Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Benarkah Orang Pintar Kalah dari yang Rajin?

14 Juli 2024   12:43 Diperbarui: 14 Juli 2024   12:46 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satu pertanyaan klasik saat saya menonton cuplikan video yang lewat di beranda salah satu platform sosial media tentang "Benar ngga sih, orang pintar kalah dengan orang yang rajin atau justru sebaliknya?" Pertanyaan yang tampaknya sederhana ini ternyata memiliki kedalaman yang mengejutkan, bahkan bisa jadi lebih dalam rasanya dari secangkir teh yang sedang saya teguk di teras rumah. Dan akhirnya terjadilah paradoks kepintaran dan kerajinan.

Duduk sejenak, saya coba telaah. Di satu sisi, kita sering mendengar bahwa kepintaran adalah kunci sukses. "IQ tinggi itu penting lho!" Begitu kata teman saya yang baru saja pulang dari seminar motivasi. Disisi lain, ada pepatah kuno yang tak kalah populer: "Orang rajin akan mengalahkan orang pintar." Jadi, siapa yang benar?

Kepintaran: Pedang Bermata Dua

Kepintaran itu seperti dua sisi tajam dari sebilah pedang. Ia bisa melindungi kita dari ancaman bahaya, tapi juga bisa lebih dalam melukai kita. Orang pintar sering kali memiliki kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah dengan cepat. Mereka seperti Superman yang bisa melihat tembok transparan dan menembusnya dengan sekali lirik. Namun, sayangnya, kecepatan ini kadang menjadi bumerang. Ketika semuanya terasa mudah, mereka cenderung mengabaikan detil-detil kecil yang justru bisa menentukan keberhasilan.

Ambil contoh, ada seorang anak yang pintar di sekolah yang selalu mendapatkan nilai sempurna tanpa usaha keras. Ketika masuk dunia kerja, si pintar ini merasa semua akan berjalan sama mudahnya. Ternyata, di dunia nyata, kepintaran saja tidak cukup. Ia menghadapi masalah ketika harus berkolaborasi dengan rekan kerja, mengelola waktu, dan menyelesaikan tugas-tugas monoton. Ia cepat bosan, dan akhirnya kinerjanya menurun.

Kerajinan: Tenaga Kuda yang Tak Kenal Lelah

Di sisi lain, orang yang rajin mungkin tidak memiliki kemampuan alami yang menonjol, tapi mereka memiliki keuletan dan dedikasi yang luar biasa. Mereka adalah pekerja keras yang tidak mengenal kata menyerah. Seperti seekor kuda yang tak kenal lelah, mereka terus maju meski jalannya terjal dan berbatu. Mereka mungkin lambat dalam memahami sesuatu, tetapi ketekunan mereka untuk belajar dan memperbaiki diri adalah kekuatan utama.

Ambil contoh si rajin, teman sekelas si pintar yang biasa-biasa saja. Si rajin tidak pernah mendapatkan nilai sempurna, tapi ia tekun belajar dan berusaha keras. Pada saat masuk dunia kerja, si rajin menemukan bahwa kerajinan dan keuletannya membuahkan hasil. Ia dapat diandalkan, selalu siap membantu, dan terus belajar dari kesalahan. Si rajin akhirnya mendapatkan promosi lebih cepat dari si pintar yang secara akademik lebih unggul. 

Nasib Si Pintar dan Si Pekerja Keras

Budi yang pintar dan Ani si pekerja keras dipanggil untuk wawancara kerja di perusahaan yang sama. Budi, dengan kecerdasannya, menjawab semua pertanyaan dengan sangat brilian. Pewawancara terpukau, tapi ketika ditanya tentang bagaimana ia mengelola proyek yang membutuhkan kerjasama tim dan ketekunan, Budi bingung dan gagap. Ani, di sisi lain, menjawab dengan tenang tentang pengalamannya mengelola tugas-tugas sulit dan bagaimana ia belajar untuk berkolaborasi dengan baik. Si pewawancara pun tersenyum dan berkata, "Kecerdasanmu mengagumkan, Budi. Tapi, Ani, aku butuh seseorang sepertimu yang bisa diandalkan dalam jangka panjang."

Terkadang, kepintaran seringkali terlalu tinggi untuk memahami hal-hal sederhana, sementara kerajinan justru membuktikan bahwa ketekunan mengalahkan semua rintangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun