SANTET SPERMA DARI MALANG SELATAN (END)
melanjutkan kisah yang akan selesai meski bukan diujung...
Pagi yang Syahdu, Malang sedang hujan rintik-rintik, pak Toha menaiki motornya ke rumah mbah Slamet, disepanjang perjalanannya ia banyak berdzikir berdoa usahanya lancar dan tidak ada kendala. Sesampainya di dusun tempat tinggal mbah Slamet, ia langsung menuju sawah mbah Slamer, dan benar saja laki-laki yang sudah berambut putih semua itu telah duduk bersila diatas gubuk dengan kopi dan gorengan favoritnya.
"Mas...," sapa pak Toha dari kejauhan, mbah Slamet menengok dan tersenyum.
Pak Toha berjalan diatas galengan sawah sebagai pembatas sawah antara 1 orang dengan orang lain. Kemudian pak Toha bersalaman dengan mbah Slamet dan seperti sudah paham soal kedatangan pak Toha, mbah Slamet tersenyum.
"Jadi, kau akan tanya kunci tentang cerita yang kemaren?," tanya mbah Slamet tanpa pendahuluan.
"Iya mas, seperti yang kuceritakan tadi malam lewat isyarat angin, gadis itu teman anakku mas, dulu dia sering membantuku juga, rasanya aku tak tega jika calon jodohnya dikunci orang, jika mas berkenan dan bermurah hati, tolong bukakan kunci laki-laki itu," kata pak Toha dengan mata penuh harap, ia seperti mendapat bisikan untuk menolong, entah bisikan dari mana.
"Tentu saja, aku jika tidak mau berurusan dengan para leluhur gadis itu, apalagi gadis itu jodoh laki-laki yang kukunci. Kita sebagai orang Jawa, punya hutang budi kepada leluhur gadis itu, tentu saja, sejahat aku tetap memiliki jiwa balas budi akan leluhurku pula," kata mbah Slamet sambil manggut-manggut.
"Maksudnya bagaimana mas?" tanya pak Toha semakin tak paham.
"Dibelakang gadis itu diikuti macam putih, laki-laki bertubuh tegab dengan busana khas Mataraman, serta 2 perempuan Ratu zaman Majapahit, yang jelas mereka adalah darah biru zaman Majapahit zaman Mataram Islam," kata mbah Slamet yang membuat pak Toha agak kaget, meskipun nampak tak nyata, tapi pak Toha tahu, mbah Slamet tidak akan berbohong soal itu.