Menurutnya, penderitaan yang dialami manusia merupakan bentuk ketidakmampuan manusia dalam mengatasi setiap keterasingan dan ketidak-berartian hidup.Â
Oleh karena itu, yang terpenting adalah kemampuan manusia untuk menyadari bahwa ia sedang menderita atau sedang menyebabkan penderitaan bagi orang lain.
Melalui kemampuan untuk sadar akan penderitaannya, setiap individu kembali memegang kendali hidupnya. Pengalaman manusia atas penderitaan dihadapkan pada kemampuan akal untuk mengasosiasikan makna (Sachari, 2002:25).Â
Pada titik ini, Camus mengajarkan manusia menemukan hasil yang eksistensial dan mengajak setiap individu untuk keluar dari keadaan yang tidak berarti.
Bagi Camus, untuk bebas, manusia harus berjuang terus-menerus. Perjuangan untuk bebas menunjukkan sebuah keterlibatan untuk berusaha memahami apa yang membatasi keberadaannya.
Keterlibatan ini menawarkan cara bagi manusia untuk hidup secara ideal. Meskipun penderitaan menyebabkan rasa 'tidak ada', manusia setidaknya bertanggungjawab atas keberadaannya.
Perjuangan untuk bebas harus dinyatakan melalui penyampaian aspirasi dan kritik terhadap kaum penindas. Penyampaian aspirasi dan kritik merupakan bagian dari kecerdasan manusia untuk memperbaiki nilai fundamental hidupnya.Â
Keduanya mengekspresikan sebuah kebebasan eksistensial untuk menanggapi penderitaan. Dengan demikian, manusia membuka sebuah kebebasan bagi dirinya secara ontologis.
Untuk menyampaikan aspirasi dan kritik dibutuhkan sebuah keberanian. Manusia harus berani. Keberanian, menurut Camus, adalah sifat penegasan terhadap nilai-nilai fundamental dalam kondisi manusia.Â
Setiap nilai fundamental dalam hidup manusia harus diapresiasikan secara baik, benar dan berlaku adil bagi setiap orang. Keberanian dalam menawarkan paradigma merupakan pertarungan tanpa akhir (Wirodono, 1999:72). Lawan! Â Â
Referensi