Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Startup Exodus, Kala Pendiri Memilih Jalan Lain

2 Juli 2024   19:09 Diperbarui: 3 Juli 2024   15:03 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Startup. (Freepik)

Bayangkan jika Anda adalah seorang seniman yang menciptakan lukisan masterpiece, dipajang di galeri, dan dipuja banyak orang. Namun, suatu hari Anda memutuskan untuk berhenti melukis dan menjadi penjaga galeri. Aneh, bukan? 

Fenomena serupa terjadi pada pendiri startup yang keluar dari perusahaan yang mereka dirikan sendiri. Apakah ini tragedi modern para founder atau kisah epik yang terselubung? Sebagai disclaimer, saya mencoba menuliskannya dengan pendekatan fenomenologis dan tentu saja bukan sebagai ahli di bidang startup, teknologi, atau ekonomi.

Sebuah Dongeng Teknologi

Mari bayangkan sebuah kisah di Silicon Valley. Kita sebut saja, seorang anak muda bernama Jeff punya mimpi besar, mengubah dunia dengan teknologi. Dengan modal ide cemerlang, keberanian, dan semangat juang, Jeff mendirikan sebuah startup. 

Awalnya, startup ini hanyalah rintisan kecil di garasi rumahnya. Tapi dalam beberapa tahun, startup itu menjelma menjadi raksasa teknologi. Namun, ketika semuanya tampak indah, Jeff memilih untuk pergi. Kisah imajiner ini menggambarkan fenomena yang terjadi dengan para founder startup saat ini.

Antara Impian dan Realita

Banyak yang beranggapan mendirikan startup adalah impian setiap anak muda masa kini. Gambaran tentang kebebasan, inovasi, dan kekayaan melimpah sering kali menjadi magnet kuat. Namun, seperti halnya kisah Jeff, yang terjadi justru sering kali kebalikannya. 

Para founder sering kali harus menghadapi tekanan luar biasa, tuntutan investor, dan dinamika internal yang sangat kompleks. Akhirnya, mereka memilih keluar dan mencari kedamaian. Pepatah Latin yang cocok menggambarkan situasi ini adalah "Lebih baik jadi kepala kambing daripada ekor singa."

Antara Visi dan Kenyataan

Banyak pendiri startup keluar karena perbedaan visi dengan investor atau manajemen baru. Saat perusahaan kecil, visi pendiri sangat dominan. Namun, ketika perusahaan tumbuh dan melibatkan banyak pemangku kepentingan, visi itu sering harus beradaptasi dengan realitas bisnis. 

Ini seperti kita ingin melukis langit biru, tapi yang ada justru warna abu-abu karena hujan terus turun. Di titik ini, banyak pendiri merasa kehilangan kendali atas ciptaan mereka dan memilih untuk pergi.

Budaya Kerja dan Kesehatan Mental

Di balik gemerlapnya dunia startup, terdapat kenyataan pahit tentang budaya kerja yang sering kali tidak sehat. Jam kerja panjang, tekanan untuk selalu berinovasi, dan tuntutan tanpa henti bisa menggerogoti kesehatan mental. 

Banyak pendiri akhirnya merasa kelelahan dan membutuhkan jeda. Mereka mungkin tampak seperti pejuang teknologi yang tangguh, tetapi pada akhirnya, mereka tetap manusia biasa yang membutuhkan keseimbangan hidup.

Transformasi Diri

Keluar dari perusahaan yang didirikan bukan berarti gagal. Banyak pendiri justru menemukan jati diri mereka setelah meninggalkan startup. Mereka menjadi mentor, investor, atau bahkan memulai startup baru dengan visi lebih segar. Ini seperti metamorfosis ulat menjadi kupu-kupu. Dengan meninggalkan kepompong startup pertama memungkinkan mereka untuk terbang lebih tinggi dan lebih bebas.

Saya coba menggambarkan dengan satire tentang seorang pendiri startup yang lelah dengan tuntutan rapat investor, memutuskan untuk membuka warung kopi di kampung halamannya. 

