Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sampah Akal, Moral, dan Etika Mengalir ke Sungai Citarum

3 Juli 2024   17:34 Diperbarui: 8 Juli 2024   05:35 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu langit begitu cerah, seakan alam sedang tersenyum melihat usaha manusia untuk memperbaiki kesalahan yang mereka buat. Sungai Citarum, yang telah lama merana akibat tumpukan sampah, akhirnya mendapat kesempatan untuk bernafas lega.

Selama beberapa hari, para relawan Pandawara Grup hingga masyarakat setempat bahu-membahu membersihkan sungai yang dulu indah ini. Namun, siapa sangka, kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar. Belum genap seminggu, Citarum kembali menangis, dipenuhi oleh lautan sampah yang entah dari mana datangnya.

Dalam konteks ini, kita tidak hanya berbicara tentang sampah plastik yang mengapung di permukaan sungai, tetapi juga tentang sampah moral dan etika yang mengendap di dasar hati kita.

Mungkin, di sinilah kita perlu bercermin. Sungai adalah cermin dari kehidupan masyarakatnya. Jika sungai kita kotor, mungkin karena hati kita juga masih penuh sampah.

Ketika Sampah Menjadi Raja

Jika sampah bisa berbicara, mungkin mereka akan berkata, "Hai, manusia! Terima kasih sudah memberi kami rumah yang luas di Sungai Citarum. Kami nyaman di sini." Ironis, Tapi juga tragis. Sampah menjadi raja, dan kita, rakyatnya, membiarkan mereka berkuasa.

Kondisi Citarum adalah ironi situasi yang kita hadapi. Masyarakat yang seharusnya menjaga lingkungannya malah menjadi penyumbang terbesar kerusakan.

Tidak berlebihan jika kondisinya seperti ini jika kita ungkapkan bahwa manusia itu makhluk paling cerdas sekaligus paling bodoh di muka bumi. Cerdas karena bisa menciptakan teknologi luar biasa, bodoh karena dengan cepat bisa langsung menghancurkan rumahnya sendiri.

Sampah Mengalir Sampai Jauh

Air sungai selalu mengalir dari hulu ke hilir, membawa segala sesuatu yang ada di jalannya. Sebenarnya ini pelajaran filosofis yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika hulu kehidupan kita, yakni pikiran dan hati, bersih, maka hilirnya, yaitu tindakan dan perilaku kita, juga seharusnya bersih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun