Meskipun demikian, ada keadaan yang menghalangi manusia untuk mencapai kebebasan. Bagaimanapun juga, manusia yang bebas tidak akan terlepas dari pengalaman absurdnya.Â
Dalam novel Krisis Kebebasan, Camus menggambarkan hilangnya eksistensi manusia, kemiskinan, dan keterasingan sebagai bentuk dari krisis kebebasan.
Menurut Camus, ketika manusia mulai mempertanyakan keberadaanya, maka manusia sepenuhnya dapat menyadari dan menemukan sesuatu yang tidak jelas dalam hidupnya.Â
Namun, ketika manusia tidak atau berhenti mempertanyakan keberadaannya, maka pada saat itu ia kehilangan keberadaannya. Manusia yang tidak mempersoalkan keberadaanya adalah manusia hampa. Bagi Camus, perceraian antara manusia dan hidupnya persis merupakan hidup yang absurd (Martono, 1998:159).
Selanjutnya, Camus melihat bahwa krisis kebebasan diakibatkan pula oleh kondisi kemiskinan. Dalam hal ini, Ia berpangkal pada pengalamannya hidup di tengah dominasi kaum kapitalis Perancis yang menindas para buruh di Aljazair (Martono, 1998:163).
Realitas kaum buruh yang tertindas dan miskin membuat mereka seperti hidup sebagai eksistensi yang nyaris tanpa nama. Mereka menjalani kehidupan yang hampir sepenuhnya anonim.
Camus mencoba mengidentifikasi keterasingan sebagai penyebab krisis kebebasan. Menurutnya, tindakan menjajah kaum buruh oleh kapitalis Perancis, tidak sama sekali melahirkan suatu hidup ideal yang adil.Â
Malah sikap demikian terus membuat kaum buruh menjadi semakin terasing dari kehidupannya sebagai manusia yang bebas. Keterasingan mengakibatkan hilangnya toleransi dan solidaritas untuk berbagai kebenaran dan cita-cita manusia. Â
Jalan Menuju Kebebasan
Camus menawarkan jalan menuju kebebasan melalui tiga poin penting yang diutarakannya, yaitu: perjuangan terus menerus-menerus, menyampaikan aspirasi dan kritik kepada penindas, dan memiliki keberanian.
Melalui pengalaman penderitaan yang dialaminya sendiri, Camus dihantar menemukan makna eksistensial dalam kondisi penderitaan manusia.Â