Ketika ditanya alasannya, dia menjawab, "Di sini, kopi adalah inovasi dan kreasi yang paling dihargai. Dan rapat hanya terjadi kalau cangkir kopinya sudah kosong." Hal-hal sederhana dalam hidup lebih berharga daripada gemerlapnya dunia bisnis.

Para pendiri startup yang keluar mungkin telah mencapai pencerahan bahwa hidup bukan hanya tentang kesuksesan materi, tetapi juga tentang kebahagiaan dan kepuasan batin. Dalam konteks ini, mungkin kita bisa mengatakan, "Mereka meninggalkan startup untuk mencari startup dalam diri mereka."

Urgensi Keseimbangan

Bagi generasi muda yang sedang atau akan terjun ke dunia startup, fenomena ini memberikan pelajaran penting tentang keseimbangan. Keseimbangan antara ambisi dan kebahagiaan, antara kerja keras dan waktu untuk diri sendiri. 

"Hidup adalah seni menari di tengah guyuran hujan, bukan menunggu badai berlalu." Menghargai proses dan tidak terjebak dalam lingkaran setan kesuksesan semu adalah kunci untuk hidup yang lebih bermakna.

Realitas Bisnis yang Keras

Bisnis startup adalah dunia yang keras dan kompetitif. Saya beranggapan bahwa keputusan untuk keluar sering kali didasari oleh faktor-faktor yang tidak terlihat dari luar. Tekanan untuk terus berkembang, tuntutan finansial, dan ekspektasi dari berbagai pihak bisa menjadi beban yang berat. 

Para pendiri yang memilih untuk keluar mungkin sebenarnya sedang mengambil langkah paling bijaksana untuk menjaga integritas dan kesehatan mental mereka.

Ragam Kisah Sukses

Ada banyak kisah sukses dari para pendiri startup yang keluar dan kemudian mencapai hal-hal luar biasa di bidang lain. Mereka mungkin mendirikan startup baru, menjadi investor yang bijaksana, atau bahkan menjadi penggerak perubahan sosial. 

Misalnya, Elon Musk, setelah keluar dari Zip2 dan PayPal, mendirikan SpaceX, Tesla, Neuralink, dan The Boring Company, menjadikannya salah satu tokoh paling berpengaruh dalam teknologi dan transportasi. Kemudian ada Jack Dorsey, setelah mendirikan Twitter, kemudian mendirikan Square (sekarang Block), perusahaan layanan keuangan dan pembayaran digital yang sukses.

Di Indonesia, ada Achmad Zaky, pendiri Bukalapak. Setelah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO Bukalapak, ia mendirikan Init-6, venture capital yang berfokus pada investasi di startup teknologi di Indonesia. Belakangan, ia juga fokus dengan yayasannya di bidang pendidikan dan mendirikan SMA Unggulan RHUSD di kampung halamannya di Masaran, Sragen, Jawa Tengah.

Ini menunjukkan bahwa sukses tidak selalu harus diukur dengan ukuran yang sama. Setiap individu memiliki jalan mereka sendiri untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan.

Seperti halnya Jeff di awal cerita imajiner saya, setiap pendiri startup memiliki kisah unik mereka sendiri. Keputusan untuk keluar dari perusahaan yang didirikan bukanlah akhir dari perjalanan, tetapi justru awal dari petualangan baru. 

Kehidupan adalah perjalanan, bukan tujuan akhir. Yang penting bukan seberapa cepat kita mencapai tujuan, tetapi seberapa banyak kita belajar dan menikmati setiap langkah di sepanjang jalan.

Fenomena para pendiri startup yang keluar dari perusahaan mereka sendiri adalah cerminan kompleksitas kehidupan modern. Di balik kesuksesan materi, terdapat perjuangan personal yang tidak terlihat oleh mata. Menghargai proses, menjaga keseimbangan, dan terus mencari makna sejati dari setiap langkah adalah kunci untuk menjalani hidup yang penuh arti. 

Saya jadi teringat sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa bukan tujuan yang membuat kita bersukacita, tetapi perjalanan menuju ke sana yang menjadikannya bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun