Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Keluarga dan Sekolah, Bersama Mengatasi Perilaku Kasar dan Agresif Siswa

1 Agustus 2024   19:11 Diperbarui: 2 Agustus 2024   21:05 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Guru menasihati siswa. (Sumber: Thinkstockphotos via kompas.com)

Saat bel berbunyi, bukan hanya tanda dimulainya pelajaran yang terdengar. Di koridor sekolah, suara ribut dua siswa yang bertengkar mencuri perhatian semua orang. 

Guru dan siswa lain hanya bisa menatap dengan cemas, khawatir insiden kecil ini akan membesar menjadi masalah yang lebih serius. 

Kejadian seperti ini bukanlah hal baru. Ia mencerminkan masalah yang lebih besar: perilaku kasar dan agresif yang makin sering muncul di lingkungan sekolah.

Perilaku kasar dan agresif siswa di sekolah adalah isu yang tidak boleh dianggap remeh. Ia menggerogoti iklim belajar, merusak hubungan antar teman, dan sampai bisa menurunkan kualitas pendidikan. 

Setitik nila merusak susu sebelanga, satu siswa dengan perilaku agresif bisa mempengaruhi dinamika seluruh kelas bahkan satu sekolah. 

Dalam dunia psikologi, perilaku ini sering dikategorikan sebagai aggressive communication style (gaya komunikasi agresif) yang ditandai dengan perilaku yang mengintimidasi, merendahkan, atau menyerang orang lain secara verbal. 

Bahkan, dalam beberapa kasus, perilaku kasar ini bisa menjadi indikasi dari gangguan psikologis yang lebih serius seperti Intermittent Explosive Disorder (IED), gangguan ini ditandai dengan ledakan kemarahan yang tidak sesuai dengan situasi yang memicu kemarahan. 

Gangguan lainnya juga seperti Antisocial Personality Disorder (ASPD) yang mana orang dengan gangguan ini cenderung memiliki perilaku yang melanggar norma sosial dan bisa termasuk berkata kasar atau merendahkan orang lain. 

Adapun gangguan lainnya yaitu, Borderline Personality Disorder (BPD) dimana subjek bisa menunjukkan perilaku impulsif, termasuk berkata kasar atau agresif dalam situasi tertentu. 

Selanjutnya, bagaimana guru dan orang tua menghadapi dan mengatasi perilaku semacam ini pada anak-anak?

Membangun Hubungan yang Positif: Pondasi dari Segalanya

Seorang guru adalah seorang pendidik, dan pendidikan itu tidak hanya fokus terhadap mata pelajaran atau akademik, tetapi juga mencakup nilai-nilai moral dan sosial. 

Membangun hubungan yang positif dengan siswa adalah langkah pertama dan paling penting. Dalam praktiknya bisa dilakukan dengan mendengarkan mereka dibarengi empati dan tanpa menghakimi. Ingatlah bahwa setiap perilaku memiliki akar permasalahan. 

Dalam hal ini, bisa jadi siswa tersebut memiliki masalah di rumah, tekanan sosial, atau bahkan gangguan psikologis. Sebuah lingkungan di mana siswa merasa aman dan dihargai akan membantu mengurangi perilaku agresif. 

Coba saja Anda pikirkan tentang bagaimana perasaan Anda ketika seseorang benar-benar mendengarkan Anda. Bukankah itu membuat Anda merasa dihargai dan lebih tenang? Tentu saja ini juga bisa dirasakan oleh anak-anak. 

Mengajarkan Keterampilan Komunikasi yang Sehat: Menjadi Teladan

Komunikasi adalah kunci dalam setiap hubungan, baik itu di rumah, di tempat kerja, atau di sekolah. Mengajarkan keterampilan komunikasi yang sehat kepada siswa bisa menjadi cara efektif untuk mengurangi perilaku agresif. 

Guru dan staf sekolah harus menjadi teladan dalam menunjukkan perilaku komunikasi yang baik, tentu bukan sekadar teori, tetapi praktik nyata sehari-hari. 

