dia tidak akan gampang menyerah, putus asa ketika terjadi pada dirinya suatu kegagalan serta tidak akan lalai ketika mendapatkan suatu keberhasilan.

Pemahaman yang benar tentang hakikat kehidupan akan membuat seseorang menjadi pribadi yang arif menyikapi setiap kejadian-kejadian dalam keseharian, bahadia dengan mensyukuri setiap pemberian baik atau buruk dari tuhan sang pencipta kehidupan dan dia akan selalu fokus dan istiqomah dengan tujuan kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun