Seribu Purnama
Namaku Alea, perempuan usia 23 tahun kala itu, dimana pertama kali aku mencintaimu. Aku melihatmu lagi setelah 3 tahunan dr perjumpaan awal. Entahlah, rasanya panah asmara langsung menancap tepat di lubuk hatiku.
Kau tersenyum melihatku dan kubalas dengan senyuman, perjumpaan yang ditemani gerimis di malam hari. Malam itu, aku merasa Kotagede menjadi sangat indah.Â
" Alea, kau tau kan dia saudaramu?," tanya abangku (suami kakak sepupuq) bertanya menggoda.
"Hahaha... tau dung," jawabku.
"Sekarang dah tau bang, kalau dulu diusir aku ," katanya sembari tertawa terbahak-bahak.
Hmmm... itu perjumpaan kami setelah lama tak bertemu dan sejak saat itulah aku mencintainya.
10 tahun kemudian,
Aku tidak menikah dengannya, kami akhirnya berjalan sendiri-sendiri. Bahkan akhir perjumpaan kami adalah saling minta maaf dan berpamitan. Tp, aku terus mendoakan kesehatan, kebahagiaan n keberkahan untuknya.
Berjalannya waktu aku semakin menyadari bahwa cinta adalah takdir, sedangkan menikah adalah pilihan. Oleh karena itu, sangat beruntung bagi orang-orang yang bisa menikah dengan orang yang mencintai dan dicintai kita. Meskipun setiap orang punya caranya sendiri dalam menentukan pasangannya.
"Jika kelak aku tak bersamamu, kamu harus tetap hidup dengan bahagia, aku akan selalu mendoakanmu," katanya yang membuat hatiku sebenarnya cukup sesak, namun aku tahan agar nampak kuat. Meskipun hatiku sangat rapuh saat itu.
"Kita berhenti bukan karena aku tak mencintaimu, tapi kita niatkan berbakti kepada orang tua, karena aku tak mau kamu disalahkan dikemudian hari jika ada apa apa dengan kita," katanya lagi, iya kami saudara dekat dan weton kami tak cocok.
***
Aku mengingatnya saat aku berada dalam kesepian dan hatiku sedih. Aku selalu mengingat kenangan itu untuk mengobati luka dan kecewa untuk tetap bersyukur kepada yang kuasa jika pernah ada orang yg bukan orang tuaku mencintaiku dengan baik.
Kenangan yang dengannya membuat hariku penuh dengan suka, bagaimana ia membangganku didepan teman2y, caranya menatapku saat aku bercerita, lalu menanggapinya, caranya memberikanku surprise-surprise kecil, bagaimana ia menghiburku, memberikanku petuah dan senyuman tulus yg memberiku energi tersendiri untuk tetap menjalani hidup di dunia ini.
"Aku pernah sangat bahagia waktu itu, jadi tidak apa-apa jika aku bersedih, kecewa, dipandang rendah". Batinku.
Aku pernah menjadi orang yang beruntung, mungkin saat ini Tuhan sedang mengujiku. Kehidupan yang tidak sesuai dengan ekspektasiku, pilihan yang kukira bisa mrmbuatku bahagia, hanya ilusi....
Tak apa, aku masih punya kenangan Indah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H