Latihan komunikasi asertif bisa diajarkan dan diberikan contoh sehingga siswa bisa menyampaikan perasaan dan kebutuhan mereka tanpa harus bersikap kasar. Misalnya, ketika seorang siswa marah, ajarkan mereka untuk mengatakan, "Saya merasa kurang tenang ketika..." daripada langsung berteriak atau menggunakan kata-kata kasar.

Mengatur Lingkungan Kelas: Aturan dan Konsistensi

Lingkungan kelas yang suportif adalah salah satu kunci dalam mengelola perilaku siswa. Aturan yang jelas tentang perilaku yang diterima dan tidak diterima harus ditetapkan dan ditegakkan secara konsisten. 

Saya bisa pastikan bahwa tidak ada yang lebih merusak daripada aturan yang diterapkan dengan cara setengah-setengah. Jika aturan hanya berlaku kadang-kadang, siswa akan bingung dan mungkin merasa tidak ada konsekuensi nyata untuk perilaku mereka. Lingkungan yang mendukung pembelajaran sosial dan emosional juga perlu diciptakan. 

Tentu saja bisa dilakukan mencakup program-program yang mengajarkan keterampilan sosial dan emosional, seperti bagaimana mengelola stres, berkomunikasi secara efektif, dan bekerja sama dengan orang lain.

Strategi Intervensi: Pendekatan Restoratif

Pendekatan restoratif bisa digunakan untuk memulihkan hubungan yang rusak akibat perilaku kasar. Pendekatan ini melibatkan mediasi dan dialog terbuka antara siswa yang terlibat. 

Sebagai contoh misalnya, ketika ada pertengkaran antara dua siswa, ajak mereka duduk bersama dan berbicara tentang apa yang terjadi dan bagaimana perasaan mereka. Ini bukan tentang menemukan siapa yang salah, tetapi bagaimana mereka bisa belajar dari pengalaman tersebut dan membangun kembali hubungan pertemanan mereka. 

Selain itu, apabila diperlukan siswa bisa diarahkan ke konseling atau layanan dukungan psikologis untuk membantu mengelola perilaku dan emosinya. Proses ini mungkin sulit di awal, tetapi hasilnya bisa sangat bermanfaat.

Pendekatan Individual: Setiap Siswa Itu Unik

Setiap siswa adalah unik, dengan latar belakang, pengalaman, dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan pendekatan berdasarkan kebutuhan masing-masing siswa. 

Bantu mereka mengidentifikasi pemicu perilaku kasar dan mengembangkan strategi untuk menghadapinya. Misalnya, ketika seorang siswa cenderung menjadi agresif pada saat merasa diabaikan, ajarkan mereka cara meminta perhatian dengan cara yang positif. 

Penguatan positif bisa digunakan untuk mendorong perilaku yang diinginkan dengan memberikan penghargaan atau pujian ketika mereka menunjukkan perilaku yang baik. Seperti seorang tukang kebun yang dengan sabar merawat tanamannya, kita harus sabar dan telaten dalam mendidik siswa.

Pelibatan Keluarga: Kerjasama yang Harmonis

Keluarga memainkan peran penting dalam mengatasi perilaku kasar siswa di sekolah. Komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua akan memperkuat upaya intervensi. Orang tua perlu juga dibekali pengetahuan tentang cara mendukung dan mengelola perilaku anak di rumah. Misalnya, melalui seminar tentang pola pengasuhan positif anak. 

Perkembangan siswa atau anak bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga tanggung jawab keluarga. Seperti kata pepatah Afrika yang berbunyi, "It takes a village to raise a child," perlu kerjasama dari berbagai pihak untuk mendidik seorang anak.

Pelatihan dan Pengembangan Diri: Keterampilan Seumur Hidup

Kegiatan lain yang memungkinkan untuk dilakukan adalah sekolah bisa menyediakan program pelatihan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional siswa. 

Kegiatan bisa mencakup teknik manajemen stres dan kemarahan seperti relaksasi, ekskul yang mengedepankan kerjasama tim. Keterampilan ini tidak hanya berguna di sekolah, tetapi juga di kehidupan mereka sehari-hari. Mengajarkan mereka cara mengelola emosi bisa menjadi investasi jangka panjang dalam kehidupan mereka. 

Berikan pancing, bukan ikan, begitu kurang lebihnya untuk menggambarkan bagaimana kita mengajarkan mereka keterampilan yang bisa mereka gunakan seumur hidup.

Menciptakan Ekstrakurikuler Kreatif dan Kolaboratif 

Kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial, kreativitas, dan kemampuan bekerja sama. Ekskul yang kreatif dan kolaboratif dapat direpresentasikan melalui kegiatan berikut:

1. Ekskul Seni dan Kerajinan: Tujuannya siswa bisa bekerja sama dalam berbagai proyek seni seperti melukis mural sekolah, membuat instalasi seni dari bahan daur ulang, atau mengadakan pameran seni.

2. Ekskul Teater dan Drama: Melalui latihan dan pertunjukan teater, siswa belajar bekerja sama, mengekspresikan diri, dan mengasah kemampuan berbicara di depan umum.

3. Ekskul Musik dan Band Sekolah: Kita mengharapkan siswa bisa berkolaborasi dalam pembentukan grup musik, orkestra, atau paduan suara, mengadakan konser, dan belajar tentang berbagai genre musik.

4. Ekskul Robotika dan Teknologi: Yang bisa diharapkan dari ekskul ini adalah siswa dapat bekerja sama dalam merancang dan membangun robot, mengikuti kompetisi robotika, dan memecahkan masalah teknologi.

5. Ekskul Penulisan Kreatif: Siswa bisa berkolaborasi dalam menulis cerita pendek, puisi, atau naskah drama, kemudian menerbitkan hasil karya mereka dalam jurnal sekolah atau mengadakan acara baca karya.

6. Ekskul Film dan Fotografi: Siswa dapat bekerja sama dalam membuat film pendek, dokumenter, atau proyek fotografi, serta belajar tentang editing dan teknik pengambilan gambar.

7. Ekskul Sains dan Lingkungan: Siswa dapat melakukan eksperimen sains, proyek penelitian, atau kegiatan peduli lingkungan seperti menanam pohon atau membersihkan pantai.

8. Ekskul Memasak: Siswa bisa berkolaborasi dalam meracik berbagai masakan, belajar tentang nutrisi, dan mengadakan acara memasak bersama komunitas sekolah.

9. Ekskul Kewirausahaan: Siswa dapat bekerja sama dalam mengembangkan ide bisnis, membuat rencana bisnis, dan menjalankan usaha kecil-kecilan di lingkungan sekolah.

10. Ekskul Debat dan Model PBB (Model United Nation): Kegiatan ini benar-benar mengasah siswa bisa belajar berbicara di depan umum, berdebat tentang isu-isu global, dan berpartisipasi dalam simulasi sidang PBB.

Berbagai bentuk ekskul ini tidak hanya mengasah keterampilan spesifik, tetapi juga mendorong kerja sama, komunikasi, dan kreativitas di antara siswa.

Menciptakan Lingkungan yang Lebih Baik

Mengatasi perilaku kasar dan agresif di sekolah memerlukan pendekatan yang holistik dan konsisten. Dengan membangun hubungan yang positif, mengajarkan keterampilan komunikasi yang sehat, mengatur lingkungan kelas yang mendukung, dan melibatkan keluarga serta dukungan yang berkelanjutan, sekolah bisa membantu siswa mengembangkan perilaku yang lebih baik. 

Setiap langkah yang diambil harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik individu, dan kesabaran serta konsistensi adalah kunci dalam proses ini. 

Dengan demikian, kita bisa menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan kondusif untuk belajar. Lingkungan di mana setiap siswa merasa dihargai, didengar, dan didukung untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun